Gerakan Boikot Produk Prancis Raih Momentum di Bangladesh
Selasa, 27 Oktober 2020 - 23:01 WIB
DHAKA - Gerakan boikot produk-produk Prancis meraih momentum di Bangladesh , negara mayoritas Muslim terbesar ketiga di dunia.
Saat ini umat Islam di penjuru dunia mengecam komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mendukung penerbitan kembali karikator yang menghina Nabi Muhammad SAW.
Karikatur yang dirilis Charlie Hebdo pada 2015 menjadi sorotan kembali setelah seorang guru Prancis, Samuel Paty, dibunuh pekan lalu oleh seorang remaja asal Chechnya setelah guru itu menampilkan kartun itu di kelasnya untuk membahas kebebasan berpendapat. Penyerang itu kemudian ditembak mati oleh polisi.
Rabu lalu, Macron mengatakan dia tidak akan mencegah penerbitan kartun itu dengan dalih kebebasan berbicara yang memicu kemarahan di dunia Muslim.
Muslim Prancis menuduhnya mencoba menekan agama Islam dan melegitimasi Islamofobia.
Beberapa negara Arab serta Turki dan Pakistan juga mengutuk sikap Macron terhadap Muslim dan Islam, dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pemimpin Prancis itu membutuhkan "pemeriksaan kesehatan mental."
Di Bangladesh, puluhan ribu pengunjuk rasa menggelar pawai menuju Kedutaan Besar Prancis di Dhaka pada Selasa (27/10) untuk menunjukkan keberatan mereka yang kuat terhadap pernyataan tersebut. Para demonstran juga meminta orang-orang untuk memboikot produk-produk Prancis.
Bangladesh merupakan konsumen utama parfum dan kosmetik dari Prancis. (Baca Juga: Arab Saudi Kecam Kartun yang Menghina Nabi Muhammad SAW)
Pengunjuk rasa pada Minggu di ibu kota Bangladesh, Dhaka, meminta presiden Prancis meminta maaf atas pernyataannya. “Sebagai salah satu negara Eropa papan teratas, Prancis tahu betul bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin terbesar bagi umat Islam di seluruh dunia,” ujar Khalilur Rahman Madani, penyelenggara Partai Islam Gabungan, kepada Anadolu Agency. (Lihat Infografis: Daftar Produk Prancis yang Berpotensi Diboikot Dunia Muslim)
Dia menyebut gerakan memboikot produk Prancis itu merupakan aksi "damai". (Lihat Video: Jelang Libur Panjang, Penumpang Sejumlah Transportasi Meningkat)
Dalam unjuk rasa pada Minggu, mahasiswa Universitas Dhaka berkumpul di ibu kota untuk memprotes penerbitan karikatur Nabi Muhammad yang disponsori negara di Prancis.
Mereka meminta Kementerian Luar Negeri Bangladesh untuk memanggil duta besar Prancis.
Saleh Uddin Sifat, seorang mahasiswa hukum di universitas tersebut mengatakan, "Kami percaya pada kebebasan berekspresi dan pers, tetapi menghina keyakinan dan agama seseorang tidak boleh diterima. Kami menemukan ini dalam kartun propaganda anti-Semit Nazi Jerman."
Dorongan boikot itu berdampak pada perdagangan produk Prancis di Bangladesh, menurut para pedagang.
“Kami biasanya melihat orang bertanya tentang asal produk untuk menilai kualitasnya. Tapi selama beberapa hari terakhir, kami melihat beberapa orang bertanya apakah produk itu dari Prancis,” ungkap Md Sirajul Islam, pedagang produk kosmetik di Mal Perbelanjaan Pasar Baru Dhaka, kepada Anadolu.
Dia menambahkan, “Saya menjual banyak parfum Prancis, tetapi sekarang permintaannya telah mencapai titik terendah.”
Saat ini umat Islam di penjuru dunia mengecam komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mendukung penerbitan kembali karikator yang menghina Nabi Muhammad SAW.
Karikatur yang dirilis Charlie Hebdo pada 2015 menjadi sorotan kembali setelah seorang guru Prancis, Samuel Paty, dibunuh pekan lalu oleh seorang remaja asal Chechnya setelah guru itu menampilkan kartun itu di kelasnya untuk membahas kebebasan berpendapat. Penyerang itu kemudian ditembak mati oleh polisi.
Rabu lalu, Macron mengatakan dia tidak akan mencegah penerbitan kartun itu dengan dalih kebebasan berbicara yang memicu kemarahan di dunia Muslim.
Muslim Prancis menuduhnya mencoba menekan agama Islam dan melegitimasi Islamofobia.
Beberapa negara Arab serta Turki dan Pakistan juga mengutuk sikap Macron terhadap Muslim dan Islam, dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pemimpin Prancis itu membutuhkan "pemeriksaan kesehatan mental."
Di Bangladesh, puluhan ribu pengunjuk rasa menggelar pawai menuju Kedutaan Besar Prancis di Dhaka pada Selasa (27/10) untuk menunjukkan keberatan mereka yang kuat terhadap pernyataan tersebut. Para demonstran juga meminta orang-orang untuk memboikot produk-produk Prancis.
Bangladesh merupakan konsumen utama parfum dan kosmetik dari Prancis. (Baca Juga: Arab Saudi Kecam Kartun yang Menghina Nabi Muhammad SAW)
Pengunjuk rasa pada Minggu di ibu kota Bangladesh, Dhaka, meminta presiden Prancis meminta maaf atas pernyataannya. “Sebagai salah satu negara Eropa papan teratas, Prancis tahu betul bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin terbesar bagi umat Islam di seluruh dunia,” ujar Khalilur Rahman Madani, penyelenggara Partai Islam Gabungan, kepada Anadolu Agency. (Lihat Infografis: Daftar Produk Prancis yang Berpotensi Diboikot Dunia Muslim)
Dia menyebut gerakan memboikot produk Prancis itu merupakan aksi "damai". (Lihat Video: Jelang Libur Panjang, Penumpang Sejumlah Transportasi Meningkat)
Dalam unjuk rasa pada Minggu, mahasiswa Universitas Dhaka berkumpul di ibu kota untuk memprotes penerbitan karikatur Nabi Muhammad yang disponsori negara di Prancis.
Mereka meminta Kementerian Luar Negeri Bangladesh untuk memanggil duta besar Prancis.
Saleh Uddin Sifat, seorang mahasiswa hukum di universitas tersebut mengatakan, "Kami percaya pada kebebasan berekspresi dan pers, tetapi menghina keyakinan dan agama seseorang tidak boleh diterima. Kami menemukan ini dalam kartun propaganda anti-Semit Nazi Jerman."
Dorongan boikot itu berdampak pada perdagangan produk Prancis di Bangladesh, menurut para pedagang.
“Kami biasanya melihat orang bertanya tentang asal produk untuk menilai kualitasnya. Tapi selama beberapa hari terakhir, kami melihat beberapa orang bertanya apakah produk itu dari Prancis,” ungkap Md Sirajul Islam, pedagang produk kosmetik di Mal Perbelanjaan Pasar Baru Dhaka, kepada Anadolu.
Dia menambahkan, “Saya menjual banyak parfum Prancis, tetapi sekarang permintaannya telah mencapai titik terendah.”
(sya)
tulis komentar anda