Bagaimana Nasib Rusia di Suriah setelah Assad Digulingkan?

Jum'at, 13 Desember 2024 - 04:40 WIB
Rusia memiliki nasib yang suram setelah Bashar Al Assad digulingkan. Foto/X/@DailyRuSoldiers
DAMASKUS - Pada tanggal 8 Desember, Presiden Suriah Bashar Al-Assad jatuh dari kekuasaan setelah serangan cepat yang dipimpin oleh kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Sementara penggulingan Assad dirayakan secara luas di Suriah dan di seluruh dunia Arab, suasana di Moskow jauh lebih tidak optimis.

Pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia yang dirilis tak lama setelah kedatangan Assad di Moskow sebagai pencari suaka politik menyatakan "kekhawatiran yang sangat besar" tentang peristiwa di Suriah dan menyatakan bahwa pangkalan militer Rusia di Suriah dalam "siaga tinggi".

Kurang dari dua puluh empat jam sebelum Assad lengser, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengecam HTS sebagai "teroris" dan menyatakan bahwa tidak dapat diterima bagi kelompok pemberontak semacam itu untuk mengambil alih wilayah Suriah.

Bagaimana Nasib Rusia di Suriah setelah Assad Digulingkan?

1. Hilangnya Pangkalan Laut Tartus dan Pangkalan Udara Khmeimin

Meskipun Rusia telah menyatakan solidaritas dengan Assad sejak saat-saat pertama pecahnya perang saudara Suriah pada tahun 2011 dan melakukan intervensi militer atas namanya pada tahun 2015, Kremlin tidak mengerahkan sumber daya untuk mencegah penggulingannya.



"Saat era pasca-Assad mendekat, Rusia menghadapi hilangnya pangkalan angkatan laut Tartus dan pangkalan udara Khmeimim di Suriah, dan hilangnya prestise secara besar-besaran di Timur Tengah. Erosi status ini dapat mendorong Rusia untuk mencoba terlibat secara pragmatis dengan otoritas baru Suriah, meskipun kesediaan mereka untuk bekerja sama dengan Moskow sangat tidak pasti," kata Samuel Ramani, peneliti the Royal United Services Institute (RUSI) dan CEO Pangea Geopolitical Risk.

2. Suriah Bukan Lagi Jadi Fokus Rusia

Saat pasukan HTS melancarkan serangan kilat ke Damaskus, Rusia terus mendukung Assad secara militer. Dalam pidatonya di Forum Doha pada 7 Desember, Lavrov menegaskan bahwa Pasukan Dirgantara Rusia di Khmeimim membantu Tentara Arab Suriah untuk "mengusir serangan teroris". Pernyataan Lavrov dapat dibuktikan dengan gelombang serangan udara oleh pasukan Rusia dan Suriah di Aleppo dan Idlib.

Namun skala bantuan militer Rusia tidak seberapa jika dibandingkan dengan intervensinya yang berhasil pada tahun 2015. Cakupan terbatas komitmen Rusia terhadap Assad di hari-hari terakhirnya dapat dikaitkan dengan dua faktor utama.

Melansir New Arab, yang pertama adalah unsur kejutan yang melekat dalam serangan HTS. Setelah Assad jatuh, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan "Apa yang terjadi secara umum mungkin mengejutkan seluruh dunia dan kami tidak terkecuali dalam kasus ini". Pernyataan Peskov mencerminkan pandangan populer di Moskow bahwa kembalinya Assad ke Liga Arab pada Mei 2023 menandai berakhirnya ancaman besar terhadap rezimnya.

Karena kelompok oposisi Suriah terisolasi dari mitra Arab mereka, Kremlin yakin bahwa pasukan pemberontak tidak akan memiliki kemampuan yang cukup untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Assad.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More