Saudi Sukses Jinakkan Pandemi
Senin, 19 Oktober 2020 - 06:01 WIB
RIYADH - Arab Saudi sukses mengendalikan virus corona pada saat banyak negara masih kerepotan mengatasinya. Cara Saudi menerapkan pola hidup baru juga patut ditiru. Haji dan umrah yang mendatangkan ribuan orang terbukti mampu dilewati tanpa memicu kasus baru.
Sejak 4 Oktober lalu Saudi telah membuka kembali ibadah umrah. Dua pekan berselang atau setelah lebih dari 24.000 jamaah beribadah di kompleks Masjidilharam, Mekkah, tidak ada laporan satu pun penyebaran virus korona. Dengan begitu, mulai kemarin Saudi pun optimistis melaksanakan fase kedua dengan mengizinkan 15.000 jamaah umrah dan 40.000 jamaah salat lima waktu atau 75% dari kapasitas Masjidilharam.
Selama tiga jam, jamaah diizinkan beribadah untuk menyelesaikan ritual umrah. Pada fase kedua ini jamaah juga diizinkan untuk melaksanakan salat dan beribadah di Raudah atau Makam Nabi Muhammad kompleks Masjid Nabawi di Madinah. (Baca: Mereka Mati Megenaskan Setelah menghina Nabi Muhammad SAW)
Seiring pembukaan ibadah umrah, hotel-hotel di Mekkah pun kembali bergeliat. Mereka menawarkan diskon bagi para jamaah umrah. Itu termasuk hotel bintang lima dengan pemandangan Masjidilharam. Mekkah memiliki lebih dari 1.400 hotel atau dua pertiga dari seluruh industri perhotelan di Saudi. Pada musim ramai tarif hotel di dekat Masjidilharam bisa mencapai USD77-USD187 per malam.
Sekitar 2,5 bulan lalu, Saudi juga tercatat sukses menggelar ibadah haji meski jamaah yang mengikuti sangat terbatas, yakni sekitar 1.000 orang. Keberhasilan Saudi melaksanakan kegiatan besar dengan nihil kasus corona ini juga mendapat pujian dari berbagai kalangan, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menilai, langkah Saudi yang berupaya beradaptasi dengan kondisi normal dengan mengedepankan upaya pengendalian Covid-19 patut menjadi contoh negara-negara lain. Keberhasilan ini menunjukkan penegakan protokol kesehatan yang efektif dan efisien bisa menekan penularan virus corona. (Baca juga: Kemendikbud Akan Kembangkan SMK untuk Bangun Desa)
Menteri Urusan Haji dan Umrah Muhammad Saleh bin Taher Benten mengungkapkan, rahasia sukses penanganan ibadah haji dan umrah tanpa penularan kasus korona adalah penggunaan teknologi terbaru untuk melayani para jamaah. Selain itu, Benten juga menegaskan implementasi setiap fase bagi jamaah mulai dari karantina di rumah, dilanjutkan karantina institusi, hingga memberikan gelang elektronik bagi jamaah. “Kementerian menggunakan platform elektronik, yakni smart card untuk pengelolaan dan manajemen jamaah,” kata Benten, dilansir Arab News.
Platform digital itu berkaitan langsung dengan aplikasi Smart Hajj. Di dalam platform digital itu terkandung identitas digital mulai dari data personal, kesehatan, informasi rumah, kelompok jamaah, nomor bus, hingga kamar hotel. Layanan itu juga memudahkan jamaah mengetahui program, titik kumpul, dan jadwal keberangkatan.
“Platform itu juga menggunakan layanan interaktif dan terintegrasi dengan 30 lembaga pemerintah dan nonpemerintah,” ujar menteri yang masih memiliki darah keturunan Indonesia tersebut.
Selain kementerian urusan haji dan umrah, pihak yang mendapatkan apresiasi adalah Presidium Umum Hubungan Dua Masjid Suci yang juga telah melaksanakan berbagai protokol kesehatan untuk melindungi jamaah haji dan menghentikan penyebaran virus corona.
