Rusia Pertanyakan Tudingan Microsoft
Minggu, 13 September 2020 - 09:53 WIB
MOSKOW - Rusia membantah tudingan telah menjadikan tim kampanye presiden incumbent Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pesaingnya dari Partai Demokrat Joe Biden sebagai target serangan siber. Kremlin bahkan mempertanyakan bagaimana Microsoft , perusahaan teknologi multinasional, menyebut Rusia terlibat dalam upaya peretasan.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan dia belum membaca laporan Microsoft.
"Jenis data apa yang mereka rujuk di sana?" Peskov bertanya.
"Saya tidak membaca laporan Microsoft, atas dasar apa Microsoft percaya bahwa mereka adalah peretas Rusia? Mengapa mereka, misalnya, tidak sampai pada kesimpulan bahwa mereka adalah peretas Prancis atau Jerman, atau kelompok Estonia?" tanyanya lagi seperti dikutip dari CNN, Minggu (13/9/2020).
Peskov menegaskan bahwa Moskow tidak ikut campur dan tidak akan mencampuri proses pemilu dan urusan internal negara lain.
"Ada beberapa tuduhan yang sama sekali tidak berdasar, beberapa fobia bahwa pasti ada monster cyber Rusia di balik kejahatan dunia maya," kata Peskov tentang tuduhan 2016.
Dia menambahkan bahwa klaim Microsoft atas campur tangan Rusia hanya perlu mendapat perhatian jika ada bukti substansial.
Sebelumnya, bantahan juga dikeluarkan oleh Iran. Negeri Mullah itu mengatakan klaim Microsoft bahwa peretas Iran meluncurkan serangan siber yang menargetkan kandidat dalam pemilihan presiden AS mendatang adalah tidak benar.
Sebaliknya, Teheran menyebut selama ini Washingtonlah yang kerap ikut campur dalam pemilu negara lain termasuk di Iran. (Baca: Tak Peduli Siapa yang Menang, Iran Bantah Ikut Campur Pilpres AS )
Pada tahun 2016, kelompok peretas intelijen militer Rusia yang terkenal "Fancy Bear" diketahui telah menyerang tim kampanye Partai Demokrat. Grup tersebut tampaknya telah kembali. Microsoft menemukan bahwa organisasi tersebut baru-baru ini menargetkan pejabat nasional dan negara di AS serta konsultan yang bekerja untuk Partai Republik dan Demokrat.
Perusahaan itu mengatakan kelompok Rusia itu telah menargetkan lebih dari 200 organisasi, termasuk organisasi yang terkait dengan politik dan kebijakan di Eropa serta kelompok yang berafiliasi dengan pemilu.
Microsoft memiliki tim yang melacak grup peretasan canggih dan laporan yang dirilis Kamis memberikan wawasan paling mendalam tentang bagaimana peretas menargetkan pemilu.
Pejabat intelijen juga mengatakan mereka menemukan bukti bahwa Rusia saat ini mencampuri pemilu untuk merugikan kampanye Biden. (Baca: Tim Kampanye Biden dan Trump Jadi Target Hacker Tiga Negara )
Menurut pernyataan publik yang dikeluarkan oleh komunitas intelijen dan sumber yang mengetahui bukti yang mendasarinya komunitas intelijen AS telah menilai bahwa China dan Iran lebih suka Trump kalah pada November lalu, tetapi para pejabat belum memberikan indikasi hingga saat ini bahwa kedua negara tersebut bertindak berdasarkan preferensi itu dengan cara yang sama seperti Rusia.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan dia belum membaca laporan Microsoft.
"Jenis data apa yang mereka rujuk di sana?" Peskov bertanya.
"Saya tidak membaca laporan Microsoft, atas dasar apa Microsoft percaya bahwa mereka adalah peretas Rusia? Mengapa mereka, misalnya, tidak sampai pada kesimpulan bahwa mereka adalah peretas Prancis atau Jerman, atau kelompok Estonia?" tanyanya lagi seperti dikutip dari CNN, Minggu (13/9/2020).
Peskov menegaskan bahwa Moskow tidak ikut campur dan tidak akan mencampuri proses pemilu dan urusan internal negara lain.
"Ada beberapa tuduhan yang sama sekali tidak berdasar, beberapa fobia bahwa pasti ada monster cyber Rusia di balik kejahatan dunia maya," kata Peskov tentang tuduhan 2016.
Dia menambahkan bahwa klaim Microsoft atas campur tangan Rusia hanya perlu mendapat perhatian jika ada bukti substansial.
Sebelumnya, bantahan juga dikeluarkan oleh Iran. Negeri Mullah itu mengatakan klaim Microsoft bahwa peretas Iran meluncurkan serangan siber yang menargetkan kandidat dalam pemilihan presiden AS mendatang adalah tidak benar.
Sebaliknya, Teheran menyebut selama ini Washingtonlah yang kerap ikut campur dalam pemilu negara lain termasuk di Iran. (Baca: Tak Peduli Siapa yang Menang, Iran Bantah Ikut Campur Pilpres AS )
Pada tahun 2016, kelompok peretas intelijen militer Rusia yang terkenal "Fancy Bear" diketahui telah menyerang tim kampanye Partai Demokrat. Grup tersebut tampaknya telah kembali. Microsoft menemukan bahwa organisasi tersebut baru-baru ini menargetkan pejabat nasional dan negara di AS serta konsultan yang bekerja untuk Partai Republik dan Demokrat.
Perusahaan itu mengatakan kelompok Rusia itu telah menargetkan lebih dari 200 organisasi, termasuk organisasi yang terkait dengan politik dan kebijakan di Eropa serta kelompok yang berafiliasi dengan pemilu.
Microsoft memiliki tim yang melacak grup peretasan canggih dan laporan yang dirilis Kamis memberikan wawasan paling mendalam tentang bagaimana peretas menargetkan pemilu.
Pejabat intelijen juga mengatakan mereka menemukan bukti bahwa Rusia saat ini mencampuri pemilu untuk merugikan kampanye Biden. (Baca: Tim Kampanye Biden dan Trump Jadi Target Hacker Tiga Negara )
Menurut pernyataan publik yang dikeluarkan oleh komunitas intelijen dan sumber yang mengetahui bukti yang mendasarinya komunitas intelijen AS telah menilai bahwa China dan Iran lebih suka Trump kalah pada November lalu, tetapi para pejabat belum memberikan indikasi hingga saat ini bahwa kedua negara tersebut bertindak berdasarkan preferensi itu dengan cara yang sama seperti Rusia.
(ber)
tulis komentar anda