Krisis Corona di Jepang dan Korea Selatan Memburuk
Selasa, 05 Januari 2021 - 11:15 WIB
TOKYO - Jepang dan Korea Selatan (Korsel) menghadapi krisis corona ( Covid-19 ) yang semakin memburuk pada awal 2021. Jepang berencana mendeklarasikan status darurat di Tokyo. Korsel melarang pertemuan massal dalam jumlah besar secara nasional.
Rencana pemberlakuan status darurat seiring dengan peningkat kasus korona di negara tersebut. Tokyo pun seperti sangat khawatir jika mereka tidak mampu melaksanakan Olimpiade dan menjaga dampak krisis ekonomi. (Baca: Jepang Larang Masuk Warga Asing Setelah Varian Baru Covid-19 Tiba)
Kyodo News melaporkan persiapan status darurat sedang dimulai. Itu akan dimulai efektif pada 9 Januari mendatang dan berlangsung selama satu bulan. Penduduk Tokyo dan sekitarnya pun diminta menahan diri di rumah serta tidak berpegian kecuali untuk keperluan penting.
“Keputusan pemberlakuan status darurat akan dilaksanakan secepatnya setelah mendengar pendapat para pakar,” kata Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura, yang bertanggungjawab dalam penanganan korona, dilansir Rueters.
Status darurat itu merupakan kebalikan dari kebijakan Perdana Menteri (PM) Yoshihide Suga, yang menantang langkah tegas itu dan mendapatkan kritik karena bergerak lambat.
Jepang mengalami 4.520 kasus baru pada akhir tahun lalu di Tokyo. Kasus baru pun terus bermunculan. “Selama tiga pekan libur tahun baru, kasus tidak menunjukkan penurunan di Tokyo,” kata Suga. Dia mengatakan, pemerintah perlu memberikan pesan kuat yang dibutuhkan. Namun, dia tidak menjelaskan keputusan yang akan diambil dan pembatasan yang akan dilakukan. (Baca juga: Doa untuk Pengantin Baru Beserta Maknanya)
Sebagai kebijakan sementara, restoran dan tempat-tempat karaoke di area Tokyo diminta tutup pada pukul 08.00 malam, sementara tempat bisnis yang menyajikan alkohol harus tutup pada pukul 07.00 malam. Jika keadaan darurat diumumkan, itu akan menjadi kedua kalinya bagi Jepang memasuki keadaan darurat terkait pandemi COVID-19. Keadaan darurat yang pertama berlangsung selama lebih dari sebulan musim semi lalu, ketika sekolah dan bisnis yang tidak penting diminta untuk tutup.
Jepang mengandalkan penutupan sukarela dan pembatasan perjalanan daripada menempuh jenis tindakan penguncian yang kaku yang dilakukan di beberapa negara lain. Meskipun jumlah kasus COVID-19 di Jepang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan banyak negara di bagian Eropa dan Amerika, Suga menghadapi tantangan untuk menjadi tuan rumah Olimpiade di Tokyo musim panas ini setelah pandemi COVID-19 menyebabkan penundaan pertama Olimpiade pada 2020.
Akibat ketidakjelasan tersebut, banyak warga Tokyo mengalami kebingungan. “Kita akan menghadapi Olimpiade, tetapi justru ada status darurat. Ada apa ini?” ungkap Mii Mama, pengguna Twitter. (Baca juga: 5 Fakta Parosmia, Gejala Baru Covid-19)
Sementara itu, Korsel memperluas larangan pertemuan pribadi lebih dari empat orang di seluruh negeri. Selain itu, Korsel juga memperpanjang aturan menjaga jarak. Itu dikarenakan jumlah kasus harian meningkat kembali menjadi lebih dari 1.000 dalam empat hari.
Korsel telah mengalami lonjakan infeksi virus corona yang berkepanjangan selama gelombang terakhir, yang menyebabkan peningkatan tajam angka kematian. Negara gingseng itu melaporkan 1.020 kasus pada Minggu (3/1) tengah malam, sehingga total menjadi 64.264 infeksi, dengan 981 kematian. Hanya 657 kasus yang dilaporkan selama akhir pekan. Seorang pejabat kesehatan mengatakan bahwa gelombang ketiga infeksi baru-baru ini sedang diatasi.