“Langkah pencegahan kita untuk umrah berbasis perlindungan, sanitasi, manajemen kerumunan dan meningkatkan kewaspadaan terhadap Covid-19 ,” demikian juru bicara Presidium Umum Hubungan Dua Masjid Suci Hani Haider, dilansir Arab News.
Pihaknya juga menempatkan lokasi isolasi bagi jamaah dengan gejala Covid-19. “Bagaimanapun kita belum menerima laporan jamaah yang terpapar virus corona,” tandasnya. (Baca juga: Cukupi Nutrisi si Kecil di masa Pandemi)
Pihak pengelola Masjidilharam juga menyediakan jalur khusus bagi para manula dan warga disabel untuk membantu melaksanakan ibadah umrah. Haider juga menegaskan, konsentrasi dan sanitasi Masjidilharam dan sekitarnya oleh 4.000 pekerja selama sepuluh kali setiap hari. Lebih dari 1.800 liter disinfektan juga digunakan untuk membersihkan toilet sebanyak enam kali per hari.
Sistem pendingin ruangan di Masjidilharam juga dibersihkan sebanyak sembilan kali dan menggunakan teknologi ultraviolet. Lebih dari 200 alat sanitasi juga disebar di seluruh Masjidilharam. “Pengelola Masjidilharam juga menggunakan teknologi untuk mendistribusikan gelas berisi air Zamzam untuk mencegah kontak dengan jamaah,” kata Haider.
Umrah tersebut dibuka sejak 4 Oktober lalu setelah enam bulan dilarang. Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi hanya memberikan kuota sebanyak 6.000 jamaah umrah per hari pada fase pertama yang hanya diikuti warga Saudi.
Nanti pada fase ketiga Saudi akan mengizinkan warga asing untuk melaksanakan ibadah umrah. Fase kedua dimulai pada 18 Oktober, yakni 15.000-40.000 jamaah per hari. Untuk fase ketiga, ibadah umrah bisa diikuti 20.000-60.000 jamaah. (Baca juga: Waspadai Politik Uang Jelang Pilkada Serentak)
Jamaah umrah dari luar negeri diizinkan mengikuti ibadah umrah pada fase ketiga. Namun, apakah Indonesia akan mendapat izin masuk Saudi, hingga kini belum ada kepastian.
Pembukaan kembali ibadah umrah dan haji merupakan konsekuensi pelaksanaan tiga fase penanganan pandemi virus corona di Saudi. Fase pertama berlangsung sejak 28 Mei hingga 30 Mei 2020 di mana pemberlakuan jam malam di seluruh Saudi dan lockdown secara nasional.
Fase kedua pada 31 Mei hingga 20 Juni yakni pemberlakuan jam malam dan pelarangan perkumpulan lebih dari 50 orang. Fase ketiga berlangsung 21 Juni hingga saat ini yakni menghidupkan kembali kehidupan normal dan tetap menjaga protokol kesehatan. Standar pelaksanaan umrah seperti standar yang diberlakukan pada pelaksanaan haji akhir Agustus silam.
Tes PCR Jadi Andalan
Jumlah total kasus orang yang terinfeksi virus korona mencapai 339.000 di Saudi, dan mereka yang sudah sembuh mencapai 325.000 orang. Korban meninggal dunia akibat virus korona di Saudi mencapai 5.403. Per 7 Oktober lalu terdapat 9.556 kasus virus korona yang aktif dan 913 masih mendapatkan perawatan medis.
Madinah merupakan kota dengan jumlah kasus konfirmasi tertinggi, yakni 71 orang. Sedang Mekkah hanya 53 orang. “Seluruh warga Saudi diminta menggunakan masker,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Arab Saudi Mohammed Al-Abd Al-Aly. (Baca juga: Objek Wisata Kota tua Kembali Dibuka, Pengunjung Masih Sepi)
Saudi pun tidak mengalami gelombang kedua karena masyarakat berkomitmen melaksanakan protokol kesehatan. Kementerian Kesehatan telah melaksanakan 6,8 juta tes polymerase chain reaction(PCR) sejak awal Maret lalu. Dalam 24 jam Saudi melaksanakan 52.184 PCR.
