Rusia Dituduh Gunakan Senjata Rahasia untuk Serang Agen CIA di Australia

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 00:10 WIB
Lobi Gedung Markas CIA di McLean, Virginia, Amerika Serikat. Foto/REUTERS/Larry Downing
WASHINGTON - Rusia dituduh menggunakan senjata rahasia untuk menyerang dua agen CIA (Badan Intelijen Pusat) Amerika Serikat (AS) di Australia. Senjata rahasia yang dimaksud adalah "microwave weapon (senjata gelombang mikro)".

Senjata itu dilaporkan telah digunakan di bawah kampanye serangan di seluruh dunia yang diduga menyebabkan cedera otak pada diplomat dan mata-mata Amerika. Washington menyebutnya sebagai " Sindrom Havana ". (Baca: AS Masih Selidiki Penyebab Penyakit Misterius Sindrom Havana )

Serangan yang menyebabkan "Sindrom Havana" telah dilaporkan terjadi selama bertahun-tahun setelah diplomat Amerika yang ditempatkan di Kuba tiba-tiba mulai mendengar kicauan dan suara jeritan aneh yang selalu terjadi saat mereka berada di rumah atau pun di hotel.

Yang terjadi selanjutnya sangat mengerikan, di mana para korban menderita sakit kepala, kehilangan daya ingat dan pendengaran, serta kesulitan tidur selama bertahun-tahun. Beberapa telah terikat kursi roda, sementara yang lain terpaksa mengenakan rompi pemberat untuk memperbaiki keseimbangan mereka. (Baca: Jet Tempur Siluman F-22 AS Cegat Pembom Rusia di Dekat Alaska )



Tapi serangan misterius seperti itu di tanah Australia tercatat sebagai yang pertama kali.

Menurut sebuah laporan di majalah GQ; The Mystery of the Immaculate Concussion, salah satu dari dua agen AS yang percaya bahwa mereka diserang adalah agen sangat senior yang termasuk di antara 5 pejabat peringkat tertinggi di CIA.

Jurnalis Julia Ioffe dari GQ mengatakan kedua agen CIA itu berada di Australia untuk mengadakan pembicaraan dengan ASIO (Australian Security Intelligence Organisation) dan badan intelijen lainnya di bawah aliansi berbagi intelijen Five Eyes dengan AS, Inggris, Kanada, dan Selandia Baru.

"Pada musim gugur 2019, dua pejabat tinggi CIA, keduanya dalam dinas klandestin, pergi ke Australia untuk bertemu dengan pejabat di badan mata-mata negara itu," tulis Ioffe. (Baca juga: Rusia Bantah Ingin Kacaukan Pemilu AS, Sebut Tuduhan Tak Berdasar )

"Saat berada di kamar hotel mereka di Australia, kedua orang Amerika itu merasakannya: suara aneh, tekanan di kepala mereka, dering di telinga mereka. Menurut sumber ini, mereka menjadi mual dan pusing," lanjut Ioffe yang dikutip news.com.au, Kamis (22/10/2020).

Petugas CIA lainnya, Marc Polymeropoulos, yang membantu menjalankan operasi klandestin di Rusia dan Eropa, mengklaim telah diserang pada Desember 2017 di Rusia.

Dia dilaporkan menderita vertigo parah di kamar hotelnya di Moskow dan menderita sakit kepala migrain yang memaksanya untuk pensiun dari CIA.

“Cedera ini, dan perawatan selanjutnya oleh pemerintah AS, telah menjadi mimpi buruk yang hidup bagi pegawai publik yang berdedikasi ini dan keluarga mereka,” kata Jeanne Shaheen, Senator Demokrat dari New Hampshire.

“Jelas sekali bagaimana musuh AS akan mendapatkan banyak keuntungan dari kekacauan, kesusahan, dan perpecahan yang mengikutinya," ujarnya.

Tapi kritikus tetap skeptis selama bertahun-tahun, menunjukkan "histeria massa" berada di balik laporan Kuba.

Tahun lalu, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of American Medicine Association menemukan bahwa gejala para korban tidak dapat dianggap sebagai psikosomatis.

“Di antara personel pemerintah AS di Havana, Kuba, dengan potensi paparan fenomena terarah teknik MRI otak tingkat lanjut mengungkapkan perbedaan pencitraan saraf yang signifikan dalam volume materi putih otak, volume materi abu-abu dan putih regional, integritas mikrostruktur jaringan serebelar, dan konektivitas fungsional dalam pendengaran dan subnetwork visuospasial tetapi tidak di subnetwork kontrol eksekutif," bunyi laporan studi tersebut.

"Kepentingan klinis dari perbedaan ini tidak pasti dan mungkin memerlukan studi lebih lanjut."

Untuk para korban, perjuangan untuk mendapatkan kompensasi dan perawatan medis terus berlanjut, di mana CIA masih menolak untuk menerima keterlibatan Rusia. Moskow sendiri belum berkomentar atas tuduhan seperti yang dilaporkan majalah tersebut.

Dalam sebuah pernyataan kepada GQ, departemen luar negeri AS mengatakan; “Keselamatan dan keamanan personel AS, keluarga mereka, dan warga AS adalah prioritas utama kami. Pemerintah AS belum menentukan penyebab atau aktor."
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More