Warga Mulai Berani Keluar Rumah, Pariwisata China Menggeliat

Senin, 04 Mei 2020 - 09:45 WIB
Wisatawan mengunjungi Tembok Besar China saat libur panjang setelah pelonggaran isolasi wilayahakibat wabah Covid-19 di Beijing, China, beberapa waktu lalu. Foto/Reuters
BEIJING - Banyak warga China sudah memberanikan diri keluar rumah pada akhir pekan. Itu setelah terjadi penurunan drastis penularan virus corona dan minimnya warga yang dilaporkan meninggal karena Covid-19.

Dalam kalkulasi yang dilakukan Reuters berdasarkan data dari perusahaan internet China, Baidu Inch, menunjukkan terjadi peningkatan 50% warga China yang beraktivitas di luar rumah pada libur hari buruh dan kemarin. Peningkatan aktivitas warga di luar rumah diprediksi akan terjadi hingga hari libur Festival Qingming karena banyak orang berziarah ke kuburan kerabat.

Peningkatan warga yang bepergian selama libur lima hari bisa mengangkat sektor pariwisata dan transportasi yang terpuruk karena pandemi virus korona. Peningkatan bisnis pariwisata juga menambah jumlah wisatawan dari Wuhan, Beijing, Dalian, Tianjin, dan Jinan, di mana wilayahnya sudah diizinkan pelonggaran isolasi.



Beberapa lokasi wisata ternama seperti Forbidden City di Beijing juga sudah dibuka kembali. “China mencatat terdapat 23 juta turis domestik pada 1 Mei lalu,” demikian keterangan Kementerian Pariwisata dan Budaya China dilansir Reuters.



Kementerian Transportasi China memperkirakan 23,36 juta wisatawan domestik telah berlibur pada libur panjang kali ini. Itu memang masih jauh jika dibandingkan pada kondisi normal tahun sebelumnya. Destinasi wisata juga mengurangi 30% dari kapasitas kunjungan untuk menjaga jarak sosial. West Lake di Hangzhou, destinasi wisata terpopuler di China, telah dikunjungi 183.700 wisatawan pada 1 Mei lalu.

Namun, kebanyakan wisatawan memilih menghindari Provinsi Heilongjiang yang masih berjuang menghentikan penyebaran virus korona. Provinsi Hubei yang menjadi pusat epidemi Covid-19 juga tidak menjadi favorit bagi wisatawan China. Padahal Dinas Pariwisata Hubei telah membuka 22 destinasi mereka.

Sementara, China merupakan salah satu negara dengan ekonomi termaju di dunia. Namun, awal tahun ini, China menjadi negara pertama yang terserang wabah virus corona Covid-19.

Krisis kesehatan itu memaksa pemerintah China untuk menutup pintu kunjungan asing, toko, perkantoran, pabrik, dan theme park, juga mengimbau warga melakukan pembatasan sosial dan selalu mengenakan masker saat berada di luar rumah.

Saat ini, China telah memperlonggar lockdown dan mulai bangkit. Kebijakan serupa juga mulai diikuti sejumlah negara lain di dunia yang terkena wabah Covid-19. Uniknya, di China, banyak perusahaan yang terancam ambruk mampu bangkit.

Perusahaan multinasional seperti Nike, Starbucks, dan Disney telah menyusun rencana sejak awal melalui tim khusus dan selalu berkomunikasi dengan para investor. Ketiga perusahaan itu berupaya agar terhindari dari kebangkrutan di China.

Nike menyatakan memperoleh pengalaman berharga dari para pebisnis China dalam menangkal imbas krisis dan menilai strategi itu dapat diterapkan di mana saja. Volkswagen juga mengaku 32 dari 33 pabriknya di China sukses dibuka lebih cepat dan aman.

Para ahli ekonomi dan pebisnis mengatakan strategi bisnis China sangat efektif dan tidak memerlukan waktu panjang untuk dapat bangkit. Wabah Covid-19 juga memberikan hikmah lain, yakni disusunnya kembali rencana dan strategi usaha, terutama manejemen, marketing, dan budaya kerja.

“Kita sekarang menjadi lebih sadar dan bersikap lebih baik ketika bekerja. Hal ini bahkan telah menjadi kebudayaan baru,” kata CEO IBM China, Alain Benichou, dikutip CNN. Senada dengan Alain, Despina Katsikasis juga mengatakan budaya kerja di perkantoran telah berubah drastis.

Katsikakis, mitra Cushman & Wakefield, telah menyarankan seluruh perusahaan di dunia untuk kembali menjalankan bisnis. Sebab, situasinya sudah mulai kondusif. Di China, Katsikakis telah berhasil membantu lebih dari satu juta warga untuk kembali bekerja.

Katsikakis telah mencipta-kan konsep Six Feet Office untuk ruang perkantoran. Konsep itu juga terinspirasi dari warga China. “Ini baru prototipe untuk menginspirasi orang lain memikirkan solusi,” kata Katsikakis.

Dalam konsep Six Feet Office, setiap meja kerja terpisah sepanjang enam kaki. Hal ini tidak terlepas dari imbauan dan kebijakan otoritas kesehatan di seluruh dunia untuk menjaga jarak demi keamaman, kenyamanan, dan keselamatan bersama.

Seluruh karyawan juga hanya dapat keluar masuk melalui satu jalur searah jarum jam sehingga tidak berpapasan. Katsikakis mengaku menciptakan konsep itu sesuai saran para ahli kesehatan yang berbagi cerita tentang navigasi petugas kesehatan di rumah sakit.

“Masyarakat China juga mencoba memberikan jaminan bahwa semuanya akan baik-baik melalui upaya yang optimal,” kata Katsikakis. Dalam beberapa tahun ke depan, dia juga berencana memasang sensor QR Cose untuk akses masuk.

Perusahaan juga menanamkan investasi lebih banyak dalam sistem penyaringan udara untuk mengurangi kontaminasi. Volkswagen misalnya yang memasang air conditioning (ac) hingga memasang alat pendeteksi bersin.

Sejak memperkenalkan prototipe Six Feet Office, Katsikakis kebanjiran order. “Kami melalukan briefing harian dengan klien internasional kami untuk membantu mereka memperoleh solusi terbaik dan mengkoordinasikannya dengan tim real estate,” ujar Katsikakis. (Muh Shamil)
(ysw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More