Kelebihan Vaksin Inggris Disumbangkan pada Negara-Negara Berkembang
Jum'at, 19 Februari 2021 - 20:14 WIB
JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menyatakan ambisinya mengurangi waktu pengembangan vaksin baru menjadi 100 hari atau dua pertiga kali lebih cepat.
Pernyataan ini disampaikannya sebagai pimpinan pertemuan para pemimpin G7 di era kepresidenan Inggris.
Dia meminta Kepala Penasihat Sains Pemerintah Inggris Sir Patrick Vallance untuk bekerja sama dengan mitra-mitra internasional, termasuk WHO dan Koalisi Kesiapan Inovasi Epidemi (CEPI), serta sektor industri dan para ilmuwan untuk memberikan saran kepada G7 mengenai bagaimana mempercepat proses pengembangan vaksin, pengobatan, dan pengetesan terhadap penyakit-penyakit umum.
Pengembangan vaksin Covid-19 dalam waktu sekitar 300 hari merupakan pencapaian global yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Dengan mengurangi waktu menjadi lebih cepat dalam pengembangan vaksin baru terhadap penyakit-penyakit yang akan muncul, dunia mungkin dapat mencegah dampak bencana kesehatan, ekonomi, dan sosial seperti yang kita lihat pada krisis saat ini. Ambisi 100 hari ini sebelumnya diusulkan oleh CEPI di awal tahun ini.
“Melalui kolaborasi internasional untuk mengembangkan riset dan pengembangan, memodernisasi uji medis, dan menciptakan jaringan manufaktur serta produksi yang lebih inovatif, kita dapat menyelamatkan nyawa di krisis kesehatan di masa depan dan mencegah pandemi berikutnya,” ungkap pernyataan Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Jakarta.
Perdana Menteri Inggris juga memastikan Inggris akan mulai memberikan sebagian besar kelebihan vaksin coronavirus dari persediaannya kepada COVAX untuk membantu negara-negara berkembang.
Hal ini di luar pendanaan Inggris sebesar 548 juta poundsterling (Rp10,7 triliun) kepada skema ini. Inggris juga akan mendorong para pemimpin G7 meningkatkan pendanaan bagi COVAX untuk mendukung akses vaksin yang berkeadilan.
Sebelum pertemuan hari ini, Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan, “Mungkin lebih dari kapanpun juga, harapan dunia bertumpu di pundak para ilmuwan dan sepanjang tahun lalu, sebagaimana di waktu sebelumnya, mereka telah mampu menjawab tantangan tersebut.”
“Pengembangan vaksin Covid-19 yang berkhasiat menawarkan prospek yang menarik untuk kembalinya kenormalan. Namun kita tidak boleh berpangku tangan. Sebagai pimpinan G7, kita harus menyatakan pada hari ini, tidak akan lagi,” tegas PM Johnson.
“Dengan memanfaatkan kemampuan kita bersama, kita dapat menjamin bahwa kita memiliki vaksin, pengobatan, dan pengetesan yang dapat mempersiapkan kita menghadapi pertempuran melawan ancaman kesehatan di masa depan, sebagaimana kita mengalahkan COVID-19 dan membangun kembali dengan lebih baik bersama,” papar dia.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins menjelaskan, “Keputusan Inggris untuk mendonasikan sebagian besar dari kelebihan persediaan vaksinnya di masa depan kepada negara-negara berkembang melalui COVAX merupakan kabar yang sangat baik.”
“Indonesia adalah satu dari 92 negara yang dapat memperoleh vaksin melalui COVAX dan karena itu sangat memungkinkan menjadi salah satu negara yang dapat diuntungkan oleh kebijakan sumbangan ini,” tutur dia.
Hal ini di luar sumbangan besar Inggris kepada GAVI, senilai 548 juta poundsterling atau salah satu donor yang terbesar, dan 1/5 dari total anggaran yang telah terkumpul.
