Pertama Kalinya, Paus Fransiskus Desak Penyelidikan Genosida Israel di Gaza
Senin, 18 November 2024 - 09:02 WIB
VATIKAN - Paus Fransiskus, Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik, telah mendesak dilakukannya penyelidikan tentang dugaan Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Desakan itu muncul disampaikan pada hari Minggu saat persiapan peluncuran buku baru menjelang tahun yubileum paus.
Ini adalah pertama kalinya Paus Fransiskus secara terbuka mendesak penyelidikan dugaan genosida oleh Israel di Jalur Gaza.
Pada bulan September, dia mengatakan serangan Israel di Gaza dan Lebanon telah tidak bermoral dan tidak proporsional, dan bahwa militer Zionis telah melampaui aturan perang.
Buku baru tersebut, yang akan dirilis pada hari Selasa, ditulis oleh Hernán Reyes Alcaide dan berdasarkan wawancara dengan Paus Fransiskus. Judulnya: "Hope never disappoints. Pilgrims towards a better world (Harapan tidak pernah mengecewakan. Peziarah menuju dunia yang lebih baik)."
Peringatan yubileum Fransiskus yang berlangsung selama setahun ini diperkirakan akan mendatangkan lebih dari 30 juta peziarah ke Roma untuk merayakan Tahun Suci.
"Menurut beberapa pakar, apa yang terjadi di Gaza memiliki ciri-ciri genosida," kata Paus Fransiskus seperti dikutip dari harian Italia; La Stampa, Senin (18/11/2024).
"Kita harus menyelidiki dengan saksama untuk menentukan apakah hal ini sesuai dengan definisi teknis yang dirumuskan oleh para pakar hukum dan badan-badan internasional," imbuh dia.
Tahun lalu, Fransiskus bertemu secara terpisah dengan kerabat sandera Israel di Gaza dan warga Palestina yang hidup di tengah perang dan memicu "badai api" dengan menggunakan kata-kata yang biasanya dihindari oleh para diplomat Vatikan: "terorisme" dan, menurut warga Palestina: "genosida".
Paus Fransiskus saat itu berbicara tentang penderitaan warga Israel dan Palestina setelah pertemuannya, yang diatur sebelum kesepakatan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas dan penghentian sementara pertempuran diumumkan.
Paus, yang minggu lalu juga bertemu dengan delegasi sandera Israel yang dibebaskan dan keluarga mereka yang mendesak kampanye untuk membawa pulang tawanan yang tersisa, memegang kendali editorial atas buku yang akan dirilis tersebut.
Perang dimulai ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan 1.200 orang dan menculik 250 orang sebagai sandera dan membawa mereka kembali ke Gaza, tempat puluhan orang masih berada.
Sedangkan perang brutal Israel selama setahun berikutnya telah menewaskan lebih dari 43.000 orang di Gaza, menurut pejabat kesehatan wilayah kantong Palestina tersebut.
Konflik di Gaza telah memicu beberapa kasus hukum di pengadilan internasional di Den Haag yang melibatkan permintaan surat perintah penangkapan serta tuduhan dan penyangkalan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.
Dalam buku baru itu, Paus Fransiskus juga berbicara tentang migrasi dan masalah integrasi migran di negara tuan rumah mereka.
“Menghadapi tantangan ini, tidak ada negara yang dapat dibiarkan sendiri dan tidak ada yang dapat berpikir untuk mengatasi masalah ini secara terpisah melalui undang-undang yang lebih ketat dan represif, yang terkadang disetujui di bawah tekanan rasa takut atau untuk mencari keuntungan elektoral,” katanya.
“Sebaliknya, seperti yang kita lihat bahwa ada globalisasi ketidakpedulian, kita harus menanggapinya dengan globalisasi amal dan kerja sama,” imbuh dia.
Paus Fransiskus juga menyebutkan luka perang di Ukraina yang masih terbuka telah menyebabkan ribuan orang meninggalkan rumah mereka, terutama selama bulan-bulan pertama konflik.
Desakan itu muncul disampaikan pada hari Minggu saat persiapan peluncuran buku baru menjelang tahun yubileum paus.
Ini adalah pertama kalinya Paus Fransiskus secara terbuka mendesak penyelidikan dugaan genosida oleh Israel di Jalur Gaza.
Pada bulan September, dia mengatakan serangan Israel di Gaza dan Lebanon telah tidak bermoral dan tidak proporsional, dan bahwa militer Zionis telah melampaui aturan perang.
Baca Juga
Buku baru tersebut, yang akan dirilis pada hari Selasa, ditulis oleh Hernán Reyes Alcaide dan berdasarkan wawancara dengan Paus Fransiskus. Judulnya: "Hope never disappoints. Pilgrims towards a better world (Harapan tidak pernah mengecewakan. Peziarah menuju dunia yang lebih baik)."
Peringatan yubileum Fransiskus yang berlangsung selama setahun ini diperkirakan akan mendatangkan lebih dari 30 juta peziarah ke Roma untuk merayakan Tahun Suci.
"Menurut beberapa pakar, apa yang terjadi di Gaza memiliki ciri-ciri genosida," kata Paus Fransiskus seperti dikutip dari harian Italia; La Stampa, Senin (18/11/2024).
"Kita harus menyelidiki dengan saksama untuk menentukan apakah hal ini sesuai dengan definisi teknis yang dirumuskan oleh para pakar hukum dan badan-badan internasional," imbuh dia.
Tahun lalu, Fransiskus bertemu secara terpisah dengan kerabat sandera Israel di Gaza dan warga Palestina yang hidup di tengah perang dan memicu "badai api" dengan menggunakan kata-kata yang biasanya dihindari oleh para diplomat Vatikan: "terorisme" dan, menurut warga Palestina: "genosida".
Paus Fransiskus saat itu berbicara tentang penderitaan warga Israel dan Palestina setelah pertemuannya, yang diatur sebelum kesepakatan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas dan penghentian sementara pertempuran diumumkan.
Paus, yang minggu lalu juga bertemu dengan delegasi sandera Israel yang dibebaskan dan keluarga mereka yang mendesak kampanye untuk membawa pulang tawanan yang tersisa, memegang kendali editorial atas buku yang akan dirilis tersebut.
Perang dimulai ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan 1.200 orang dan menculik 250 orang sebagai sandera dan membawa mereka kembali ke Gaza, tempat puluhan orang masih berada.
Sedangkan perang brutal Israel selama setahun berikutnya telah menewaskan lebih dari 43.000 orang di Gaza, menurut pejabat kesehatan wilayah kantong Palestina tersebut.
Konflik di Gaza telah memicu beberapa kasus hukum di pengadilan internasional di Den Haag yang melibatkan permintaan surat perintah penangkapan serta tuduhan dan penyangkalan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.
Dalam buku baru itu, Paus Fransiskus juga berbicara tentang migrasi dan masalah integrasi migran di negara tuan rumah mereka.
“Menghadapi tantangan ini, tidak ada negara yang dapat dibiarkan sendiri dan tidak ada yang dapat berpikir untuk mengatasi masalah ini secara terpisah melalui undang-undang yang lebih ketat dan represif, yang terkadang disetujui di bawah tekanan rasa takut atau untuk mencari keuntungan elektoral,” katanya.
“Sebaliknya, seperti yang kita lihat bahwa ada globalisasi ketidakpedulian, kita harus menanggapinya dengan globalisasi amal dan kerja sama,” imbuh dia.
Paus Fransiskus juga menyebutkan luka perang di Ukraina yang masih terbuka telah menyebabkan ribuan orang meninggalkan rumah mereka, terutama selama bulan-bulan pertama konflik.
(mas)
tulis komentar anda