Besok, Pembicaraan Damai Afghanistan Digelar di Qatar
Jum'at, 11 September 2020 - 15:23 WIB
DOHA - Pembicaraan damai antara kelompok Taliban dan pemerintah Afghanistan yang telah lama ditunggu-tunggu akhirnya akan dilangsungkan di Ibu Kota Qatar , Doha, Sabtu esok.
Kabar itu diumumkan langsung oleh Kementerian Luar Negeri Qatar setelah rintangan terakhir atas pembebasan enam tahanan Taliban tampaknya telah diselesaikan.
"Negara Qatar dengan senang hati mengumumkan bahwa Negosiasi Perdamaian Afghanistan akan dimulai di Doha pada Sabtu 12 September 2020," kata kementerian itu dalam pernyataannya.
"Negosiasi langsung yang sangat penting antara pihak-pihak yang berbeda di Afghanistan merupakan langkah maju dalam membawa perdamaian abadi ke Afghanistan," sambung pengumuman itu seperti dilansir dari Al Jazeera, Jumat (11/9/2020).
Kelompok Taliban telah mengkonfirmasi pengumuman tersebut.
"Dialog itu bermaksud untuk memajukan proses negosiasi dengan cara yang tepat dan membawa perdamaian yang komprehensif dan sistem Islam murni dalam kerangka nilai-nilai Islam kami dan kepentingan nasional yang lebih tinggi," kata Taliban.
Gencatan senjata permanen diharapkan menjadi agenda utama serta penyelesaian politik untuk mengakhiri konflik selama bertahun-tahun di negara tersebut.
Sebelumnya pembicaraan intra-Afghanistan dijadwalkan berlangsung pada Maret lalu tetapi berulang kali ditunda karena perjanjian pertukaran tahanan yang dibuat sebagai bagian dari kesepakatan antara Amerika Serikat (AS)-Taliban yang ditandatangani pada Februari.
Dalam perjanjian tersebut, Taliban telah setuju untuk membebaskan 1.000 tentara Afghanistan, sementara pemerintah mengatakan akan membebaskan 5.000 tahanan Taliban.
Prancis dan Australia berkeberatan atas pembebasan enam tahanan Taliban yang terlibat dalam pembunuhan warga negara mereka. (Baca juga: Prancis Minta Afghanistan Tidak Bebaskan Anggota Taliban )
Sumber-sumber Taliban dan pemerintah Afghanistan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kompromi dicapai dengan mengirim enam tahanan ke Qatar di mana mereka akan tetap ditahan.
"Enam saudara kami (tahanan Taliban) tiba di Qatar beberapa saat yang lalu dalam keadaan sehat," kata juru bicara Taliban Naeem Wardak dalam sebuah pernyataan. (Baca juga: Dorong Perundingan Damai, Afghanistan Bebaskan 200 Tahanan Taliban )
Sebagai bagian dari perjanjian Februari, AS akan menarik pasukannya dari Afghanistan dengan imbalan jaminan keamanan dari Taliban.
Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Mike Pompeo akan melakukan perjalanan ke Doha untuk ambil bagian dalam pembicaraan damai itu.
Pompeo menyambut baik dimulainya perundingan, dengan mengatakan itu akan menandai kesempatan bersejarah bagi Afghanistan untuk mengakhiri empat dekade perang dan pertumpahan darah.
Pemerintah Afghanistan mendukung sistem politik saat ini, sementara Taliban ingin menerapkan kembali versi hukum Islamnya sebagai sistem pemerintahan negara.
Namun, kelompok bersenjata tersebut memberikan komentar yang tidak jelas tentang mengadopsi sikap yang tidak terlalu ketat terhadap perempuan dan kesetaraan sosial daripada selama aturan 1996-2001 di mana perempuan dilarang bersekolah, bekerja, mengambil bagian dalam politik atau bahkan meninggalkan rumah mereka tanpa izin anggota keluarga laki-laki.
Taliban akan dipimpin oleh Mawlavi Abdul Hakim, ketua hakim kelompok bersenjata dan pembantu dekat ketua kelompok itu Haibatullah Akhunzada.
Tim perunding pemerintah Afghanistan, termasuk Abdullah Abdullah, ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional yang ditugaskan untuk mengadakan pembicaraan dengan kelompok bersenjata itu, berencana terbang ke Doha pada hari Jumat.
