Menlu Retno dalam Sidang Umum PBB: 13.000 Senjata Nuklir Masih Dimiliki Beberapa Negara!
Jum'at, 27 September 2024 - 08:20 WIB
NEW YORK - Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia Retno Lestari Priansari Marsudi menyampaikan komitmen kuat Indonesia dalam mewujudkan dunia yang bebas dari senjata nuklir.
Itu disampaikan dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperingati Hari Internasional Penghapusan Total Senjata Nuklir.
Dalam pidatonya, Menlu Retno mengingatkan bahwa meskipun dunia memimpikan masa depan bersama yang penuh harapan, kenyataannya dunia masih berada di bawah bayang-bayang ancaman kehancuran senjata nuklir.
"Sebanyak 13.000 senjata nuklir masih dimiliki oleh beberapa negara, termasuk yang berada di luar NPT (Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir)," katanya, Kamis waktu New York atau Jumat (27/9/2024) WIB.
Menlu perempuan pertama Indonesia ini juga menyoroti kekhawatiran global atas mundurnya kesepakatan-kesepakatan pengendalian senjata, meningkatnya retorika nuklir yang agresif, serta kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) yang semakin memperumit risiko nuklir.
"Dalam perkembangan yang suram ini, kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah rasa takut terhadap senjata nuklir menjadi jaminan perdamaian? Jawaban Indonesia akan selamanya tidak," tegas Retno.
Setelah secara resmi menyampaikan instrumen ratifikasi Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir (TPNW) kepada PBB pada 25 September, Menlu Retno menegaskan kembali bahwa Indonesia menolak berdiam diri di tengah ancaman perang nuklir yang hari ini lebih tinggi daripada masa Perang Dingin.
Lebih lanjut, diplomat top Indonesia ini menyerukan fokus global pada tiga langkah aksi konkret.
Pertama, memulai negosiasi perlucutan senjata dengan sungguh-sungguh. Dia menegaskan bahwa berdiam diri bukanlah pilihan.
"Kita harus memperbarui kemauan politik dan menggandakan upaya kita untuk memajukan perlucutan senjata, membangun kembali kepercayaan, dan bergerak menuju dunia bebas senjata nuklir," ujarnya.
Kedua, menghadapi risiko teknologi yang berkembang. Retno menyerukan pentingnya regulasi yang kuat dan pengendalian yang ketat untuk mencegah meningkatnya ancaman konflik nuklir akibat kemajuan teknologi.
Ketiga, menjaga perdamaian. "Untuk membangun perdamaian, kita harus mengesampingkan perpecahan, ketidakpercayaan, dan paradigma lama, serta memilih persatuan, kerja sama, dan komitmen terhadap perdamaian," paparnya.
Menlu Retno menutup pidatonya dengan menyatakan bahwa pilihan-pilihan yang dibuat hari ini akan membentuk dunia bagi generasi mendatang.
"Rasa takut tidak boleh menjadi penentu masa depan kita. Indonesia tetap teguh dalam tujuannya untuk penghapusan total senjata nuklir," pungkasnya.
Itu disampaikan dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperingati Hari Internasional Penghapusan Total Senjata Nuklir.
Dalam pidatonya, Menlu Retno mengingatkan bahwa meskipun dunia memimpikan masa depan bersama yang penuh harapan, kenyataannya dunia masih berada di bawah bayang-bayang ancaman kehancuran senjata nuklir.
"Sebanyak 13.000 senjata nuklir masih dimiliki oleh beberapa negara, termasuk yang berada di luar NPT (Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir)," katanya, Kamis waktu New York atau Jumat (27/9/2024) WIB.
Menlu perempuan pertama Indonesia ini juga menyoroti kekhawatiran global atas mundurnya kesepakatan-kesepakatan pengendalian senjata, meningkatnya retorika nuklir yang agresif, serta kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) yang semakin memperumit risiko nuklir.
"Dalam perkembangan yang suram ini, kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah rasa takut terhadap senjata nuklir menjadi jaminan perdamaian? Jawaban Indonesia akan selamanya tidak," tegas Retno.
Setelah secara resmi menyampaikan instrumen ratifikasi Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir (TPNW) kepada PBB pada 25 September, Menlu Retno menegaskan kembali bahwa Indonesia menolak berdiam diri di tengah ancaman perang nuklir yang hari ini lebih tinggi daripada masa Perang Dingin.
Lebih lanjut, diplomat top Indonesia ini menyerukan fokus global pada tiga langkah aksi konkret.
Pertama, memulai negosiasi perlucutan senjata dengan sungguh-sungguh. Dia menegaskan bahwa berdiam diri bukanlah pilihan.
"Kita harus memperbarui kemauan politik dan menggandakan upaya kita untuk memajukan perlucutan senjata, membangun kembali kepercayaan, dan bergerak menuju dunia bebas senjata nuklir," ujarnya.
Kedua, menghadapi risiko teknologi yang berkembang. Retno menyerukan pentingnya regulasi yang kuat dan pengendalian yang ketat untuk mencegah meningkatnya ancaman konflik nuklir akibat kemajuan teknologi.
Ketiga, menjaga perdamaian. "Untuk membangun perdamaian, kita harus mengesampingkan perpecahan, ketidakpercayaan, dan paradigma lama, serta memilih persatuan, kerja sama, dan komitmen terhadap perdamaian," paparnya.
Menlu Retno menutup pidatonya dengan menyatakan bahwa pilihan-pilihan yang dibuat hari ini akan membentuk dunia bagi generasi mendatang.
"Rasa takut tidak boleh menjadi penentu masa depan kita. Indonesia tetap teguh dalam tujuannya untuk penghapusan total senjata nuklir," pungkasnya.
(mas)
tulis komentar anda