“Saudi telah meningkatkan kapasitas laboratorium, ruang perawatan intensif, dan ventilator di rumah sakit,” kata Menteri Kesehatan Saudi Tawfiq Alrabiah.
Yasmine Farouk, peneliti dari Carnegie Endowment for International Peace, mengungkapkan, kesuksesan penanganan Covid-19 di Saudi tidak lepas dari narasi nasionalisme yang digaungkan pemerintah untuk mematuhi protokol kesehatan. “Narasi itu menghasilkan panggilan bagi individu dan sektor swasta untuk membantu penegakan regulasi dari pemerintah,” katanya.
Selain itu, Visi Saudi 2030 yang diluncurkan 2016 juga memberikan fasilitas kesehatan gratis dan memperkuat pelayanan digital sehingga mudah mendapatkan dukungan publik. Itu diperkuat sistem paternalistik yang masih kuat, yang mengutamakan keputusan raja sebagai kekuatan utama.
“Manajemen krisis itu menunjukkan Saudi ingin membangun kembali jembatan bagi mereka yang tertinggal akibat gelombang sosial-ekonomi dan perubahan politik,” ucap Yasmine Farouk.
Kesuksesan penangan pandemi juga berpengaruh pada masa depan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS). Dia dianggap sukses mengatasi pandemi itu karena fokus pada politik dalam negeri yang ketat. “MBS sukses mempertahankan dukungan publik di saat pandemi karena mewujudkan kepemimpinan yang baik,” kata Yasmine Farouk. (Baca juga: Armenia-Azebaijan Sepakati Gencatan Senjata Baru)
Abdelrahman Elhadi, peneliti Democratic Arabic Center, juga menyebut Kerajaan Saudi berhasil membuktikan mengelola krisis korona di semua bidang. Kenapa Saudi bisa sukses? Menurut Elhadi, Saudi berpengalaman menghadapi pandemi MERS yang menjadi perhatian publik.
“Pandemi MERS mampu mengedukasi publik bagaimana mengatasi penyakit menular,” katanya. Dia mengatakan, Saudi memiliki strategi yang efektif dan efisien untuk penanganan pandemi demi masa depan negara tersebut. Strategi itu dijalankan di berbagai sektor, mulai dari kesehatan, ekonomi, sosial, hingga pendidikan.
Roadmap Jelas
Dalam pandangan epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Kamaluddin Latief, kunci Saudi mengendalikan Covid-19 adalah lantaran mempunya roadmap yang jelas dari awal. Saat membuka penyelenggaraan umrah kembali, menurutnya, Pemerintah Saudi memiliki keyakinan bisa menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
“Saudi confident bisa menerapkan regulasi yang mereka punyai. Kemudian, bisa dikontrol oleh otoritas kementerian (terkait) jadi semua bisa diatur. Itu yang memang harus kita lihat,” ujarnya kemarin.
Indonesia pun bisa membuka kembali aktivitas dengan tetap menjaga agar Covid-19 terkendali. Namun, Kamaluddin mengungkapkan, kelemahan Indonesia adalah memiliki banyak regulasi penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19, tapi lemah dalam penerapan atau implementasinya. (Lihat videonya: Napi WNA Kabur dari Lapas Tangerang Ditemukan Tewas di Bogor)
Dia memberikan contoh saat flu burung itu lahir banyak regulasi, mulai dari pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. Akhirnya terjadi tumpang tindih aturan. Ada yang sejalan dan tidak dengan aturan di atasnya atau di bawahnya.
