Begini Cara Hong Kong Tundukkan COVID-19 tanpa Lockdown Total
Selasa, 05 Mei 2020 - 11:39 WIB
Pemerintah Hong Kong merespons lambat wabah SARS, namun reaksinya terhadap pandemi COVID-19 jauh lebih cepat.
Kasus pertama COVID-19 yang dikonfirmasi di Hong Kong diumumkan pada 23 Januari. Kemudian pada bulan itu, pemerintah mulai melakukan pengawasan ketat terhadap orang yang terinfeksi, tidak hanya untuk pelancong yang datang, tetapi juga di masyarakat setempat. Upaya ekstensif juga dilakukan untuk melacak dan mengarantina semua kontak dekat yang telah dilihat orang yang terinfeksi dua hari sebelum menjadi sakit.
Kamp liburan dan perumahan yang baru dibangun diubah menjadi fasilitas karantina.
Pada awal Maret, pemerintah melakukan ratusan tes setiap hari.
Wilayah itu juga mulai menyesuaikan kebijakan imigrasi. Siapa pun yang melintasi perbatasan dari China daratan, serta para pelancong dari negara-negara yang terinfeksi, diharuskan menjalani wajib karantina 14 hari di rumah atau di fasilitas yang ditunjuk.
Untuk mendorong social distancing, kota ini juga menetapkan pengaturan kerja yang fleksibel dan penutupan sekolah. Pertemuan umum dibatasi untuk empat orang dan restoran diminta untuk memastikan jarak sekitar 5 kaki di antara meja.
Namun, meskipun 11 jenis tempat hiburan dan rekreasi, termasuk bar, ruang karaoke, bioskop dan pusat kebugaran disuruh tutup, kota ini tidak menggunakan perintah "tinggal di rumah", kebijakan umum di beberapa bagian Eropa dan AS.
Tetapi dengan populasi yang siap menghadapi ancaman itu dengan serius, para ahli mengatakan itu tidak perlu dilakukan.
Menurut sebuah penelitian baru-baru ini di jurnal medis Lancet, misalnya, 85% penduduk Hong Kong yang menanggapi survei pada bulan Maret melaporkan menghindari tempat-tempat ramai, dan 99% melaporkan mengenakan masker saat meninggalkan rumah.
"Hong Kong lebih siap untuk menghadapi wabah COVID-19 daripada banyak negara lain," kata Dr Peng Wu dari Hong Kong University's School of Public Health. "Peningkatan tes dan kapasitas rumah sakit untuk menangani patogen pernapasan baru dan populasi yang benar-benar sadar akan kebutuhan untuk meningkatkan kebersihan pribadi dan menjaga jarak fisik membuat mereka lebih baik."
Kasus pertama COVID-19 yang dikonfirmasi di Hong Kong diumumkan pada 23 Januari. Kemudian pada bulan itu, pemerintah mulai melakukan pengawasan ketat terhadap orang yang terinfeksi, tidak hanya untuk pelancong yang datang, tetapi juga di masyarakat setempat. Upaya ekstensif juga dilakukan untuk melacak dan mengarantina semua kontak dekat yang telah dilihat orang yang terinfeksi dua hari sebelum menjadi sakit.
Kamp liburan dan perumahan yang baru dibangun diubah menjadi fasilitas karantina.
Pada awal Maret, pemerintah melakukan ratusan tes setiap hari.
Wilayah itu juga mulai menyesuaikan kebijakan imigrasi. Siapa pun yang melintasi perbatasan dari China daratan, serta para pelancong dari negara-negara yang terinfeksi, diharuskan menjalani wajib karantina 14 hari di rumah atau di fasilitas yang ditunjuk.
Untuk mendorong social distancing, kota ini juga menetapkan pengaturan kerja yang fleksibel dan penutupan sekolah. Pertemuan umum dibatasi untuk empat orang dan restoran diminta untuk memastikan jarak sekitar 5 kaki di antara meja.
Namun, meskipun 11 jenis tempat hiburan dan rekreasi, termasuk bar, ruang karaoke, bioskop dan pusat kebugaran disuruh tutup, kota ini tidak menggunakan perintah "tinggal di rumah", kebijakan umum di beberapa bagian Eropa dan AS.
Tetapi dengan populasi yang siap menghadapi ancaman itu dengan serius, para ahli mengatakan itu tidak perlu dilakukan.
Menurut sebuah penelitian baru-baru ini di jurnal medis Lancet, misalnya, 85% penduduk Hong Kong yang menanggapi survei pada bulan Maret melaporkan menghindari tempat-tempat ramai, dan 99% melaporkan mengenakan masker saat meninggalkan rumah.
"Hong Kong lebih siap untuk menghadapi wabah COVID-19 daripada banyak negara lain," kata Dr Peng Wu dari Hong Kong University's School of Public Health. "Peningkatan tes dan kapasitas rumah sakit untuk menangani patogen pernapasan baru dan populasi yang benar-benar sadar akan kebutuhan untuk meningkatkan kebersihan pribadi dan menjaga jarak fisik membuat mereka lebih baik."
Lihat Juga :
tulis komentar anda