Biden Akui Trump Bisa Menang karena Strategi yang Dimainkannya
Selasa, 27 Oktober 2020 - 11:15 WIB
WASHINGTON - Calon presiden (capres) dari Partai Demokrat Joe Biden mengatakan Presiden Donald Trump masih memiliki kesempatan menang pada pemilu presiden 2020 karena strategi mendelegitimasi hasil pemilu yang dimainkannya.
“Saya salah seorang yang berkompetisi, strategi delegitimasi tidak pernah berhenti hingga bel berbunyi,” kata Biden dalam wawancara dengan stasiun CBS. “Saya merasa sulit memprediksi ketika pertarungan akan semakin ketat,” paparnya ketika ditanyakan apakah Biden mungkin bisa dikalahkan Trump. (Baca: Bolehkah Seorang Istri Menunda Kehamilan?)
Namun demikian, Biden mengakui dirinya sangat yakin dan percaya diri. “Kita merasa cukup bagus di mana kita berada,” katanya. Hanya saja, dia mengakui tidak akan mengabaikan permainan dan strategi yang dimainkan Trump. Fokus utama strategi Trump adalah mendelegitimasi pemilu sehingga itu akan membuat orang untuk memberikan suaranya. “Itu hanya faktor intimasi semata,” kata Biden.
Selain itu, Trump juga selalu berusaha menyebarkan wacana untuk mempertanyakan legitimasi pemungutan suara melalui surat. Dia menyatakan, klaim palsu itu untuk menunjukkan bagaimana dia memberikan suara. “Apa yang sebenarnya menyenangkan bagi saya adalah semakin banyak negara bagian yang melaksanakan pemungutan suara lebih awal,” tutur Biden.
Komentar Biden itu bersamaan dengan popularitasnya yang semakin naik dalam jajak pendapat. Dia juga terus dinyatakan sebagai pemenang dalam jajak pendapat di negara bagian yang menjadi pertarungan sengit. Biden juga terus berkampanye dengan agenda seperti Georgia pada Selasa (hari ini waktu setempat) dan Texas pada Jumat mendatang bersama calon wakil presidennya, Senator Kamala Harris. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet Tersendat, Perhimpunan Guru: Kemendikbud Tak Serius)
Biden diprediksi telah mendapatkan 270 suara elektoral. Namun, dia juga harus berjuang untuk membantu kampanye kandidat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senat dan pertarungan anggota parlemen di negara bagian.
“Saya berharap akan banyak orang yang memberikan suara untuk saya karena saya adalah pemenangnya,” kata Biden. “Tapi, saya pikir hal kontras dengan Trump dan saya adalah nilai yang diperjuangkan dan bagaimana kita melihat dunia,” katanya.
Dalam pandangan Clodagh Harrington, pakar politik AS dari Universitas De Montfort di Leicester,mengatakan ketika orang percaya pada jajak pendapat yang dianggap bukan sebagai suara. “Orang yang ditanya saat jajak pendapat, mereka bisa berubah pikiran ketika memberikan pilihan ketika memberikan suara,” katanya dilansir BBC. (Baca juga: Tips Tetap Sehat Selama Libur Panjang di Tengah Pandemi)
Apalagi dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos menyatakan satu dari 10 pendukung Trump dan Biden menyatakan mereka tidak akan menerima hasil pemilu November mendatang. 43% pendukung Biden menyatakan tidak akan menerima kemenangan Trump. Kemudian, 41% rakyat AS juga menginginkan Trump terpilih kembali serta tidak akan menerima kemenangan Biden.
Analis politik Universitas Columbia Donald Green mengatakan, hasil pemilu itu memicu kekhawatiran kekerasan dan kerusuhan selepas pemilu. Namun, dia memperingatkan tuduhan kecurangan pemilu yang dilontarkan salah satu kandidat bisa memicu protes yang lebih luas. “Itulah kenapa banyak orang yang menentang Trump akan menahan hafas dan berharap hasil pemilu tidak direbut mereka,” kata Green.
