4 Strategi Donald Trump Memenangi Pilpres AS, Salah Satunya Mengabaikan Jajak Pendapat

Rabu, 06 November 2024 - 16:45 WIB
Donald Trump mampu memenangi pemilu presiden AS dengan strategi mengabaikan jajak pendapat. Foto/IG/realdonaldtrump
WASHINGTON - Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih yang sebelumnya dikatakan tidak mungkin terjadi karena tidak masuk akal. Tapi, Trump membalikkan pandangan tersebut setelah Fox News memproyeksikan Donald Trump mengalahkan Kamala Harris untuk menjadi presiden Amerika Serikat ke-47.

Dalam proyeksi Fox, Trump berhasil meraih 277 suara elektoral, dan Harris meraih 226. Untuk meraih kemenangan tersebut, tentunya Trump memiliki banyak strategi untuk mengalahkan Harris.

4 Strategi Donald Trump Memenangi Pilpres AS, Salah Satunya Mengabaikan Jajak Pendapat

1. Rakyat AS Tidak Puas dengan Kebijakan Joe Biden dan Kamala Harris

Melansir Politico, para pemilih sangat tidak puas dengan arah negara di bawah Presiden Joe Biden, dan Wakil Presiden Kamala Harris belum berbuat cukup banyak untuk memutuskan hubungan dengannya.



Ekonomi, inflasi, dan imigrasi tetap menjadi isu dominan, dan para pemilih mengatakan Trump menanganinya dengan lebih baik selama masa jabatannya.

Meskipun mengakhiri masa jabatan tunggalnya sebagai salah satu presiden yang paling tidak populer dalam 50 tahun terakhir setelah kekalahannya dan kerusuhan 6 Januari di Capitol, sekitar setengah dari pemilih sekarang mengatakan mereka menyetujui pekerjaan yang dilakukan Trump sebagai presiden dalam retrospektif.

Trump tidak memenangkan pemilih Latino atau Hitam secara keseluruhan — dan dia tidak mendekati yang terakhir — tetapi terobosannya membalikkan kemundurannya tahun 2020 di negara-negara medan pertempuran Sun Belt yaitu Arizona, Georgia, dan North Carolina.

2. Tidak Percaya Jajak Pendapat

Dan seperti yang terjadi pada tahun 2016 dan 2020, jajak pendapat bisa saja meremehkan Trump di tiga negara bagian Blue Wall yaitu Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin. Jajak pendapat di sana imbang — tetapi jika sejarah terkini menjadi petunjuk, itu berarti Trump sebenarnya kemungkinan besar unggul.

Bahkan dalam kekalahan pada tahun 2020, Trump mengaktifkan segmen pemilih yang terlewatkan oleh para pencatat jajak pendapat, baik karena mereka tidak berpartisipasi dalam jajak pendapat atau karena tingkat keterlibatan politik mereka yang rendah menyebabkan mereka dikecualikan dari model pemilih yang mungkin.

Para pemilih yang cenderung tidak memilih itu bisa saja kembali memilih, dan kampanye mantan presiden tersebut secara khusus menargetkan satu kelompok: pemuda, yang bisa memicu kesenjangan gender yang akan menguntungkan Trump.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More