Sentimen Anti-China Bisa Berubah Jadi Konflik Militer AS-China
Selasa, 05 Mei 2020 - 13:52 WIB
BEIJING - Pemerintah Donald Trump menggunakan pandemi virus corona baru (COVID-19) untuk meningkatkan sentimen anti-China. Perseteruan itu bahkan berpotensi berubah menjadi konflik militer langsung antara Beijing dan Washington.
Potensi konflik militer langsung kedua negara itu merupakan rincian dokumen internal China tentang skenario terburuk yang mungkin terjadi. Dokumen itu sudah dilaporkan oleh Kementerian Keamanan Negara kepada Presiden Xi Jinping.
Reuters, mengutip sumber yang memiliki akses terhadap dokumen itu, melaporkan sentimen anti-China meningkat di hampir seluruh dunia, dan levelnya tertinggi sejak insiden Lapangan Tiananmen 1989.
Dokumen itu diduga berasal dari China Institutes of Contemporary International Relations (CICIR), salah satu lembaga think tank kebijakan internasional tertua di negara itu, yang berafiliasi dengan Kementerian Keamanan Negara.
"Saya tidak memiliki informasi yang relevan," kata kantor juru bicara Kementerian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan menanggapi pertanyaan dari Reuters terkait dokumen tersebut.
Kementerian Keamanan Negara China tidak memiliki rincian kontak publik dan tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar. CICIR juga tidak menjawab permintaan komentar.
Menurut sumber yang dikutip Reuters, laporan dalam dokumen itu menyimpulkan bahwa AS menganggap kebangkitan ekonomi China sebagai ancaman ekonomi dan keamanan nasionalnya, serta tantangan terhadap sistem politik yang dirangkum oleh demokrasi Barat.
Laporan yang disampaikan kepada Xi Jinping tersebut juga mengungkapkan bahwa AS sedang berusaha untuk melemahkan Partai Komunis yang berkuasa dengan mengguncang kepercayaan publik terhadap kompetensinya.
Administrasi Trump telah menuduh Beijing menutupi wabah COVID-19 sejak awal kemunculannya. Wabah itu hingga hari ini sudah menyebabkan lebih dari seperempat juta orang meninggal di seluruh dunia. Trump mengklaim bahwa COVID-19 berasal dari sebuah laboratorium di Wuhan.
Beijing telah menolak tuduhan tersebut, dengan alasan bahwa konfirmasi negara tentang penularan dari manusia ke manusia, bersama dengan bukti dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberi Amerika Serikat waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri menghadapi krisis.
Pemerintah China juga mengatakan bahwa klaim pemerintah Trump adalah upaya untuk menangkis kesalahan atas tanggapan lemah Gedung Putih, karena AS telah menjadi hotspot dunia untuk pandemi coronavirus yang mematikan.
Setelah menarik pendanaan AS untuk WHO atas tuduhan bahwa organisasi itu "China-sentris", Trump kini dilaporkan sedang mempertimbangkan tindakan pembalasan atas pandemi COVID-19. Hal itu diungkap pejabat pemerintah senior yang tidak disebutkan namanya kepada Washington Post pekan lalu.
Australia, sekutu AS di Pasifik, telah menyerukan penyelidikan internasional tentang asal-usul virus itu, dan bulan lalu, Prancis memanggil utusan China setelah Kedutaan China menuduh pemerintah Prancis membiarkan warganya mati.
Pemerintah Inggris, yang juga sekutu terdekat AS, menyatakan bahwa hubungan dengan China tidak akan kembali ke sedia kala setelah pandemi COVID-19.
Terlepas dari pernyataan AS bahwa coronavirus berasal dari kota Wuhan di China, WHO mempertanyakan bukti.
"Kami belum menerima data atau bukti spesifik dari pemerintah Amerika Serikat yang berkaitan dengan asal-usul virus, jadi dari sudut pandang kami, ini tetap spekulatif," kata Direktur Kedaruratan WHO Michael Ryan dalam pengarahan singkat di Jenewa, kemarin.
Potensi konflik militer langsung kedua negara itu merupakan rincian dokumen internal China tentang skenario terburuk yang mungkin terjadi. Dokumen itu sudah dilaporkan oleh Kementerian Keamanan Negara kepada Presiden Xi Jinping.
Reuters, mengutip sumber yang memiliki akses terhadap dokumen itu, melaporkan sentimen anti-China meningkat di hampir seluruh dunia, dan levelnya tertinggi sejak insiden Lapangan Tiananmen 1989.
Dokumen itu diduga berasal dari China Institutes of Contemporary International Relations (CICIR), salah satu lembaga think tank kebijakan internasional tertua di negara itu, yang berafiliasi dengan Kementerian Keamanan Negara.
"Saya tidak memiliki informasi yang relevan," kata kantor juru bicara Kementerian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan menanggapi pertanyaan dari Reuters terkait dokumen tersebut.
Kementerian Keamanan Negara China tidak memiliki rincian kontak publik dan tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar. CICIR juga tidak menjawab permintaan komentar.
Menurut sumber yang dikutip Reuters, laporan dalam dokumen itu menyimpulkan bahwa AS menganggap kebangkitan ekonomi China sebagai ancaman ekonomi dan keamanan nasionalnya, serta tantangan terhadap sistem politik yang dirangkum oleh demokrasi Barat.
Laporan yang disampaikan kepada Xi Jinping tersebut juga mengungkapkan bahwa AS sedang berusaha untuk melemahkan Partai Komunis yang berkuasa dengan mengguncang kepercayaan publik terhadap kompetensinya.
Administrasi Trump telah menuduh Beijing menutupi wabah COVID-19 sejak awal kemunculannya. Wabah itu hingga hari ini sudah menyebabkan lebih dari seperempat juta orang meninggal di seluruh dunia. Trump mengklaim bahwa COVID-19 berasal dari sebuah laboratorium di Wuhan.
Beijing telah menolak tuduhan tersebut, dengan alasan bahwa konfirmasi negara tentang penularan dari manusia ke manusia, bersama dengan bukti dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberi Amerika Serikat waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri menghadapi krisis.
Pemerintah China juga mengatakan bahwa klaim pemerintah Trump adalah upaya untuk menangkis kesalahan atas tanggapan lemah Gedung Putih, karena AS telah menjadi hotspot dunia untuk pandemi coronavirus yang mematikan.
Setelah menarik pendanaan AS untuk WHO atas tuduhan bahwa organisasi itu "China-sentris", Trump kini dilaporkan sedang mempertimbangkan tindakan pembalasan atas pandemi COVID-19. Hal itu diungkap pejabat pemerintah senior yang tidak disebutkan namanya kepada Washington Post pekan lalu.
Australia, sekutu AS di Pasifik, telah menyerukan penyelidikan internasional tentang asal-usul virus itu, dan bulan lalu, Prancis memanggil utusan China setelah Kedutaan China menuduh pemerintah Prancis membiarkan warganya mati.
Pemerintah Inggris, yang juga sekutu terdekat AS, menyatakan bahwa hubungan dengan China tidak akan kembali ke sedia kala setelah pandemi COVID-19.
Terlepas dari pernyataan AS bahwa coronavirus berasal dari kota Wuhan di China, WHO mempertanyakan bukti.
"Kami belum menerima data atau bukti spesifik dari pemerintah Amerika Serikat yang berkaitan dengan asal-usul virus, jadi dari sudut pandang kami, ini tetap spekulatif," kata Direktur Kedaruratan WHO Michael Ryan dalam pengarahan singkat di Jenewa, kemarin.
(min)
tulis komentar anda