Tidak Ada Gencatan Senjata di Gaza sebelum Pemilu AS
Sabtu, 21 September 2024 - 21:51 WIB
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak akan mampu mengakhiri perang Israel-Hamas sebelum dia lengser dari jabatannya, menurut pejabat AS kepada Wall Street Journal (WSJ).
Biden telah mengklaim selama berbulan-bulan bahwa kesepakatan sudah dekat.
AS, bersama dengan mediator dari Qatar dan Mesir, telah berusaha selama berbulan-bulan untuk mengamankan kesepakatan yang akan membuat Hamas membebaskan sandera Israel yang tersisa dengan imbalan Israel membebaskan ratusan tahanan Palestina dan mengakhiri operasi militernya di Gaza.
Hamas dan Israel saling menuduh telah menggagalkan beberapa proposal gencatan senjata hingga saat ini, dengan pejuang Palestina bersikeras agar Israel menarik diri sepenuhnya dari daerah kantong itu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di bawah tekanan dari mitra koalisi garis kerasnya untuk tidak meninggalkan Gaza sampai struktur komando Hamas hancur total.
"Tidak ada kesepakatan yang akan segera terjadi," ujar seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya kepada WSJ pada Rabu, seraya menambahkan, "Saya tidak yakin itu akan pernah tercapai."
Enam sandera tewas di Gaza bulan lalu, dan ribuan anggota Hizbullah mendapat serangan dengan bom pager di Lebanon pekan ini semakin membahayakan kesepakatan tersebut, menurut sumber-sumber AS dan Arab kepada surat kabar tersebut.
"Tidak ada peluang untuk mewujudkannya sekarang," ujar seorang pejabat dari negara Arab. "Semua orang menunggu dan melihat hingga setelah pemilihan. Hasilnya akan menentukan apa yang dapat terjadi dalam pemerintahan berikutnya."
Di bawah tekanan dari kaum progresif pro-Palestina dalam partainya, Biden telah berjanji selama berbulan-bulan untuk melakukan gencatan senjata.
"Kita lebih dekat dari sebelumnya dengan kesepakatan,” ujar dia pada Agustus, seraya menambahkan pemerintahannya terlibat dalam "upaya intensif untuk menyelesaikan perjanjian ini."
Anggota lain dari pemerintahan Biden telah mengeluarkan pernyataan optimis yang serupa, dengan Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengklaim dua pekan lalu bahwa Israel dan Hamas telah menyetujui "lebih dari 90%" dari rancangan kesepakatan.
Meskipun Israel baru-baru ini meningkatkan eskalasi terhadap Hizbullah, juru bicara Pentagon Sabrina Singh mengatakan kepada wartawan pada Kamis bahwa, "Kami tidak percaya bahwa kesepakatan akan gagal."
Seorang pejabat senior Israel mengklaim pada Kamis bahwa mereka siap mengakhiri operasinya di Gaza dan menawarkan jalan keluar yang aman dari daerah kantong itu bagi pemimpin Hamas Yahya Sinwar, sebagai imbalan bagi para pejuang untuk membebaskan semua sandera yang tersisa sekaligus dan meletakkan senjata mereka.
Namun, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant kemudian mengatakan baik dia maupun tim negosiasi Israel belum mendengar tentang rencana ini, sementara pakar Israel mencatat kepemimpinan Hamas tidak mungkin menyetujui pelucutan senjata dan pengasingan.
Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel Oktober lalu, menewaskan sekitar 1.100 orang dan membawa sekitar 250 sandera kembali ke Gaza.
Israel selama hampir setahun telah membunuh lebih dari 41.000 warga Palestina di Gaza, menurut angka terbaru dari kementerian kesehatan Gaza.
Hamas membebaskan 105 sandera sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata November lalu. Tidak jelas berapa banyak tawanan yang masih hidup.
Biden telah mengklaim selama berbulan-bulan bahwa kesepakatan sudah dekat.
AS, bersama dengan mediator dari Qatar dan Mesir, telah berusaha selama berbulan-bulan untuk mengamankan kesepakatan yang akan membuat Hamas membebaskan sandera Israel yang tersisa dengan imbalan Israel membebaskan ratusan tahanan Palestina dan mengakhiri operasi militernya di Gaza.
Hamas dan Israel saling menuduh telah menggagalkan beberapa proposal gencatan senjata hingga saat ini, dengan pejuang Palestina bersikeras agar Israel menarik diri sepenuhnya dari daerah kantong itu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di bawah tekanan dari mitra koalisi garis kerasnya untuk tidak meninggalkan Gaza sampai struktur komando Hamas hancur total.
"Tidak ada kesepakatan yang akan segera terjadi," ujar seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya kepada WSJ pada Rabu, seraya menambahkan, "Saya tidak yakin itu akan pernah tercapai."
Enam sandera tewas di Gaza bulan lalu, dan ribuan anggota Hizbullah mendapat serangan dengan bom pager di Lebanon pekan ini semakin membahayakan kesepakatan tersebut, menurut sumber-sumber AS dan Arab kepada surat kabar tersebut.
"Tidak ada peluang untuk mewujudkannya sekarang," ujar seorang pejabat dari negara Arab. "Semua orang menunggu dan melihat hingga setelah pemilihan. Hasilnya akan menentukan apa yang dapat terjadi dalam pemerintahan berikutnya."
Di bawah tekanan dari kaum progresif pro-Palestina dalam partainya, Biden telah berjanji selama berbulan-bulan untuk melakukan gencatan senjata.
"Kita lebih dekat dari sebelumnya dengan kesepakatan,” ujar dia pada Agustus, seraya menambahkan pemerintahannya terlibat dalam "upaya intensif untuk menyelesaikan perjanjian ini."
Anggota lain dari pemerintahan Biden telah mengeluarkan pernyataan optimis yang serupa, dengan Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengklaim dua pekan lalu bahwa Israel dan Hamas telah menyetujui "lebih dari 90%" dari rancangan kesepakatan.
Meskipun Israel baru-baru ini meningkatkan eskalasi terhadap Hizbullah, juru bicara Pentagon Sabrina Singh mengatakan kepada wartawan pada Kamis bahwa, "Kami tidak percaya bahwa kesepakatan akan gagal."
Seorang pejabat senior Israel mengklaim pada Kamis bahwa mereka siap mengakhiri operasinya di Gaza dan menawarkan jalan keluar yang aman dari daerah kantong itu bagi pemimpin Hamas Yahya Sinwar, sebagai imbalan bagi para pejuang untuk membebaskan semua sandera yang tersisa sekaligus dan meletakkan senjata mereka.
Namun, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant kemudian mengatakan baik dia maupun tim negosiasi Israel belum mendengar tentang rencana ini, sementara pakar Israel mencatat kepemimpinan Hamas tidak mungkin menyetujui pelucutan senjata dan pengasingan.
Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel Oktober lalu, menewaskan sekitar 1.100 orang dan membawa sekitar 250 sandera kembali ke Gaza.
Israel selama hampir setahun telah membunuh lebih dari 41.000 warga Palestina di Gaza, menurut angka terbaru dari kementerian kesehatan Gaza.
Hamas membebaskan 105 sandera sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata November lalu. Tidak jelas berapa banyak tawanan yang masih hidup.
(sya)
tulis komentar anda