Strategi kampanye Trump memang berbeda dengan Joe Biden dari Partai Demokrat. Di saat Biden hanya fokus menarik peserta kampanye dalam jumlah terbatas, Trump tetap menarik kerumunan massa. Meskipun dia sudah dinyatakan pulih dari Covid-19, tetapi belum dinyatakan negatif, Trump tetap menggunakan strategi massa. (Lihat videonya: Pemprov DKI Putuskan Perpanjang Masa PSBB Transisi)
“Kita akan melakukan banyak hal berbeda dan cara yang berbeda. Bagaimana mereka bisa bermanifes dengan keterlibatan presiden yang kini dalam proses pemulihan,” kata Hogan Gidley, Sekretaris Pers Nasional Kampanye Trump. (Andika H Mustaqim)
“Saya salah seorang yang berkompetisi, strategi delegitimasi tidak pernah berhenti hingga bel berbunyi,” kata Biden dalam wawancara dengan stasiun CBS. “Saya merasa sulit memprediksi ketika pertarungan akan semakin ketat,” paparnya ketika ditanyakan apakah Biden mungkin bisa dikalahkan Trump. (Baca: Bolehkah Seorang Istri Menunda Kehamilan?)
Namun demikian, Biden mengakui dirinya sangat yakin dan percaya diri. “Kita merasa cukup bagus di mana kita berada,” katanya. Hanya saja, dia mengakui tidak akan mengabaikan permainan dan strategi yang dimainkan Trump. Fokus utama strategi Trump adalah mendelegitimasi pemilu sehingga itu akan membuat orang untuk memberikan suaranya. “Itu hanya faktor intimasi semata,” kata Biden.
Selain itu, Trump juga selalu berusaha menyebarkan wacana untuk mempertanyakan legitimasi pemungutan suara melalui surat. Dia menyatakan, klaim palsu itu untuk menunjukkan bagaimana dia memberikan suara. “Apa yang sebenarnya menyenangkan bagi saya adalah semakin banyak negara bagian yang melaksanakan pemungutan suara lebih awal,” tutur Biden.
Komentar Biden itu bersamaan dengan popularitasnya yang semakin naik dalam jajak pendapat. Dia juga terus dinyatakan sebagai pemenang dalam jajak pendapat di negara bagian yang menjadi pertarungan sengit. Biden juga terus berkampanye dengan agenda seperti Georgia pada Selasa (hari ini waktu setempat) dan Texas pada Jumat mendatang bersama calon wakil presidennya, Senator Kamala Harris. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet Tersendat, Perhimpunan Guru: Kemendikbud Tak Serius)
Biden diprediksi telah mendapatkan 270 suara elektoral. Namun, dia juga harus berjuang untuk membantu kampanye kandidat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senat dan pertarungan anggota parlemen di negara bagian.
“Saya berharap akan banyak orang yang memberikan suara untuk saya karena saya adalah pemenangnya,” kata Biden. “Tapi, saya pikir hal kontras dengan Trump dan saya adalah nilai yang diperjuangkan dan bagaimana kita melihat dunia,” katanya.
Dalam pandangan Clodagh Harrington, pakar politik AS dari Universitas De Montfort di Leicester,mengatakan ketika orang percaya pada jajak pendapat yang dianggap bukan sebagai suara. “Orang yang ditanya saat jajak pendapat, mereka bisa berubah pikiran ketika memberikan pilihan ketika memberikan suara,” katanya dilansir BBC. (Baca juga: Tips Tetap Sehat Selama Libur Panjang di Tengah Pandemi)
Apalagi dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos menyatakan satu dari 10 pendukung Trump dan Biden menyatakan mereka tidak akan menerima hasil pemilu November mendatang. 43% pendukung Biden menyatakan tidak akan menerima kemenangan Trump. Kemudian, 41% rakyat AS juga menginginkan Trump terpilih kembali serta tidak akan menerima kemenangan Biden.
Analis politik Universitas Columbia Donald Green mengatakan, hasil pemilu itu memicu kekhawatiran kekerasan dan kerusuhan selepas pemilu. Namun, dia memperingatkan tuduhan kecurangan pemilu yang dilontarkan salah satu kandidat bisa memicu protes yang lebih luas. “Itulah kenapa banyak orang yang menentang Trump akan menahan hafas dan berharap hasil pemilu tidak direbut mereka,” kata Green.
Strategi kampanye Trump memang berbeda dengan Joe Biden dari Partai Demokrat. Di saat Biden hanya fokus menarik peserta kampanye dalam jumlah terbatas, Trump tetap menarik kerumunan massa. Meskipun dia sudah dinyatakan pulih dari Covid-19, tetapi belum dinyatakan negatif, Trump tetap menggunakan strategi massa. (Lihat videonya: Pemprov DKI Putuskan Perpanjang Masa PSBB Transisi)
“Kita akan melakukan banyak hal berbeda dan cara yang berbeda. Bagaimana mereka bisa bermanifes dengan keterlibatan presiden yang kini dalam proses pemulihan,” kata Hogan Gidley, Sekretaris Pers Nasional Kampanye Trump. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
tulis komentar anda