Covid-19 dan Perang Membuat 270 Juta Warga Dunia Terancam Kelaparan
Jum'at, 11 Desember 2020 - 06:38 WIB
ROMA - Tantangan masyarakat dunia di tengah pandemi Covid-19 kian berat. David Beasley, peraih Nobel Perdamaian yang juga Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (WFP) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperingatkan setidaknya ada 270 juta warga dunia kini terancam kelaparan . Selain karena Covid-19, kelaparan itu diakibatkan perang, perubahan iklim, dan penyalahgunaan krisis pangan sebagai senjata politik.
Jumlah warga yang terancam kelaparan ini meningkat sekitar 35 juta dari prediksi sebelumnya sebanyak 135 juta orang. “Kegagalan kita dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat akan menciptakan pandemi yang lebih dahsyat dibandingkan Covid-19. Saat ini, sedikitnya 270 warga dunia terancam kelaparan,” ujar Beasley, dikutip Euronews. (Baca: Taubat Sebagai Jalan Keluar Masalah)
Tahun lalu, WFP menyalurkan bantuan pangan terhadap 97 juta warga di seluruh dunia. Atas aksi itu, WFP menerima penghargaan Nobel Perdamaian pada 9 Oktober. Selain itu, WFP berupaya keras memutus penyalahgunaan krisis pangan sebagai senjata politik di wilayah konflik.
Kepala Komite Nobel Berit Reiss-Andersen juga mengatakan sikap unilateral WFP diperlukan untuk mengatasi masalah dunia. “Dengan mewabahnya virus corona Covid-19 dan berubahnya sikap setiap negara menjadi nasionalis, WFP menjadi pelopor terdepan dalam mengampanyekan kerja sama dan komitmen internasional. Hal ini sangat diperlukan mengingat kita memiliki permasalahan dan kepentingan yang sama,” kata Reiss-Andersen.
Beasley menambahkan, penerimaan penghargaan bergengsi itu bukan sekadar pengakuan, tapi desakan untuk melakukan upaya yang lebih maksimal. Permasalahan pangan juga tidak dapat diselesaikan sendirian. Faktanya, krisis pangan dapat menimbulkan kekacauan ke berbagai wilayah hingga terjadinya imigrasi. (Baca juga: Lulus Kuliah Ingin Dapat Pekerjaan yang Diimpikan, Ini Kuncinya?)
WFP menyatakan beberapa wilayah yang rentan terkena krisis pangan ialah Burkina Faso, Sudan Selatan, Nigeria, dan Yaman. Bahkan, jutaan warga Yaman mengalami malnutrisi akibat kurangnya aliran dana selama Covid-19. Akses menuju Yaman juga banyak mengalami tantangan karena ditutup negara tetangga.
Yaman kini sedang dilanda perang sipil antara tentara pendukung Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi dan tentara mantan Presiden Ali Abdullah Saleh sejak 2015. Menurut PBB dan sumber lainnya, jumlah korban tewas mencapai 10.000 orang dari Maret 2015-November 2017, termasuk di dalamnya 5.200 warga sipil.
“Saat ini, ratusan juta warga dunia di ambang kelaparan,” ujar Beasley. “Di pihak lain, kita memegang kekayaan sekitar USD400 triliun. Selama pandemi, pundi-pundi kekayaan sekelompok orang naik sekitar USD2,7 triliun dalam 90 hari. Kita hanya perlu menyumbangkan USD5 miliar untuk menyelamatkan saudara kita.”
Sebelumnya, WFP menyatakan lebih dari 30 negara berkembang pernah mengalami musibah kelaparan, 10 di antaranya ekstrem. Kondisinya sangat memprihatinkan. Menurut Beasley, beberapa orang di wilayah itu bahkan tidak makan berhari-hari, menderita sakit, dan meninggal dunia akibat kurangnya nutrisi. (Baca juga: Ampuh Tingkatkan Imunitas, Bagaimana Vaksin Bekerja?)
Jumlah warga yang terancam kelaparan ini meningkat sekitar 35 juta dari prediksi sebelumnya sebanyak 135 juta orang. “Kegagalan kita dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat akan menciptakan pandemi yang lebih dahsyat dibandingkan Covid-19. Saat ini, sedikitnya 270 warga dunia terancam kelaparan,” ujar Beasley, dikutip Euronews. (Baca: Taubat Sebagai Jalan Keluar Masalah)
Tahun lalu, WFP menyalurkan bantuan pangan terhadap 97 juta warga di seluruh dunia. Atas aksi itu, WFP menerima penghargaan Nobel Perdamaian pada 9 Oktober. Selain itu, WFP berupaya keras memutus penyalahgunaan krisis pangan sebagai senjata politik di wilayah konflik.
Kepala Komite Nobel Berit Reiss-Andersen juga mengatakan sikap unilateral WFP diperlukan untuk mengatasi masalah dunia. “Dengan mewabahnya virus corona Covid-19 dan berubahnya sikap setiap negara menjadi nasionalis, WFP menjadi pelopor terdepan dalam mengampanyekan kerja sama dan komitmen internasional. Hal ini sangat diperlukan mengingat kita memiliki permasalahan dan kepentingan yang sama,” kata Reiss-Andersen.
Beasley menambahkan, penerimaan penghargaan bergengsi itu bukan sekadar pengakuan, tapi desakan untuk melakukan upaya yang lebih maksimal. Permasalahan pangan juga tidak dapat diselesaikan sendirian. Faktanya, krisis pangan dapat menimbulkan kekacauan ke berbagai wilayah hingga terjadinya imigrasi. (Baca juga: Lulus Kuliah Ingin Dapat Pekerjaan yang Diimpikan, Ini Kuncinya?)
WFP menyatakan beberapa wilayah yang rentan terkena krisis pangan ialah Burkina Faso, Sudan Selatan, Nigeria, dan Yaman. Bahkan, jutaan warga Yaman mengalami malnutrisi akibat kurangnya aliran dana selama Covid-19. Akses menuju Yaman juga banyak mengalami tantangan karena ditutup negara tetangga.
Yaman kini sedang dilanda perang sipil antara tentara pendukung Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi dan tentara mantan Presiden Ali Abdullah Saleh sejak 2015. Menurut PBB dan sumber lainnya, jumlah korban tewas mencapai 10.000 orang dari Maret 2015-November 2017, termasuk di dalamnya 5.200 warga sipil.
“Saat ini, ratusan juta warga dunia di ambang kelaparan,” ujar Beasley. “Di pihak lain, kita memegang kekayaan sekitar USD400 triliun. Selama pandemi, pundi-pundi kekayaan sekelompok orang naik sekitar USD2,7 triliun dalam 90 hari. Kita hanya perlu menyumbangkan USD5 miliar untuk menyelamatkan saudara kita.”
Sebelumnya, WFP menyatakan lebih dari 30 negara berkembang pernah mengalami musibah kelaparan, 10 di antaranya ekstrem. Kondisinya sangat memprihatinkan. Menurut Beasley, beberapa orang di wilayah itu bahkan tidak makan berhari-hari, menderita sakit, dan meninggal dunia akibat kurangnya nutrisi. (Baca juga: Ampuh Tingkatkan Imunitas, Bagaimana Vaksin Bekerja?)
tulis komentar anda