Mata Bayar Mata, Wanita Iran Divonis Buta karena Butakan Seorang Pria
Sabtu, 09 Mei 2020 - 01:14 WIB
TEHERAN - Sebuah pengadilan di Iran menjatuhkan hukuman pembutaan mata terhadap orang wanita. Vonis itu sebagai hukuman karena terdakwa membutakan mata seorang pria dalam serangan asam enam tahun silam.
Vonis pengadilan dilaporkan kantor berita Rokna, media yang dikelola pemerintah, pada Selasa lalu dan dilansir Al Arabiya, Jumat (8/5/2020). Nama terdakwa dan korban tidak disebutkan.
Pada tahun 2014, terdakwa yang berusia 30 tahun melemparkan cairan asam ke wajah seorang pria berusia 33 tahun di kota Mashhad. Keduanya sejatinya adalah pasangan yang sudah menikah secara sementara atau dikenal sebagai kawin kontrak dan berencana menikah secara resmi.
Menurut laporan Rokna, terdakwa yang merupakan instruktur seni bela diri, sedang berusaha membalas dendam terhadap korban.
Selama interogasi polisi, wanita itu mengatakan bahwa dia telah mengakhiri pernikahannya yang terdahulu dan telah memberikan hak asuh anaknya kepada mantan suaminya demi hidup bersama dengan pria yang akhirnya jadi korban serangan asam olehnya.
Terdakwa dan korban sudah menjalin pernikahan sementara dan membuat rencana untuk menikah secara resmi. Di luar dugaan, korban atau pria tersebut justru menikah dengan wanita lain beberapa bulan kemudian.
Pernikahan sementara atau sigheh (mut'ah) adalah praktik yang menyatukan pria dan wanita sebagai suami dan istri untuk waktu yang terbatas. Pernikahan sementara—yang dapat berlangsung selama beberapa jam, berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahun-tahun—sejatinya dilarang keras dalam Islam terutama di kalangan Sunni.
"Saya telah menghancurkan hidup saya karena cinta jalanan...Saya menyusun rencana untuk balas dendam dan memikatnya ke sebuah bangunan di Masyhad dan melemparkan asam kepadanya di sana," tulis Rokna mengutip pengakuan terdakwa selama interogasi polisi.
Vonis pembuataan mata atas perbuatan serupa itu dikenal sebagai qisas. Praktik hukuman seperti itu masih terjadi di Iran.
Hukuman serupa dilakukan untuk pertama kalinya di Iran pada 2015 ketika seorang pria dihukum dengan dibutakan satu matanya karena telah membutakan pria lain dalam serangan asam.
Otoritas hukum Republik Islam Iran memandang pembutaan sebagai pencegah yang efektif terhadap serangan asam. Namun, kelompok-kelompok HAM, termasuk Amnesty International, mengutuknya sebagai praktik hukum yang biadab.
Vonis pengadilan dilaporkan kantor berita Rokna, media yang dikelola pemerintah, pada Selasa lalu dan dilansir Al Arabiya, Jumat (8/5/2020). Nama terdakwa dan korban tidak disebutkan.
Pada tahun 2014, terdakwa yang berusia 30 tahun melemparkan cairan asam ke wajah seorang pria berusia 33 tahun di kota Mashhad. Keduanya sejatinya adalah pasangan yang sudah menikah secara sementara atau dikenal sebagai kawin kontrak dan berencana menikah secara resmi.
Menurut laporan Rokna, terdakwa yang merupakan instruktur seni bela diri, sedang berusaha membalas dendam terhadap korban.
Selama interogasi polisi, wanita itu mengatakan bahwa dia telah mengakhiri pernikahannya yang terdahulu dan telah memberikan hak asuh anaknya kepada mantan suaminya demi hidup bersama dengan pria yang akhirnya jadi korban serangan asam olehnya.
Terdakwa dan korban sudah menjalin pernikahan sementara dan membuat rencana untuk menikah secara resmi. Di luar dugaan, korban atau pria tersebut justru menikah dengan wanita lain beberapa bulan kemudian.
Pernikahan sementara atau sigheh (mut'ah) adalah praktik yang menyatukan pria dan wanita sebagai suami dan istri untuk waktu yang terbatas. Pernikahan sementara—yang dapat berlangsung selama beberapa jam, berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahun-tahun—sejatinya dilarang keras dalam Islam terutama di kalangan Sunni.
"Saya telah menghancurkan hidup saya karena cinta jalanan...Saya menyusun rencana untuk balas dendam dan memikatnya ke sebuah bangunan di Masyhad dan melemparkan asam kepadanya di sana," tulis Rokna mengutip pengakuan terdakwa selama interogasi polisi.
Vonis pembuataan mata atas perbuatan serupa itu dikenal sebagai qisas. Praktik hukuman seperti itu masih terjadi di Iran.
Hukuman serupa dilakukan untuk pertama kalinya di Iran pada 2015 ketika seorang pria dihukum dengan dibutakan satu matanya karena telah membutakan pria lain dalam serangan asam.
Otoritas hukum Republik Islam Iran memandang pembutaan sebagai pencegah yang efektif terhadap serangan asam. Namun, kelompok-kelompok HAM, termasuk Amnesty International, mengutuknya sebagai praktik hukum yang biadab.
(min)
tulis komentar anda