“Saat ini, sebagai negara pertama yang telah berkomitmen untuk berbagi sebagian besar kelebihan persediaan vaksinnya melalui COVAX, kabar ini menunjukkan bagaimana Inggris merupakan kekuatan bagi kebaikan di dunia, dengan membuktikan bahwa kita harus menghadapi pandemi ini dengan semangat kebersamaan dan melalui institusi-institusi multilateral dimana kita telah tergabung,” ujar Jenkins.
Saat yang sulit akan mendorong inovasi. Pengembangan yang sangat cepat dari vaksin COVID-19 sangatlah luar biasa dan salah satu upaya mengagumkan dari respon pandemi global.
“Saat ini kita memiliki kesempatan untuk memanfaatkan apa yang telah kita capai ini untuk masa depan, dengan bekerja secara global untuk setiap bagian dari pengembangan vaksin, melalui riset, uji coba, dan produksi, sehingga dapat menguntungkan semua pihak. Harapan kami upaya ini berarti kita akan lebih siap dari kapan pun terhadap pandemi di masa depan,” papar dia.
Fokus utama kepresidenan Inggris pada G7 tahun ini adalah memenuhi tujuan yang tercantum dalam Rencana Lima Poin Perdana Menteri Inggris terkait Pencegahan Pandemi Masa Depan.
Perdana Menteri Inggris juga akan mendorong para pimpinan G7 untuk mendukung perjanjian kesiapan menghadapi pandemi melalui WHO.
Pertemuan hari ini akan menjadi pertemuan pertama dimana Perdana Menteri Inggris sebagai Presiden G7 tahun ini bertindak sebagai tuan rumah. Pertemuan ini juga merupakan pertemuan pimpinan G7 pertama sejak April 2020.
Pada pertemuan tersebut, para pemimpin akan diharapkan dapat menyatakan dukungan mereka terhadap prioritas kesehatan G7 Inggris, mendiskusikan upaya yang lebih luas untuk mengatasi tantangan global, mewujudkan upaya pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19 secara ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta sejumlah permasalahan kebijakan luar negeri lainnya.
Pernyataan ini disampaikannya sebagai pimpinan pertemuan para pemimpin G7 di era kepresidenan Inggris.
Dia meminta Kepala Penasihat Sains Pemerintah Inggris Sir Patrick Vallance untuk bekerja sama dengan mitra-mitra internasional, termasuk WHO dan Koalisi Kesiapan Inovasi Epidemi (CEPI), serta sektor industri dan para ilmuwan untuk memberikan saran kepada G7 mengenai bagaimana mempercepat proses pengembangan vaksin, pengobatan, dan pengetesan terhadap penyakit-penyakit umum.
Pengembangan vaksin Covid-19 dalam waktu sekitar 300 hari merupakan pencapaian global yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Dengan mengurangi waktu menjadi lebih cepat dalam pengembangan vaksin baru terhadap penyakit-penyakit yang akan muncul, dunia mungkin dapat mencegah dampak bencana kesehatan, ekonomi, dan sosial seperti yang kita lihat pada krisis saat ini. Ambisi 100 hari ini sebelumnya diusulkan oleh CEPI di awal tahun ini.
“Melalui kolaborasi internasional untuk mengembangkan riset dan pengembangan, memodernisasi uji medis, dan menciptakan jaringan manufaktur serta produksi yang lebih inovatif, kita dapat menyelamatkan nyawa di krisis kesehatan di masa depan dan mencegah pandemi berikutnya,” ungkap pernyataan Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Jakarta.
Perdana Menteri Inggris juga memastikan Inggris akan mulai memberikan sebagian besar kelebihan vaksin coronavirus dari persediaannya kepada COVAX untuk membantu negara-negara berkembang.
Hal ini di luar pendanaan Inggris sebesar 548 juta poundsterling (Rp10,7 triliun) kepada skema ini. Inggris juga akan mendorong para pemimpin G7 meningkatkan pendanaan bagi COVAX untuk mendukung akses vaksin yang berkeadilan.
Sebelum pertemuan hari ini, Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan, “Mungkin lebih dari kapanpun juga, harapan dunia bertumpu di pundak para ilmuwan dan sepanjang tahun lalu, sebagaimana di waktu sebelumnya, mereka telah mampu menjawab tantangan tersebut.”
“Pengembangan vaksin Covid-19 yang berkhasiat menawarkan prospek yang menarik untuk kembalinya kenormalan. Namun kita tidak boleh berpangku tangan. Sebagai pimpinan G7, kita harus menyatakan pada hari ini, tidak akan lagi,” tegas PM Johnson.
“Dengan memanfaatkan kemampuan kita bersama, kita dapat menjamin bahwa kita memiliki vaksin, pengobatan, dan pengetesan yang dapat mempersiapkan kita menghadapi pertempuran melawan ancaman kesehatan di masa depan, sebagaimana kita mengalahkan COVID-19 dan membangun kembali dengan lebih baik bersama,” papar dia.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins menjelaskan, “Keputusan Inggris untuk mendonasikan sebagian besar dari kelebihan persediaan vaksinnya di masa depan kepada negara-negara berkembang melalui COVAX merupakan kabar yang sangat baik.”
“Indonesia adalah satu dari 92 negara yang dapat memperoleh vaksin melalui COVAX dan karena itu sangat memungkinkan menjadi salah satu negara yang dapat diuntungkan oleh kebijakan sumbangan ini,” tutur dia.
Hal ini di luar sumbangan besar Inggris kepada GAVI, senilai 548 juta poundsterling atau salah satu donor yang terbesar, dan 1/5 dari total anggaran yang telah terkumpul.
“Saat ini, sebagai negara pertama yang telah berkomitmen untuk berbagi sebagian besar kelebihan persediaan vaksinnya melalui COVAX, kabar ini menunjukkan bagaimana Inggris merupakan kekuatan bagi kebaikan di dunia, dengan membuktikan bahwa kita harus menghadapi pandemi ini dengan semangat kebersamaan dan melalui institusi-institusi multilateral dimana kita telah tergabung,” ujar Jenkins.
Saat yang sulit akan mendorong inovasi. Pengembangan yang sangat cepat dari vaksin COVID-19 sangatlah luar biasa dan salah satu upaya mengagumkan dari respon pandemi global.
“Saat ini kita memiliki kesempatan untuk memanfaatkan apa yang telah kita capai ini untuk masa depan, dengan bekerja secara global untuk setiap bagian dari pengembangan vaksin, melalui riset, uji coba, dan produksi, sehingga dapat menguntungkan semua pihak. Harapan kami upaya ini berarti kita akan lebih siap dari kapan pun terhadap pandemi di masa depan,” papar dia.
Fokus utama kepresidenan Inggris pada G7 tahun ini adalah memenuhi tujuan yang tercantum dalam Rencana Lima Poin Perdana Menteri Inggris terkait Pencegahan Pandemi Masa Depan.
Perdana Menteri Inggris juga akan mendorong para pimpinan G7 untuk mendukung perjanjian kesiapan menghadapi pandemi melalui WHO.
Pertemuan hari ini akan menjadi pertemuan pertama dimana Perdana Menteri Inggris sebagai Presiden G7 tahun ini bertindak sebagai tuan rumah. Pertemuan ini juga merupakan pertemuan pimpinan G7 pertama sejak April 2020.
Pada pertemuan tersebut, para pemimpin akan diharapkan dapat menyatakan dukungan mereka terhadap prioritas kesehatan G7 Inggris, mendiskusikan upaya yang lebih luas untuk mengatasi tantangan global, mewujudkan upaya pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19 secara ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta sejumlah permasalahan kebijakan luar negeri lainnya.
(sya)
tulis komentar anda