Belum Ada Tanda-Tanda Puncak Pandemi, Krisis Covid-19 India Memburuk
Selasa, 08 September 2020 - 13:15 WIB
Kasus korona mengalami peningkatan tajam di Hawaii, Illinois dan South Dakota. South Dakota mengalami kenaikan tajam dalam dua pekan terakhir mencapai 126% dengan kasus baru mencapai 3.700 kasus. Petugas kesehatan mengatakan, itu berkaitan ribuan pemotor yang memadati Sturgin, South Dakota pada pawai tahunan di Agustus lalu.
Kasus meningkat tajam di Iowa dengan 13.600 kasus baru dalam dua pekan terakhir. Di North Dakota, jumlah kasus baru mencapai 3.600 kasus baru. Sedangkan infeksi baru di California, Florida dan Texas justru mengalami penurunan.
Sementara itu, para ilmuwan mengungkapkan tes tes yang digunakan untuk mendiagnosis virus corona sangat sensitif sehingga bisa mendeteksi fragmen virus yang sudah mati dari infeksi lama. Kebanyakan orang yang terkena virus corona, hanya bisa menularkan penyakit selama sekitar satu minggu, tetapi hasil tesnya dapat menunjukkan ia masih positif Covid-19 beberapa minggu setelahnya.
Para peneliti mengatakan ini bisa mengarah pada perkiraan berlebihan terkait skala pandemi saat ini. Tetapi beberapa ahli mengatakan, tidak tahu pasti bagaimana tes yang andal dapat diproduksi, yang tidak menyebabkan kasus-kasus aktif tak terdeteksi. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Cegah Alzheimer)
Prof Carl Heneghan, salah satu yang terlibat dari studi itu, mengatakan alih-alih memberikan hasil "ya / tidak" berdasarkan apakah ada virus yang terdeteksi, tes harus memiliki ambang batas sehingga jumlah virus yang sangat kecil, tidak memicu hasil positif. Dia meyakini jejak virus lama yang terdeteksi dapat sedikit menjelaskan mengapa jumlah kasus positif meningkat sementara angka perawatan di rumah sakit tetap stabil.
The Centre for Evidence-Based Medicine Universitas Oxford meninjau bukti dari 25 studi, yang memasukkan spesimen virus dari tes positif ke dalam cawan petri untuk melihat apakah virus itu akan berkembang. Metode "kultur virus" (untuk melihat apa virus masih bisa menginfeksi) dapat menunjukkan apakah hasil tes positif telah mendeteksi virus aktif yang dapat berkembang biak dan menyebar, atau hanya fragmen virus mati yang tidak akan tumbuh di laboratorium atau pada manusia.
Heneghan tidak mungkin untuk memeriksa setiap tes untuk melihat apakah ada virus aktif, kemungkinan hasil positif palsu dapat dikurangi jika para ilmuwan dapat menentukan di mana titik batas seharusnya. Dia mengatakan itu akan membuat orang-orang tidak mengkarantina atau melacak kontak yang tidak perlu, dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang skala pandemi saat ini. (Lihat videonya: Inilah Kriteria Wanita yang Dirindukan Surga)
Peter Openshaw dari Imperial College London mengatakan tes korona merupakan metode yang sangat sensitif untuk mendeteksi materi genetik virus yang tersisa. "Ini bukan bukti dari infektivitas," katanya. Tetapi konsensus klinis yang ada adalah bahwa pasien "sangat tidak mungkin menularkan penyakit setelah hari ke-10 infeksi". (Andika H Mustaqim)
Lihat Juga: 7 Negara yang Melegalkan Poliandri, Ada yang Menikahi Anak Sulung Laki-Laki dalam Keluarga
Kasus meningkat tajam di Iowa dengan 13.600 kasus baru dalam dua pekan terakhir. Di North Dakota, jumlah kasus baru mencapai 3.600 kasus baru. Sedangkan infeksi baru di California, Florida dan Texas justru mengalami penurunan.
Sementara itu, para ilmuwan mengungkapkan tes tes yang digunakan untuk mendiagnosis virus corona sangat sensitif sehingga bisa mendeteksi fragmen virus yang sudah mati dari infeksi lama. Kebanyakan orang yang terkena virus corona, hanya bisa menularkan penyakit selama sekitar satu minggu, tetapi hasil tesnya dapat menunjukkan ia masih positif Covid-19 beberapa minggu setelahnya.
Para peneliti mengatakan ini bisa mengarah pada perkiraan berlebihan terkait skala pandemi saat ini. Tetapi beberapa ahli mengatakan, tidak tahu pasti bagaimana tes yang andal dapat diproduksi, yang tidak menyebabkan kasus-kasus aktif tak terdeteksi. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Cegah Alzheimer)
Prof Carl Heneghan, salah satu yang terlibat dari studi itu, mengatakan alih-alih memberikan hasil "ya / tidak" berdasarkan apakah ada virus yang terdeteksi, tes harus memiliki ambang batas sehingga jumlah virus yang sangat kecil, tidak memicu hasil positif. Dia meyakini jejak virus lama yang terdeteksi dapat sedikit menjelaskan mengapa jumlah kasus positif meningkat sementara angka perawatan di rumah sakit tetap stabil.
The Centre for Evidence-Based Medicine Universitas Oxford meninjau bukti dari 25 studi, yang memasukkan spesimen virus dari tes positif ke dalam cawan petri untuk melihat apakah virus itu akan berkembang. Metode "kultur virus" (untuk melihat apa virus masih bisa menginfeksi) dapat menunjukkan apakah hasil tes positif telah mendeteksi virus aktif yang dapat berkembang biak dan menyebar, atau hanya fragmen virus mati yang tidak akan tumbuh di laboratorium atau pada manusia.
Heneghan tidak mungkin untuk memeriksa setiap tes untuk melihat apakah ada virus aktif, kemungkinan hasil positif palsu dapat dikurangi jika para ilmuwan dapat menentukan di mana titik batas seharusnya. Dia mengatakan itu akan membuat orang-orang tidak mengkarantina atau melacak kontak yang tidak perlu, dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang skala pandemi saat ini. (Lihat videonya: Inilah Kriteria Wanita yang Dirindukan Surga)
Peter Openshaw dari Imperial College London mengatakan tes korona merupakan metode yang sangat sensitif untuk mendeteksi materi genetik virus yang tersisa. "Ini bukan bukti dari infektivitas," katanya. Tetapi konsensus klinis yang ada adalah bahwa pasien "sangat tidak mungkin menularkan penyakit setelah hari ke-10 infeksi". (Andika H Mustaqim)
Lihat Juga: 7 Negara yang Melegalkan Poliandri, Ada yang Menikahi Anak Sulung Laki-Laki dalam Keluarga
(ysw)
tulis komentar anda