Dimakzulkan Dua Kali, Trumpisme Akan Terus Eksis
Jum'at, 15 Januari 2021 - 05:57 WIB
Tidak ada presiden AS yang pernah dicopot dari jabatannya melalui pemakzulan. Trump dimakzulkan oleh DPR pada 2019 tetapi dibebaskan oleh Senat. Begitu pula Bill Clinton pada tahun 1998 dan Andrew Johnson pada tahun 1868.
Sebelumnya, DPR AS memakzulkan Presiden Donald Trump atas "hasutan pemberontakan" dalam kerusuhan di Gedung Capitol pekan lalu. Sepuluh anggota Partai Republik memihak Demokrat untuk memakzulkan presiden dengan jumlah hitungan suara 232-197. DPR, yang kini dikendalikan Demokrat, melaksanakan pemungutan suara pada hari Rabu (13/1) menyusul perdebatan sengit yang berlangsung selama beberapa jam.
Sidang tersebut mendapatkan pengawalan ketat. Pasukan Garda Nasional bersenjata berjaga-jaga di dalam dan di luar Capitol. Biro Investigasi Federal, FBI, telah memperingatkan kemungkinan adanya unjuk rasa bersenjata yang direncanakan di Washington DC dan semua 50 ibu kota negara bagian AS menjelang pelantikan Biden pekan depan.
Tuduhan pemakzulan bersifat politis, bukan pidana. Presiden dituduh oleh Kongres menghasut penyerbuan Capitol dengan pidatonya pada 6 Januari di Washington. Trump mendesak para pendukungnya untuk membuat suara mereka didengar "secara damai dan patriotik" , tetapi juga untuk "berjuang sekuat tenaga" melawan pemilihan telah dicuri-klaim yang tidak tepat. Menyusul pernyataan Trump, para pendukungnya menyerbu Capitol, memaksa anggota parlemen untuk menangguhkan pengesahan hasil pemilu.
Dalam pasal pemakzulan itu disebutkan, Trump mengulangi klaim ini dan "dengan sengaja membuat pernyataan kepada orang banyak yang mendorong dan diperkirakan mengakibatkan tindakan-tindakan tidak sesuai hukum di Capitol", yang berujung pada kekerasan dan hilangnya nyawa. "Presiden Trump sangat membahayakan keamanan Amerika Serikat dan lembaga-lembaga pemerintahannya, mengancam integritas sistem demokrasi, mengganggu transisi kekuasaan secara damai, dan membahayakan cabang pemerintahan yang setara,” demikian bunyi pasal pemakzulan Trump.
(Baca juga: Pelosi Sebut Biden Presiden Terpilih AS dengan Mandat Luar Biasa )
Ketua DPR AS Nancy Pelosi , yang berasa dari Demokrat, mengatakan kepada DPR bahwa Presiden AS menghasut pemberontakan ini, pemberontakan bersenjata melawan negara kita bersama. "Dia harus lengser. Dia adalah bahaya yang nyata dan jelas bagi bangsa yang kita cintai ini,” katanya.
Sebagian besar Partai Republik tidak berusaha untuk membela retorika Trump, sebaliknya beralasan bahwa telah melampaui peradilan biasa dan menyerukan kepada Demokrat untuk membatalkannya demi persatuan nasional. "Memberhentikan presiden dalam jangka waktu sesingkat itu akan menjadi kesalahan," kata Kevin McCarthy, politikus Partai Republik paling senior di DPR.
Sebelumnya, DPR AS memakzulkan Presiden Donald Trump atas "hasutan pemberontakan" dalam kerusuhan di Gedung Capitol pekan lalu. Sepuluh anggota Partai Republik memihak Demokrat untuk memakzulkan presiden dengan jumlah hitungan suara 232-197. DPR, yang kini dikendalikan Demokrat, melaksanakan pemungutan suara pada hari Rabu (13/1) menyusul perdebatan sengit yang berlangsung selama beberapa jam.
Sidang tersebut mendapatkan pengawalan ketat. Pasukan Garda Nasional bersenjata berjaga-jaga di dalam dan di luar Capitol. Biro Investigasi Federal, FBI, telah memperingatkan kemungkinan adanya unjuk rasa bersenjata yang direncanakan di Washington DC dan semua 50 ibu kota negara bagian AS menjelang pelantikan Biden pekan depan.
Tuduhan pemakzulan bersifat politis, bukan pidana. Presiden dituduh oleh Kongres menghasut penyerbuan Capitol dengan pidatonya pada 6 Januari di Washington. Trump mendesak para pendukungnya untuk membuat suara mereka didengar "secara damai dan patriotik" , tetapi juga untuk "berjuang sekuat tenaga" melawan pemilihan telah dicuri-klaim yang tidak tepat. Menyusul pernyataan Trump, para pendukungnya menyerbu Capitol, memaksa anggota parlemen untuk menangguhkan pengesahan hasil pemilu.
Dalam pasal pemakzulan itu disebutkan, Trump mengulangi klaim ini dan "dengan sengaja membuat pernyataan kepada orang banyak yang mendorong dan diperkirakan mengakibatkan tindakan-tindakan tidak sesuai hukum di Capitol", yang berujung pada kekerasan dan hilangnya nyawa. "Presiden Trump sangat membahayakan keamanan Amerika Serikat dan lembaga-lembaga pemerintahannya, mengancam integritas sistem demokrasi, mengganggu transisi kekuasaan secara damai, dan membahayakan cabang pemerintahan yang setara,” demikian bunyi pasal pemakzulan Trump.
(Baca juga: Pelosi Sebut Biden Presiden Terpilih AS dengan Mandat Luar Biasa )
Ketua DPR AS Nancy Pelosi , yang berasa dari Demokrat, mengatakan kepada DPR bahwa Presiden AS menghasut pemberontakan ini, pemberontakan bersenjata melawan negara kita bersama. "Dia harus lengser. Dia adalah bahaya yang nyata dan jelas bagi bangsa yang kita cintai ini,” katanya.
Sebagian besar Partai Republik tidak berusaha untuk membela retorika Trump, sebaliknya beralasan bahwa telah melampaui peradilan biasa dan menyerukan kepada Demokrat untuk membatalkannya demi persatuan nasional. "Memberhentikan presiden dalam jangka waktu sesingkat itu akan menjadi kesalahan," kata Kevin McCarthy, politikus Partai Republik paling senior di DPR.
(ynt)
tulis komentar anda