Di bisnis penerbangan, menurutnya, hanya maskapai full service badan usaha milik negara (BUMN) yang menerapkan physical distancing. Maskapai lain ada yang memberikan face shield, tetapi duduk berdempetan. Masalah lain yang dihadapi Indonesia, rendahnya kepatuhan dan kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan. (Andika H Mustaqim/F.W. Bahtiar)
Sejak 4 Oktober lalu Saudi telah membuka kembali ibadah umrah. Dua pekan berselang atau setelah lebih dari 24.000 jamaah beribadah di kompleks Masjidilharam, Mekkah, tidak ada laporan satu pun penyebaran virus korona. Dengan begitu, mulai kemarin Saudi pun optimistis melaksanakan fase kedua dengan mengizinkan 15.000 jamaah umrah dan 40.000 jamaah salat lima waktu atau 75% dari kapasitas Masjidilharam.
Selama tiga jam, jamaah diizinkan beribadah untuk menyelesaikan ritual umrah. Pada fase kedua ini jamaah juga diizinkan untuk melaksanakan salat dan beribadah di Raudah atau Makam Nabi Muhammad kompleks Masjid Nabawi di Madinah. (Baca: Mereka Mati Megenaskan Setelah menghina Nabi Muhammad SAW)
Seiring pembukaan ibadah umrah, hotel-hotel di Mekkah pun kembali bergeliat. Mereka menawarkan diskon bagi para jamaah umrah. Itu termasuk hotel bintang lima dengan pemandangan Masjidilharam. Mekkah memiliki lebih dari 1.400 hotel atau dua pertiga dari seluruh industri perhotelan di Saudi. Pada musim ramai tarif hotel di dekat Masjidilharam bisa mencapai USD77-USD187 per malam.
Sekitar 2,5 bulan lalu, Saudi juga tercatat sukses menggelar ibadah haji meski jamaah yang mengikuti sangat terbatas, yakni sekitar 1.000 orang. Keberhasilan Saudi melaksanakan kegiatan besar dengan nihil kasus corona ini juga mendapat pujian dari berbagai kalangan, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menilai, langkah Saudi yang berupaya beradaptasi dengan kondisi normal dengan mengedepankan upaya pengendalian Covid-19 patut menjadi contoh negara-negara lain. Keberhasilan ini menunjukkan penegakan protokol kesehatan yang efektif dan efisien bisa menekan penularan virus corona. (Baca juga: Kemendikbud Akan Kembangkan SMK untuk Bangun Desa)
Menteri Urusan Haji dan Umrah Muhammad Saleh bin Taher Benten mengungkapkan, rahasia sukses penanganan ibadah haji dan umrah tanpa penularan kasus korona adalah penggunaan teknologi terbaru untuk melayani para jamaah. Selain itu, Benten juga menegaskan implementasi setiap fase bagi jamaah mulai dari karantina di rumah, dilanjutkan karantina institusi, hingga memberikan gelang elektronik bagi jamaah. “Kementerian menggunakan platform elektronik, yakni smart card untuk pengelolaan dan manajemen jamaah,” kata Benten, dilansir Arab News.
Platform digital itu berkaitan langsung dengan aplikasi Smart Hajj. Di dalam platform digital itu terkandung identitas digital mulai dari data personal, kesehatan, informasi rumah, kelompok jamaah, nomor bus, hingga kamar hotel. Layanan itu juga memudahkan jamaah mengetahui program, titik kumpul, dan jadwal keberangkatan.
“Platform itu juga menggunakan layanan interaktif dan terintegrasi dengan 30 lembaga pemerintah dan nonpemerintah,” ujar menteri yang masih memiliki darah keturunan Indonesia tersebut.
Selain kementerian urusan haji dan umrah, pihak yang mendapatkan apresiasi adalah Presidium Umum Hubungan Dua Masjid Suci yang juga telah melaksanakan berbagai protokol kesehatan untuk melindungi jamaah haji dan menghentikan penyebaran virus corona.
“Langkah pencegahan kita untuk umrah berbasis perlindungan, sanitasi, manajemen kerumunan dan meningkatkan kewaspadaan terhadap Covid-19 ,” demikian juru bicara Presidium Umum Hubungan Dua Masjid Suci Hani Haider, dilansir Arab News.