Aturan jarak sosial diperpanjang yang diberlakukan di Seoul dan daerah sekitarnya meliputi pembatasan gereja, restoran, kafe, resor ski dan tempat lainnya. Perdana Menteri Chung Sye-kyun menyerukan upaya untuk mempersiapkan program vaksinasi negara. "Otoritas harus benar-benar siap untuk seluruh proses saat vaksin tiba, meliputi distribusi, penyimpanan, inokulasi dan tindak lanjut," kata Chung. (Lihat videonya: Bangkai Pesawat Diduga Air Asia Ditemukan di Kalteng)
Chung juga meminta kementerian kesehatan, keselamatan dan transportasi terkait untuk membantu mempercepat proses agar tidak menghadapi masalah seperti yang terlihat di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa. (Muh Shamil)
Rencana pemberlakuan status darurat seiring dengan peningkat kasus korona di negara tersebut. Tokyo pun seperti sangat khawatir jika mereka tidak mampu melaksanakan Olimpiade dan menjaga dampak krisis ekonomi. (Baca: Jepang Larang Masuk Warga Asing Setelah Varian Baru Covid-19 Tiba)
Kyodo News melaporkan persiapan status darurat sedang dimulai. Itu akan dimulai efektif pada 9 Januari mendatang dan berlangsung selama satu bulan. Penduduk Tokyo dan sekitarnya pun diminta menahan diri di rumah serta tidak berpegian kecuali untuk keperluan penting.
“Keputusan pemberlakuan status darurat akan dilaksanakan secepatnya setelah mendengar pendapat para pakar,” kata Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura, yang bertanggungjawab dalam penanganan korona, dilansir Rueters.
Status darurat itu merupakan kebalikan dari kebijakan Perdana Menteri (PM) Yoshihide Suga, yang menantang langkah tegas itu dan mendapatkan kritik karena bergerak lambat.
Jepang mengalami 4.520 kasus baru pada akhir tahun lalu di Tokyo. Kasus baru pun terus bermunculan. “Selama tiga pekan libur tahun baru, kasus tidak menunjukkan penurunan di Tokyo,” kata Suga. Dia mengatakan, pemerintah perlu memberikan pesan kuat yang dibutuhkan. Namun, dia tidak menjelaskan keputusan yang akan diambil dan pembatasan yang akan dilakukan. (Baca juga: Doa untuk Pengantin Baru Beserta Maknanya)
Sebagai kebijakan sementara, restoran dan tempat-tempat karaoke di area Tokyo diminta tutup pada pukul 08.00 malam, sementara tempat bisnis yang menyajikan alkohol harus tutup pada pukul 07.00 malam. Jika keadaan darurat diumumkan, itu akan menjadi kedua kalinya bagi Jepang memasuki keadaan darurat terkait pandemi COVID-19. Keadaan darurat yang pertama berlangsung selama lebih dari sebulan musim semi lalu, ketika sekolah dan bisnis yang tidak penting diminta untuk tutup.
Jepang mengandalkan penutupan sukarela dan pembatasan perjalanan daripada menempuh jenis tindakan penguncian yang kaku yang dilakukan di beberapa negara lain. Meskipun jumlah kasus COVID-19 di Jepang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan banyak negara di bagian Eropa dan Amerika, Suga menghadapi tantangan untuk menjadi tuan rumah Olimpiade di Tokyo musim panas ini setelah pandemi COVID-19 menyebabkan penundaan pertama Olimpiade pada 2020.
Akibat ketidakjelasan tersebut, banyak warga Tokyo mengalami kebingungan. “Kita akan menghadapi Olimpiade, tetapi justru ada status darurat. Ada apa ini?” ungkap Mii Mama, pengguna Twitter. (Baca juga: 5 Fakta Parosmia, Gejala Baru Covid-19)
Sementara itu, Korsel memperluas larangan pertemuan pribadi lebih dari empat orang di seluruh negeri. Selain itu, Korsel juga memperpanjang aturan menjaga jarak. Itu dikarenakan jumlah kasus harian meningkat kembali menjadi lebih dari 1.000 dalam empat hari.
Korsel telah mengalami lonjakan infeksi virus corona yang berkepanjangan selama gelombang terakhir, yang menyebabkan peningkatan tajam angka kematian. Negara gingseng itu melaporkan 1.020 kasus pada Minggu (3/1) tengah malam, sehingga total menjadi 64.264 infeksi, dengan 981 kematian. Hanya 657 kasus yang dilaporkan selama akhir pekan. Seorang pejabat kesehatan mengatakan bahwa gelombang ketiga infeksi baru-baru ini sedang diatasi.
Aturan jarak sosial diperpanjang yang diberlakukan di Seoul dan daerah sekitarnya meliputi pembatasan gereja, restoran, kafe, resor ski dan tempat lainnya. Perdana Menteri Chung Sye-kyun menyerukan upaya untuk mempersiapkan program vaksinasi negara. "Otoritas harus benar-benar siap untuk seluruh proses saat vaksin tiba, meliputi distribusi, penyimpanan, inokulasi dan tindak lanjut," kata Chung. (Lihat videonya: Bangkai Pesawat Diduga Air Asia Ditemukan di Kalteng)
Chung juga meminta kementerian kesehatan, keselamatan dan transportasi terkait untuk membantu mempercepat proses agar tidak menghadapi masalah seperti yang terlihat di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa. (Muh Shamil)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda