Iran Tolak Kehadiran Militer Turki di Suriah dan Irak
Selasa, 23 Februari 2021 - 03:03 WIB
TEHERAN - Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Mohammed Javad Zarif menolak kehadiran tentara Turki di Suriah dan Irak .
"Kami menolak kehadiran militer Turki di Suriah dan Irak, dan kami menganggap kebijakan Ankara terhadap Damaskus dan Baghdad salah," tegas Menlu Mohammed Javad Zarif kepada Press TV.
Turki dan Iran memiliki kebijakan regional yang berbeda, terutama di Suriah.
Ankara mendukung beberapa elemen oposisi, sementara Teheran mendukung rezim Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Iran juga memiliki kehadiran militernya sendiri di negara tersebut.
Lihat infografis: Akhirnya Arab Saudi Bolehkan Perempuan Jadi Tentara
Zarif, bagaimanapun, menekankan klaim Iran bahwa satu-satunya tujuan Teheran di Suriah adalah untuk memerangi terorisme.
Label teroris oleh Iran dikaitkan dengan semua kelompok oposisi di Suriah, termasuk yang didukung Turki.
Wawancara dengan Zarif difokuskan pada sanksi Amerika Serikat (AS) serta pembicaraan antara Iran dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengenai inspeksi terbaru di fasilitas nuklir di negara itu.
Menyusul pembicaraan tersebut, kesepakatan sementara selama tiga bulan memungkinkan IAEA terus memeriksa fasilitas nuklir Iran tetapi pada frekuensinya dikurangi.
Teheran juga akan mengizinkan IAEA menyimpan peralatan dan perangkat perekamnya di dalam fasilitas nuklir yang akan memantau aktivitas.
Namun semua rekaman dan akses ke rekaman tersebut akan dipegang pemerintah Iran sampai AS mencabut sanksi terhadap negara tersebut.
Pernyataan menlu itu dibuat pada hari yang sama ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara melalui telepon dan membahas kerja sama di bidang-bidang seperti transportasi, ekonomi dan keamanan.
Erdogan menekankan bahwa pemerintahnya mempertahankan keinginan yang diperlukan untuk memperkuat hubungan Turki-Iran.
"Kami menolak kehadiran militer Turki di Suriah dan Irak, dan kami menganggap kebijakan Ankara terhadap Damaskus dan Baghdad salah," tegas Menlu Mohammed Javad Zarif kepada Press TV.
Turki dan Iran memiliki kebijakan regional yang berbeda, terutama di Suriah.
Ankara mendukung beberapa elemen oposisi, sementara Teheran mendukung rezim Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Iran juga memiliki kehadiran militernya sendiri di negara tersebut.
Lihat infografis: Akhirnya Arab Saudi Bolehkan Perempuan Jadi Tentara
Zarif, bagaimanapun, menekankan klaim Iran bahwa satu-satunya tujuan Teheran di Suriah adalah untuk memerangi terorisme.
Label teroris oleh Iran dikaitkan dengan semua kelompok oposisi di Suriah, termasuk yang didukung Turki.
Wawancara dengan Zarif difokuskan pada sanksi Amerika Serikat (AS) serta pembicaraan antara Iran dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengenai inspeksi terbaru di fasilitas nuklir di negara itu.
Menyusul pembicaraan tersebut, kesepakatan sementara selama tiga bulan memungkinkan IAEA terus memeriksa fasilitas nuklir Iran tetapi pada frekuensinya dikurangi.
Teheran juga akan mengizinkan IAEA menyimpan peralatan dan perangkat perekamnya di dalam fasilitas nuklir yang akan memantau aktivitas.
Namun semua rekaman dan akses ke rekaman tersebut akan dipegang pemerintah Iran sampai AS mencabut sanksi terhadap negara tersebut.
Pernyataan menlu itu dibuat pada hari yang sama ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara melalui telepon dan membahas kerja sama di bidang-bidang seperti transportasi, ekonomi dan keamanan.
Erdogan menekankan bahwa pemerintahnya mempertahankan keinginan yang diperlukan untuk memperkuat hubungan Turki-Iran.
(sya)
tulis komentar anda