Pihaknya juga menempatkan lokasi isolasi bagi jamaah dengan gejala Covid-19. “Bagaimanapun kita belum menerima laporan jamaah yang terpapar virus corona,” tandasnya. (Baca juga: Cukupi Nutrisi si Kecil di masa Pandemi)
Pihak pengelola Masjidilharam juga menyediakan jalur khusus bagi para manula dan warga disabel untuk membantu melaksanakan ibadah umrah. Haider juga menegaskan, konsentrasi dan sanitasi Masjidilharam dan sekitarnya oleh 4.000 pekerja selama sepuluh kali setiap hari. Lebih dari 1.800 liter disinfektan juga digunakan untuk membersihkan toilet sebanyak enam kali per hari.
Sistem pendingin ruangan di Masjidilharam juga dibersihkan sebanyak sembilan kali dan menggunakan teknologi ultraviolet. Lebih dari 200 alat sanitasi juga disebar di seluruh Masjidilharam. “Pengelola Masjidilharam juga menggunakan teknologi untuk mendistribusikan gelas berisi air Zamzam untuk mencegah kontak dengan jamaah,” kata Haider.
Umrah tersebut dibuka sejak 4 Oktober lalu setelah enam bulan dilarang. Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi hanya memberikan kuota sebanyak 6.000 jamaah umrah per hari pada fase pertama yang hanya diikuti warga Saudi.
Nanti pada fase ketiga Saudi akan mengizinkan warga asing untuk melaksanakan ibadah umrah. Fase kedua dimulai pada 18 Oktober, yakni 15.000-40.000 jamaah per hari. Untuk fase ketiga, ibadah umrah bisa diikuti 20.000-60.000 jamaah. (Baca juga: Waspadai Politik Uang Jelang Pilkada Serentak)
Jamaah umrah dari luar negeri diizinkan mengikuti ibadah umrah pada fase ketiga. Namun, apakah Indonesia akan mendapat izin masuk Saudi, hingga kini belum ada kepastian.
Pembukaan kembali ibadah umrah dan haji merupakan konsekuensi pelaksanaan tiga fase penanganan pandemi virus corona di Saudi. Fase pertama berlangsung sejak 28 Mei hingga 30 Mei 2020 di mana pemberlakuan jam malam di seluruh Saudi dan lockdown secara nasional.
Fase kedua pada 31 Mei hingga 20 Juni yakni pemberlakuan jam malam dan pelarangan perkumpulan lebih dari 50 orang. Fase ketiga berlangsung 21 Juni hingga saat ini yakni menghidupkan kembali kehidupan normal dan tetap menjaga protokol kesehatan. Standar pelaksanaan umrah seperti standar yang diberlakukan pada pelaksanaan haji akhir Agustus silam.
Tes PCR Jadi Andalan
Jumlah total kasus orang yang terinfeksi virus korona mencapai 339.000 di Saudi, dan mereka yang sudah sembuh mencapai 325.000 orang. Korban meninggal dunia akibat virus korona di Saudi mencapai 5.403. Per 7 Oktober lalu terdapat 9.556 kasus virus korona yang aktif dan 913 masih mendapatkan perawatan medis.
Madinah merupakan kota dengan jumlah kasus konfirmasi tertinggi, yakni 71 orang. Sedang Mekkah hanya 53 orang. “Seluruh warga Saudi diminta menggunakan masker,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Arab Saudi Mohammed Al-Abd Al-Aly. (Baca juga: Objek Wisata Kota tua Kembali Dibuka, Pengunjung Masih Sepi)
Saudi pun tidak mengalami gelombang kedua karena masyarakat berkomitmen melaksanakan protokol kesehatan. Kementerian Kesehatan telah melaksanakan 6,8 juta tes polymerase chain reaction(PCR) sejak awal Maret lalu. Dalam 24 jam Saudi melaksanakan 52.184 PCR.
