Dorongan AS untuk Normalisasi Hubungan dengan Israel Bikin Sudan Terpecah
Minggu, 01 November 2020 - 23:59 WIB
KHARTOUM - Pemerintah sementara Sudan yang rapuh, kini terpecah belah secara tajam terkait normalisasi hubungan dengan Israel . Hal ini karena Khartoum berada di bawah tekanan kuat dari Amerika Serikat (AS) untuk menjadi negara Arab ketiga yang melakukan normalisasi dengan Israel dalam waktu singkat, setelah Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.
Dorongan Washington untuk hubungan Sudan-Israel adalah bagian dari kampanye untuk mencetak pencapaian kebijakan luar negeri, menjelang pemilihan presiden AS pada November.
(Baca: Normalisasi Hubungan Sudan-Israel Picu Kontroversi )
Sudan tampak seperti target alami untuk kampanye tekanan karena pengaruh AS. Upaya putus asa Khartoum untuk dihapus dari daftar negara sponsor terorisme AS. Sudan hanya bisa mendapatkan pinjaman dan bantuan internasional yang penting untuk menghidupkan kembali ekonominya yang terpukul, begitu noda itu hilang.
Para pemimpin penting militer Sudan, yang memerintah bersama dengan para teknokrat sipil di Dewan Berdaulat, semakin vokal dalam mendukung normalisasi dengan Israel sebagai bagian dari kesepakatan cepat dengan Washington menjelang pemilihan AS.
Tapi, pejabat tinggi sipil dalam koalisi berpendapat bahwa pemerintahan transisi tidak memiliki mandat untuk memutuskan masalah kebijakan luar negeri sebesar ini.
Beberapa pejabat Sudan, yang berbicara tanpa menyebut nama karena mereka tidak berwenang untuk memberi pengarahan kepada media, mengatakan, bahwa para pemimpin sipil lebih suka menunggu kesepakatan apa pun sampai setelah pemilihan umum AS.
Para pejabat mengatakan, para pemimpin militer mengupayakan kesepakatan cepat AS-Sudan, termasuk normalisasi dengan Israel, dengan imbalan paket bantuan. Para pejabat tersebut mengatakan kekhawatiran militer akan insentif yang ditawarkan sekarang dapat ditarik setelah pemilihan AS.
(Baca: Netanyahu: Utusan Israel Akan Sambangi Sudan )
Osman Mirghani, seorang analis Sudan sepakat bahwa Khartoum tidak memiliki waktu yang tidak terbatas untuk memutuskan. “Tawaran insentif AS, tidak akan bertahan lama. Ini terkait pemilihan presiden AS di satu sisi dan banyaknya negara Arab yang melakukan normalisasi," ucapnya, seperti dilansir Channel News Asia.
Penunjukan Sudan sebagai "negara sponsor terorisme" sendiri dimulai pada tahun 1990-an, ketika negara itu secara singkat menjamu Osama bin Laden dan militan lainnya yang dicari AS. Sudan juga diyakini telah menjadi saluran pipa bagi Iran untuk memasok senjata kepada militan Palestina di Jalur Gaza.
Dengan pemimpin otokratis lama Sudan, Omar al-Bashir digulingkan dan menghadapi kejahatan perang dan tuduhan lainnya, otoritas transisi Sudan percaya bahwa alasan di balik daftar terorisme telah menguap. Tetapi, banyak orang di AS berpendapat bahwa Sudan harus menebus tindakan pemerintah sebelumnya.
Dorongan Washington untuk hubungan Sudan-Israel adalah bagian dari kampanye untuk mencetak pencapaian kebijakan luar negeri, menjelang pemilihan presiden AS pada November.
(Baca: Normalisasi Hubungan Sudan-Israel Picu Kontroversi )
Sudan tampak seperti target alami untuk kampanye tekanan karena pengaruh AS. Upaya putus asa Khartoum untuk dihapus dari daftar negara sponsor terorisme AS. Sudan hanya bisa mendapatkan pinjaman dan bantuan internasional yang penting untuk menghidupkan kembali ekonominya yang terpukul, begitu noda itu hilang.
Para pemimpin penting militer Sudan, yang memerintah bersama dengan para teknokrat sipil di Dewan Berdaulat, semakin vokal dalam mendukung normalisasi dengan Israel sebagai bagian dari kesepakatan cepat dengan Washington menjelang pemilihan AS.
Tapi, pejabat tinggi sipil dalam koalisi berpendapat bahwa pemerintahan transisi tidak memiliki mandat untuk memutuskan masalah kebijakan luar negeri sebesar ini.
Beberapa pejabat Sudan, yang berbicara tanpa menyebut nama karena mereka tidak berwenang untuk memberi pengarahan kepada media, mengatakan, bahwa para pemimpin sipil lebih suka menunggu kesepakatan apa pun sampai setelah pemilihan umum AS.
Para pejabat mengatakan, para pemimpin militer mengupayakan kesepakatan cepat AS-Sudan, termasuk normalisasi dengan Israel, dengan imbalan paket bantuan. Para pejabat tersebut mengatakan kekhawatiran militer akan insentif yang ditawarkan sekarang dapat ditarik setelah pemilihan AS.
(Baca: Netanyahu: Utusan Israel Akan Sambangi Sudan )
Osman Mirghani, seorang analis Sudan sepakat bahwa Khartoum tidak memiliki waktu yang tidak terbatas untuk memutuskan. “Tawaran insentif AS, tidak akan bertahan lama. Ini terkait pemilihan presiden AS di satu sisi dan banyaknya negara Arab yang melakukan normalisasi," ucapnya, seperti dilansir Channel News Asia.
Penunjukan Sudan sebagai "negara sponsor terorisme" sendiri dimulai pada tahun 1990-an, ketika negara itu secara singkat menjamu Osama bin Laden dan militan lainnya yang dicari AS. Sudan juga diyakini telah menjadi saluran pipa bagi Iran untuk memasok senjata kepada militan Palestina di Jalur Gaza.
Dengan pemimpin otokratis lama Sudan, Omar al-Bashir digulingkan dan menghadapi kejahatan perang dan tuduhan lainnya, otoritas transisi Sudan percaya bahwa alasan di balik daftar terorisme telah menguap. Tetapi, banyak orang di AS berpendapat bahwa Sudan harus menebus tindakan pemerintah sebelumnya.
(esn)
tulis komentar anda