Tim itu juga termasuk aktivis hak perempuan.
Kabar itu diumumkan langsung oleh Kementerian Luar Negeri Qatar setelah rintangan terakhir atas pembebasan enam tahanan Taliban tampaknya telah diselesaikan.
"Negara Qatar dengan senang hati mengumumkan bahwa Negosiasi Perdamaian Afghanistan akan dimulai di Doha pada Sabtu 12 September 2020," kata kementerian itu dalam pernyataannya.
"Negosiasi langsung yang sangat penting antara pihak-pihak yang berbeda di Afghanistan merupakan langkah maju dalam membawa perdamaian abadi ke Afghanistan," sambung pengumuman itu seperti dilansir dari Al Jazeera, Jumat (11/9/2020).
Kelompok Taliban telah mengkonfirmasi pengumuman tersebut.
"Dialog itu bermaksud untuk memajukan proses negosiasi dengan cara yang tepat dan membawa perdamaian yang komprehensif dan sistem Islam murni dalam kerangka nilai-nilai Islam kami dan kepentingan nasional yang lebih tinggi," kata Taliban.
Gencatan senjata permanen diharapkan menjadi agenda utama serta penyelesaian politik untuk mengakhiri konflik selama bertahun-tahun di negara tersebut.
Sebelumnya pembicaraan intra-Afghanistan dijadwalkan berlangsung pada Maret lalu tetapi berulang kali ditunda karena perjanjian pertukaran tahanan yang dibuat sebagai bagian dari kesepakatan antara Amerika Serikat (AS)-Taliban yang ditandatangani pada Februari.
Dalam perjanjian tersebut, Taliban telah setuju untuk membebaskan 1.000 tentara Afghanistan, sementara pemerintah mengatakan akan membebaskan 5.000 tahanan Taliban.
Prancis dan Australia berkeberatan atas pembebasan enam tahanan Taliban yang terlibat dalam pembunuhan warga negara mereka. (Baca juga: Prancis Minta Afghanistan Tidak Bebaskan Anggota Taliban )
Sumber-sumber Taliban dan pemerintah Afghanistan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kompromi dicapai dengan mengirim enam tahanan ke Qatar di mana mereka akan tetap ditahan.
"Enam saudara kami (tahanan Taliban) tiba di Qatar beberapa saat yang lalu dalam keadaan sehat," kata juru bicara Taliban Naeem Wardak dalam sebuah pernyataan. (Baca juga: Dorong Perundingan Damai, Afghanistan Bebaskan 200 Tahanan Taliban )
Sebagai bagian dari perjanjian Februari, AS akan menarik pasukannya dari Afghanistan dengan imbalan jaminan keamanan dari Taliban.
Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Mike Pompeo akan melakukan perjalanan ke Doha untuk ambil bagian dalam pembicaraan damai itu.
Pompeo menyambut baik dimulainya perundingan, dengan mengatakan itu akan menandai kesempatan bersejarah bagi Afghanistan untuk mengakhiri empat dekade perang dan pertumpahan darah.
Pemerintah Afghanistan mendukung sistem politik saat ini, sementara Taliban ingin menerapkan kembali versi hukum Islamnya sebagai sistem pemerintahan negara.
Namun, kelompok bersenjata tersebut memberikan komentar yang tidak jelas tentang mengadopsi sikap yang tidak terlalu ketat terhadap perempuan dan kesetaraan sosial daripada selama aturan 1996-2001 di mana perempuan dilarang bersekolah, bekerja, mengambil bagian dalam politik atau bahkan meninggalkan rumah mereka tanpa izin anggota keluarga laki-laki.
Taliban akan dipimpin oleh Mawlavi Abdul Hakim, ketua hakim kelompok bersenjata dan pembantu dekat ketua kelompok itu Haibatullah Akhunzada.
Tim perunding pemerintah Afghanistan, termasuk Abdullah Abdullah, ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional yang ditugaskan untuk mengadakan pembicaraan dengan kelompok bersenjata itu, berencana terbang ke Doha pada hari Jumat.
Tim itu juga termasuk aktivis hak perempuan.
(ber)
tulis komentar anda