Iran Bantah Sepakat dengan Rusia untuk Gulingkan Assad
Senin, 18 Mei 2020 - 16:22 WIB
TEHERAN - Teheran membantah laporan tentang kesepakatan Iran, Rusia dan Turki untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad dari kekuasaannya di Suriah. Bantahan disampaikan penasihat senior untuk ketua Parlemen Iran, Hossein Amir Abdollahian.
Abdollahian menggambarkan Assad sebagai presiden sah Suriah. "Laporan kesepakatan antara Iran dan Rusia untuk pengunduran dirinya adalah kebohongan besar dan permainan oleh media Amerika Serikat-Zionis," katanya.
"Teheran sangat mendukung kedaulatan, persatuan nasional dan integritas teritorial Suriah," ujarnya, seperti dikutip Middle East Monitor, Senin (18/5/2020).
Iran adalah sekutu kuat rezim Assad, yang pasukannya telah memerangi kelompok oposisi dalam perang saudara yang mematikan sejak 2011. Rusia juga menjadi sekutu Assad. Sedangkan Turki merupakan pendukung oposisi Suriah. (Baca: Laporan RIAC: Rusia, Turki, dan Iran Sepakat Singkirkan Presiden Assad )
Laporan tentang kesepakatan itu berasal dari Dewan Urusan Internasional Rusia (RIAC), sebuah kelompok think tank yang berbasis di Moskow. Menurut laporan RIAC, trio Rusia-Iran-Turki juga akan menciptakan gencatan senjata untuk membentuk pemerintahan transisi yang didalamnya termasuk oposisi dan anggota rezim Suriah.
RIAC dikenal dekat dengan para pembuat kebijakan dalam pemerintahan Rusia. Laporan RIAC menyebut organisasi Rusia bernama Yayasan untuk Proteksi Nilai-nilai Nasional yang berafiliasi dengan badan keamanan dan kantor Presiden Rusia Vladimir Putin telah menggelar survei di Suriah.
Survei itu mengirim pesan politik sangat jelas bahwa rakyat Suriah tidak ingin Assad tetap menjadi presiden.
“Sejak awal intervensi militer di Suriah, Moskow berupaya menghindari dianggap sebagai pembela Assad, berbagai negosiasi menekankan rakyat Suriah akan memutuskan apakah Assad masih atau tidak untuk tetap berkuasa,” bunyi laporan RIAC.
“Rusia menjadi lebih serius tentang membuat perubahan di Suriah, paling tidak karena melindungi Assad telah menjadi penghalang,” lanjut laporan RIAC.
Kantor berita Rusia, TASS, dalam laporannya menyatakan, "Rusia memperkirakan Assad tidak hanya tak bisa memimpin negara itu lagi, tapi juga kepala rezim Suriah itu menyeret Moskow menuju skenario Afghanistan, yang sangat tidak diharapkan Rusia.”
"Iran yang menderita akibat sanksi Amerika Serikat (AS), tidak tertarik mencapai stabilitas di seluruh kawasan, karena mempertimbangkan pertarungannya dengan Washington," lanjut laporan TASS.
Abdollahian menggambarkan Assad sebagai presiden sah Suriah. "Laporan kesepakatan antara Iran dan Rusia untuk pengunduran dirinya adalah kebohongan besar dan permainan oleh media Amerika Serikat-Zionis," katanya.
"Teheran sangat mendukung kedaulatan, persatuan nasional dan integritas teritorial Suriah," ujarnya, seperti dikutip Middle East Monitor, Senin (18/5/2020).
Iran adalah sekutu kuat rezim Assad, yang pasukannya telah memerangi kelompok oposisi dalam perang saudara yang mematikan sejak 2011. Rusia juga menjadi sekutu Assad. Sedangkan Turki merupakan pendukung oposisi Suriah. (Baca: Laporan RIAC: Rusia, Turki, dan Iran Sepakat Singkirkan Presiden Assad )
Laporan tentang kesepakatan itu berasal dari Dewan Urusan Internasional Rusia (RIAC), sebuah kelompok think tank yang berbasis di Moskow. Menurut laporan RIAC, trio Rusia-Iran-Turki juga akan menciptakan gencatan senjata untuk membentuk pemerintahan transisi yang didalamnya termasuk oposisi dan anggota rezim Suriah.
RIAC dikenal dekat dengan para pembuat kebijakan dalam pemerintahan Rusia. Laporan RIAC menyebut organisasi Rusia bernama Yayasan untuk Proteksi Nilai-nilai Nasional yang berafiliasi dengan badan keamanan dan kantor Presiden Rusia Vladimir Putin telah menggelar survei di Suriah.
Survei itu mengirim pesan politik sangat jelas bahwa rakyat Suriah tidak ingin Assad tetap menjadi presiden.
“Sejak awal intervensi militer di Suriah, Moskow berupaya menghindari dianggap sebagai pembela Assad, berbagai negosiasi menekankan rakyat Suriah akan memutuskan apakah Assad masih atau tidak untuk tetap berkuasa,” bunyi laporan RIAC.
“Rusia menjadi lebih serius tentang membuat perubahan di Suriah, paling tidak karena melindungi Assad telah menjadi penghalang,” lanjut laporan RIAC.
Kantor berita Rusia, TASS, dalam laporannya menyatakan, "Rusia memperkirakan Assad tidak hanya tak bisa memimpin negara itu lagi, tapi juga kepala rezim Suriah itu menyeret Moskow menuju skenario Afghanistan, yang sangat tidak diharapkan Rusia.”
"Iran yang menderita akibat sanksi Amerika Serikat (AS), tidak tertarik mencapai stabilitas di seluruh kawasan, karena mempertimbangkan pertarungannya dengan Washington," lanjut laporan TASS.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda