Lavrov Tegaskan Kemenangan Rusia Tak Terelakkan, Itu Bahasa yang Dipahami Barat
Kamis, 26 September 2024 - 19:15 WIB
MOSKOW - Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov menegaskan Moskow akan meraih kemenangan di Ukraina karena itulah satu-satunya bahasa yang dipahami Barat.
Lavrov terbang ke New York pada hari Rabu (25/9/2024) untuk mengambil bagian dalam sesi pleno ke-79 Majelis Umum PBB dan mengadakan serangkaian pertemuan bilateral.
Sebelum meninggalkan Moskow, dia berbicara kepada TASS tentang situasi terkini di dunia.
“Di mana pun Barat menyusup untuk ‘memperbaiki’ krisis, keadaan akan menjadi jauh lebih buruk: ribuan korban, kehancuran, dan masalah sosial-ekonomi akan menyusul. Selama bertahun-tahun saya bekerja di arena internasional, belum ada satu pun kasus intervensi Barat yang menghasilkan sesuatu yang baik. Dan sekarang kita melihat hal yang sama dengan Ukraina dan konflik Israel-Palestina,” tegas Lavrov pada TASS.
Ketika ditanya apa solusi untuk masalah itu, Lavrov menjawab dengan lugas. “Kemenangan. Mereka tidak mengerti bahasa lain," ungkap dia.
"Dan kemenangan itu akan diraih, kami tidak ragu sedikit pun," ujar diplomat veteran Rusia itu. "Kami benar-benar bersatu dalam menghadapi perang yang dilancarkan Barat terhadap kami dengan tangan Ukraina."
Menurut Lavrov, Barat kolektif berusaha "menaklukkan" seluruh dunia ke dalam "tatanan internasional berbasis aturan," gagasan yang dicetuskan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya sekitar satu dekade lalu.
“Tidak seorang pun pernah menjelaskan apa aturan ini, selain membiarkan Washington melakukan apa pun yang diinginkannya di Afghanistan, Irak, Suriah, Libya, Balkan, Ukraina, Kaukasus, Asia Tengah, atau di Laut China Selatan,” ungkap Lavrov.
"Mereka telah mencoba bertindak di mana-mana seperti hegemon, seperti gajah di toko porselen," papar Lavrov kepada TASS.
Dia menjelaskan, "Di Afghanistan, mereka mendeklarasikan misi memerangi terorisme. Ketika mereka melarikan diri setelah 20 tahun, ada lebih banyak teroris di sana. Di Irak, mereka menghancurkan negara yang normal dan stabil. Belum lagi Libya, yang makmur."
Untuk menggambarkan bagaimana Barat telah menginjak-injak Piagam PBB, Lavrov menunjuk pada deklarasi kemerdekaan tahun 2008 oleh etnis Albania di Kosovo, provinsi Serbia yang telah berada di bawah kendali NATO sejak tahun 1999.
AS mendukung deklarasi tersebut, menyebutnya sebagai penentuan nasib sendiri, dan menekan pengadilan tinggi PBB untuk memutuskan deklarasi tersebut tidak memerlukan persetujuan dari pemerintah pusat, diplomat Rusia itu menjelaskan.
Lavrov menekankan, namun ketika Crimea mengadakan referendum, tidak seperti Kosovo, setelah kudeta yang didukung AS tahun 2014 di Kiev, Barat menolak prinsip penentuan nasib sendiri dan bersikeras bahwa “integritas teritorial Ukraina” adalah yang terpenting.
Lavrov terbang ke New York pada hari Rabu (25/9/2024) untuk mengambil bagian dalam sesi pleno ke-79 Majelis Umum PBB dan mengadakan serangkaian pertemuan bilateral.
Sebelum meninggalkan Moskow, dia berbicara kepada TASS tentang situasi terkini di dunia.
“Di mana pun Barat menyusup untuk ‘memperbaiki’ krisis, keadaan akan menjadi jauh lebih buruk: ribuan korban, kehancuran, dan masalah sosial-ekonomi akan menyusul. Selama bertahun-tahun saya bekerja di arena internasional, belum ada satu pun kasus intervensi Barat yang menghasilkan sesuatu yang baik. Dan sekarang kita melihat hal yang sama dengan Ukraina dan konflik Israel-Palestina,” tegas Lavrov pada TASS.
Ketika ditanya apa solusi untuk masalah itu, Lavrov menjawab dengan lugas. “Kemenangan. Mereka tidak mengerti bahasa lain," ungkap dia.
"Dan kemenangan itu akan diraih, kami tidak ragu sedikit pun," ujar diplomat veteran Rusia itu. "Kami benar-benar bersatu dalam menghadapi perang yang dilancarkan Barat terhadap kami dengan tangan Ukraina."
Menurut Lavrov, Barat kolektif berusaha "menaklukkan" seluruh dunia ke dalam "tatanan internasional berbasis aturan," gagasan yang dicetuskan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya sekitar satu dekade lalu.
“Tidak seorang pun pernah menjelaskan apa aturan ini, selain membiarkan Washington melakukan apa pun yang diinginkannya di Afghanistan, Irak, Suriah, Libya, Balkan, Ukraina, Kaukasus, Asia Tengah, atau di Laut China Selatan,” ungkap Lavrov.
"Mereka telah mencoba bertindak di mana-mana seperti hegemon, seperti gajah di toko porselen," papar Lavrov kepada TASS.
Dia menjelaskan, "Di Afghanistan, mereka mendeklarasikan misi memerangi terorisme. Ketika mereka melarikan diri setelah 20 tahun, ada lebih banyak teroris di sana. Di Irak, mereka menghancurkan negara yang normal dan stabil. Belum lagi Libya, yang makmur."
Untuk menggambarkan bagaimana Barat telah menginjak-injak Piagam PBB, Lavrov menunjuk pada deklarasi kemerdekaan tahun 2008 oleh etnis Albania di Kosovo, provinsi Serbia yang telah berada di bawah kendali NATO sejak tahun 1999.
AS mendukung deklarasi tersebut, menyebutnya sebagai penentuan nasib sendiri, dan menekan pengadilan tinggi PBB untuk memutuskan deklarasi tersebut tidak memerlukan persetujuan dari pemerintah pusat, diplomat Rusia itu menjelaskan.
Lavrov menekankan, namun ketika Crimea mengadakan referendum, tidak seperti Kosovo, setelah kudeta yang didukung AS tahun 2014 di Kiev, Barat menolak prinsip penentuan nasib sendiri dan bersikeras bahwa “integritas teritorial Ukraina” adalah yang terpenting.
(sya)
tulis komentar anda