“Saudi telah meningkatkan kapasitas laboratorium, ruang perawatan intensif, dan ventilator di rumah sakit,” kata Menteri Kesehatan Saudi Tawfiq Alrabiah.
Yasmine Farouk, peneliti dari Carnegie Endowment for International Peace, mengungkapkan, kesuksesan penanganan Covid-19 di Saudi tidak lepas dari narasi nasionalisme yang digaungkan pemerintah untuk mematuhi protokol kesehatan. “Narasi itu menghasilkan panggilan bagi individu dan sektor swasta untuk membantu penegakan regulasi dari pemerintah,” katanya.
Selain itu, Visi Saudi 2030 yang diluncurkan 2016 juga memberikan fasilitas kesehatan gratis dan memperkuat pelayanan digital sehingga mudah mendapatkan dukungan publik. Itu diperkuat sistem paternalistik yang masih kuat, yang mengutamakan keputusan raja sebagai kekuatan utama.
“Manajemen krisis itu menunjukkan Saudi ingin membangun kembali jembatan bagi mereka yang tertinggal akibat gelombang sosial-ekonomi dan perubahan politik,” ucap Yasmine Farouk.
Kesuksesan penangan pandemi juga berpengaruh pada masa depan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS). Dia dianggap sukses mengatasi pandemi itu karena fokus pada politik dalam negeri yang ketat. “MBS sukses mempertahankan dukungan publik di saat pandemi karena mewujudkan kepemimpinan yang baik,” kata Yasmine Farouk. (Baca juga: Armenia-Azebaijan Sepakati Gencatan Senjata Baru)
Abdelrahman Elhadi, peneliti Democratic Arabic Center, juga menyebut Kerajaan Saudi berhasil membuktikan mengelola krisis korona di semua bidang. Kenapa Saudi bisa sukses? Menurut Elhadi, Saudi berpengalaman menghadapi pandemi MERS yang menjadi perhatian publik.
“Pandemi MERS mampu mengedukasi publik bagaimana mengatasi penyakit menular,” katanya. Dia mengatakan, Saudi memiliki strategi yang efektif dan efisien untuk penanganan pandemi demi masa depan negara tersebut. Strategi itu dijalankan di berbagai sektor, mulai dari kesehatan, ekonomi, sosial, hingga pendidikan.
Roadmap Jelas
Dalam pandangan epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Kamaluddin Latief, kunci Saudi mengendalikan Covid-19 adalah lantaran mempunya roadmap yang jelas dari awal. Saat membuka penyelenggaraan umrah kembali, menurutnya, Pemerintah Saudi memiliki keyakinan bisa menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
“Saudi confident bisa menerapkan regulasi yang mereka punyai. Kemudian, bisa dikontrol oleh otoritas kementerian (terkait) jadi semua bisa diatur. Itu yang memang harus kita lihat,” ujarnya kemarin.
Indonesia pun bisa membuka kembali aktivitas dengan tetap menjaga agar Covid-19 terkendali. Namun, Kamaluddin mengungkapkan, kelemahan Indonesia adalah memiliki banyak regulasi penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19, tapi lemah dalam penerapan atau implementasinya. (Lihat videonya: Napi WNA Kabur dari Lapas Tangerang Ditemukan Tewas di Bogor)
Dia memberikan contoh saat flu burung itu lahir banyak regulasi, mulai dari pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. Akhirnya terjadi tumpang tindih aturan. Ada yang sejalan dan tidak dengan aturan di atasnya atau di bawahnya.
Di bisnis penerbangan, menurutnya, hanya maskapai full service badan usaha milik negara (BUMN) yang menerapkan physical distancing. Maskapai lain ada yang memberikan face shield, tetapi duduk berdempetan. Masalah lain yang dihadapi Indonesia, rendahnya kepatuhan dan kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan. (Andika H Mustaqim/F.W. Bahtiar)
(ysw)
tulis komentar anda