Burundi Usir Tim WHO di Tengah Pandemi Corona
Kamis, 14 Mei 2020 - 22:53 WIB
NAIROBI - Burundi mengusir Kepala Nasional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan tiga anggota timnya selama kampanye pemilu presiden yang telah berlangsung meskipun ada risiko kesehatan dari pandemi virus Corona.
Pemerintah Burundi mengkonfirmasi jika Kementerian Luar Negeri negara itu telah mengirim surat kepada Kepala Nasional WHO Walter Kazadi Mulombo dan tiga pakar kesehatan pada tanggal 12 Mei lalu. Surat itu berisi memerintahkan mereka keluar dari negara itu pada hari Jumat esok.
Tiga pejabat WHO lainnya yang diusir adalah ahli epidemiologi lapangan Jean Pierre Mulunda Nkata, koordinator sektor kesehatan Ruhana Mirindi Bisimwa, dan Daniel Tarzy.
Asisten Menteri Luar Negeri Burundi, Bernard Ntahiraja, membenarkan bahwa para pejabat WHO telah dinyatakan sebagai "persona non grata" tetapi tidak memberikan alasannya.
Tidak ada reaksi formal dari WHO terhadap pengusiran itu, meskipun seorang pejabat, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan keempat orang itu tampaknya menjadi "korban manajemen yang buruk" dari penyakit COVID-19 Burundi.
Sementara itu Kepala badan pengontrol penyakit regional, John Nkengasong, menyebut pengusiran itu "tidak menguntungkan" dan mengkritik keputusan untuk mengadakan pemilu selama krisis kesehatan.
"Kita seharusnya secara kolektif menghilangkan virus dari semua tempat yang mungkin menjadi lokasi penularan," kata Nkengasong, kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Afrika yang merupakan cabang dari Uni Afrika.
"Akan sangat sulit bagi negara untuk mengatasi virus. Kasus telah meningkat di negara-negara yang maju dan mengadakan pemilu," tambahnya pada konferensi pers di Ethiopia seperti dikutip dari Reuters, Kamis (14/5/2020).
Seorang kandidat presiden untuk partai oposisi FRODEBU, LĂ©once Ngendakumana, menyesalkan pengusiran tim WHO.
"Negara itu sendiri tidak akan mampu menahan pandemi," katanya kepada Reuters.
Penyelenggaran pemilu untuk mengganti Presiden Pierre Nkurunziza, yang berulang kali dituduh melakukan pelanggaran HAM dan sebelumnya juga telah mengusir perwakilan badan internasional lainnya, akan jatuh tempo pada 20 Mei.
Selama kampanye pemilu, kerumunan massa dalam jumlah besar telah terjadi meskipun di tempat lain di Afrika dan seluruh dunia memberlakukan penguncian dan social distancing.
Burundi sejauh ini melaporkan jumlah kasus COVID-19 yang relatif rendah: 27 infeksi dan satu kematian. Tetapi ada kecurigaan bahwa situasi sebenarnya mungkin lebih buruk.
Nkurunziza, seorang mantan pemimpin pemberontak, telah berkuasa sejak berakhirnya perang saudara pada 2005 yang menewaskan 300 ribu orang di negara Afrika Timur yang berpenduduk 11 juta jiwa.
Partai CNDD-FDD-nya yang berkuasa menjagokan Evariste Ndayishimiye, seorang pensiunan jenderal militer yang mengepalai kantor urusan militer kepresidenan dan merupakan favorit kuat untuk menang dalam pemilu.
Lawan utamanya adalah kandidat partai oposisi CNL Agathon Rwasa, wakil ketua Majelis Nasional dan mantan pemimpin pemberontak lainnya.
Pada tahun 2018, Burundi mengusir para penyelidik PBB untuk mencari bukti dugaan pelanggaran hak asasi manusia. PBB sebelumnya menuduh personil keamanan dan milisi partai yang berkuasa mengatur penganiayaan, penyiksaan, dan pembunuhan kelompok.
Pemerintah Burundi mengkonfirmasi jika Kementerian Luar Negeri negara itu telah mengirim surat kepada Kepala Nasional WHO Walter Kazadi Mulombo dan tiga pakar kesehatan pada tanggal 12 Mei lalu. Surat itu berisi memerintahkan mereka keluar dari negara itu pada hari Jumat esok.
Tiga pejabat WHO lainnya yang diusir adalah ahli epidemiologi lapangan Jean Pierre Mulunda Nkata, koordinator sektor kesehatan Ruhana Mirindi Bisimwa, dan Daniel Tarzy.
Asisten Menteri Luar Negeri Burundi, Bernard Ntahiraja, membenarkan bahwa para pejabat WHO telah dinyatakan sebagai "persona non grata" tetapi tidak memberikan alasannya.
Tidak ada reaksi formal dari WHO terhadap pengusiran itu, meskipun seorang pejabat, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan keempat orang itu tampaknya menjadi "korban manajemen yang buruk" dari penyakit COVID-19 Burundi.
Sementara itu Kepala badan pengontrol penyakit regional, John Nkengasong, menyebut pengusiran itu "tidak menguntungkan" dan mengkritik keputusan untuk mengadakan pemilu selama krisis kesehatan.
"Kita seharusnya secara kolektif menghilangkan virus dari semua tempat yang mungkin menjadi lokasi penularan," kata Nkengasong, kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Afrika yang merupakan cabang dari Uni Afrika.
"Akan sangat sulit bagi negara untuk mengatasi virus. Kasus telah meningkat di negara-negara yang maju dan mengadakan pemilu," tambahnya pada konferensi pers di Ethiopia seperti dikutip dari Reuters, Kamis (14/5/2020).
Seorang kandidat presiden untuk partai oposisi FRODEBU, LĂ©once Ngendakumana, menyesalkan pengusiran tim WHO.
"Negara itu sendiri tidak akan mampu menahan pandemi," katanya kepada Reuters.
Penyelenggaran pemilu untuk mengganti Presiden Pierre Nkurunziza, yang berulang kali dituduh melakukan pelanggaran HAM dan sebelumnya juga telah mengusir perwakilan badan internasional lainnya, akan jatuh tempo pada 20 Mei.
Selama kampanye pemilu, kerumunan massa dalam jumlah besar telah terjadi meskipun di tempat lain di Afrika dan seluruh dunia memberlakukan penguncian dan social distancing.
Burundi sejauh ini melaporkan jumlah kasus COVID-19 yang relatif rendah: 27 infeksi dan satu kematian. Tetapi ada kecurigaan bahwa situasi sebenarnya mungkin lebih buruk.
Nkurunziza, seorang mantan pemimpin pemberontak, telah berkuasa sejak berakhirnya perang saudara pada 2005 yang menewaskan 300 ribu orang di negara Afrika Timur yang berpenduduk 11 juta jiwa.
Partai CNDD-FDD-nya yang berkuasa menjagokan Evariste Ndayishimiye, seorang pensiunan jenderal militer yang mengepalai kantor urusan militer kepresidenan dan merupakan favorit kuat untuk menang dalam pemilu.
Lawan utamanya adalah kandidat partai oposisi CNL Agathon Rwasa, wakil ketua Majelis Nasional dan mantan pemimpin pemberontak lainnya.
Pada tahun 2018, Burundi mengusir para penyelidik PBB untuk mencari bukti dugaan pelanggaran hak asasi manusia. PBB sebelumnya menuduh personil keamanan dan milisi partai yang berkuasa mengatur penganiayaan, penyiksaan, dan pembunuhan kelompok.
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda