Qatar Mundur dari Peran Mediator Utama Perundingan Gencatan Senjata Gaza
Minggu, 10 November 2024 - 07:01 WIB
DOHA - Qatar akan menarik diri sebagai mediator utama dalam perundingan di Gaza kecuali Israel dan Hamas berkomitmen penuh terhadap upaya gencatan senjata.
Langkah itu diungkapkan seorang sumber diplomatik kepada AFP, yang menandai kemunduran terbesar dalam upaya mencapai gencatan senjata sejak perang dimulai lebih dari setahun lalu.
"Qatar memberi tahu Israel dan Hamas bahwa selama ada penolakan menegosiasikan kesepakatan dengan itikad baik, mereka tidak dapat terus menjadi penengah," ujar sumber itu tanpa menyebut nama.
Qatar, bersama dengan Amerika Serikat (AS) dan Mesir, telah terlibat dalam perundingan selama berbulan-bulan untuk mengamankan kesepakatan yang akan mengakhiri perang.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali menolak usulan gencatan senjata, yang telah diterima Hamas, menentang saran dari lembaga keamanannya sendiri.
Pada hari Selasa, Netanyahu memecat menteri pertahanannya, Yoav Gallant, yang berselisih dengan perdana menteri mengenai perang di Gaza dan telah mendorong kesepakatan gencatan senjata.
Pada bulan Juni, Netanyahu mengatakan tidak akan ada gencatan senjata permanen sampai kemampuan militer dan pemerintahan Hamas dihancurkan dan semua tawanan yang ditahan di Gaza dibebaskan.
Sementara itu, Israel melanjutkan kampanye pengebomannya yang brutal di Jalur Gaza, dengan militernya terus melancarkan kampanye yang bertujuan mengurangi jumlah penduduk di wilayah utara, tempat blokade diberlakukan sejak 5 Oktober.
Sumber tersebut mengatakan Qatar telah "memberi tahu kedua belah pihak, Israel dan Hamas serta pemerintah AS" tentang keputusannya.
"Qatar menyampaikan kepada pemerintah AS bahwa mereka akan siap kembali terlibat dalam mediasi ketika kedua belah pihak... menunjukkan keinginan yang tulus untuk kembali ke meja perundingan," ungkap sumber tersebut.
Seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada AFP bahwa kelompok tersebut belum menerima indikasi apa pun dari Qatar bahwa mereka harus meninggalkan negara itu.
"Kami tidak memiliki apa pun untuk dikonfirmasi atau disangkal mengenai apa yang dipublikasikan oleh sumber diplomatik yang tidak disebutkan namanya dan kami belum menerima permintaan apa pun untuk meninggalkan Qatar," papar pejabat tersebut dari Doha.
Hamas bersikeras kesepakatan gencatan senjata pada akhirnya harus mengarah pada penarikan total pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Pekan lalu, kelompok itu menolak usulan yang akan membebaskan sejumlah kecil tawanan Israel dan penghentian permusuhan selama 30 hari, tetapi tidak ada penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Sejak perang Israel di Gaza dimulai setahun lalu, pasukan kolonial Israel telah membunuh lebih dari 43.500 warga Palestina dan melukai lebih dari 100.000 orang.
Sebanyak 44 orang tewas dalam serangan Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir.
Langkah itu diungkapkan seorang sumber diplomatik kepada AFP, yang menandai kemunduran terbesar dalam upaya mencapai gencatan senjata sejak perang dimulai lebih dari setahun lalu.
"Qatar memberi tahu Israel dan Hamas bahwa selama ada penolakan menegosiasikan kesepakatan dengan itikad baik, mereka tidak dapat terus menjadi penengah," ujar sumber itu tanpa menyebut nama.
Qatar, bersama dengan Amerika Serikat (AS) dan Mesir, telah terlibat dalam perundingan selama berbulan-bulan untuk mengamankan kesepakatan yang akan mengakhiri perang.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali menolak usulan gencatan senjata, yang telah diterima Hamas, menentang saran dari lembaga keamanannya sendiri.
Pada hari Selasa, Netanyahu memecat menteri pertahanannya, Yoav Gallant, yang berselisih dengan perdana menteri mengenai perang di Gaza dan telah mendorong kesepakatan gencatan senjata.
Pada bulan Juni, Netanyahu mengatakan tidak akan ada gencatan senjata permanen sampai kemampuan militer dan pemerintahan Hamas dihancurkan dan semua tawanan yang ditahan di Gaza dibebaskan.
Sementara itu, Israel melanjutkan kampanye pengebomannya yang brutal di Jalur Gaza, dengan militernya terus melancarkan kampanye yang bertujuan mengurangi jumlah penduduk di wilayah utara, tempat blokade diberlakukan sejak 5 Oktober.
Sumber tersebut mengatakan Qatar telah "memberi tahu kedua belah pihak, Israel dan Hamas serta pemerintah AS" tentang keputusannya.
"Qatar menyampaikan kepada pemerintah AS bahwa mereka akan siap kembali terlibat dalam mediasi ketika kedua belah pihak... menunjukkan keinginan yang tulus untuk kembali ke meja perundingan," ungkap sumber tersebut.
Seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada AFP bahwa kelompok tersebut belum menerima indikasi apa pun dari Qatar bahwa mereka harus meninggalkan negara itu.
"Kami tidak memiliki apa pun untuk dikonfirmasi atau disangkal mengenai apa yang dipublikasikan oleh sumber diplomatik yang tidak disebutkan namanya dan kami belum menerima permintaan apa pun untuk meninggalkan Qatar," papar pejabat tersebut dari Doha.
Hamas bersikeras kesepakatan gencatan senjata pada akhirnya harus mengarah pada penarikan total pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Pekan lalu, kelompok itu menolak usulan yang akan membebaskan sejumlah kecil tawanan Israel dan penghentian permusuhan selama 30 hari, tetapi tidak ada penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Sejak perang Israel di Gaza dimulai setahun lalu, pasukan kolonial Israel telah membunuh lebih dari 43.500 warga Palestina dan melukai lebih dari 100.000 orang.
Sebanyak 44 orang tewas dalam serangan Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir.
(sya)
tulis komentar anda