Keluarga Sandera Israel Menyalahkan Netanyahu atas Kematian 6 Tawanan Hamas
Jum'at, 06 September 2024 - 17:41 WIB
TEL AVIV - Puluhan keluarga sandera Israel yang ditawan di Jalur Gaza berkumpul di Lapangan HaBima, Tel Aviv, pada Kamis (5/9/2024), menuntut kesepakatan pertukaran dengan kelompok Palestina, Hamas.
Anadolu Agency melaporkan, para demonstran membawa enam peti mati kosong yang dibungkus bendera Israel, yang melambangkan enam sandera yang jasadnya ditemukan dari satu terowongan di Jalur Gaza selatan pekan lalu.
Penyiar publik Israel, Kan, melaporkan keluarga tersebut mengadakan konferensi pers, menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menelantarkan orang-orang yang mereka cintai.
“Perdana Menteri, Anda telah menelantarkan putra-putra kami. Jika Anda tidak mau membawa mereka kembali, kami sendiri yang akan melakukannya. Pengabaian ini harus diakhiri, di sini dan sekarang,” tegas mereka.
Protes tersebut menyoroti meningkatnya rasa frustrasi terhadap penanganan situasi oleh Netanyahu, terutama setelah pernyataan terbarunya yang membela kehadiran militer Israel yang terus berlanjut di Koridor Philadelphia di perbatasan Gaza-Mesir.
Netanyahu telah berulang kali menekankan pencapaian tujuan militer di Gaza bergantung pada pengendalian Koridor ini, dengan menyatakan Israel "tidak akan pernah menarik diri" darinya.
Namun, para kritikus, termasuk keluarga para sandera, berpendapat desakan Netanyahu menghambat negosiasi untuk pertukaran tahanan-sandera potensial dengan Hamas.
Meskipun telah dikritik selama berbulan-bulan oleh keluarga para sandera, Netanyahu tidak mengalah dalam masalah ini.
Selama berbulan-bulan, Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir telah berusaha mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
Namun upaya mediasi telah terhenti karena penolakan Netanyahu memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.
Israel telah melanjutkan serangan brutalnya di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Hampir 40.900 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas dan lebih dari 94.400 orang lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang terus berlanjut di daerah kantong tersebut telah menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, sehingga sebagian besar wilayah tersebut hancur.
Israel menghadapi tuduhan genosida atas tindakannya di Gaza di Mahkamah Internasional.
Anadolu Agency melaporkan, para demonstran membawa enam peti mati kosong yang dibungkus bendera Israel, yang melambangkan enam sandera yang jasadnya ditemukan dari satu terowongan di Jalur Gaza selatan pekan lalu.
Penyiar publik Israel, Kan, melaporkan keluarga tersebut mengadakan konferensi pers, menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menelantarkan orang-orang yang mereka cintai.
“Perdana Menteri, Anda telah menelantarkan putra-putra kami. Jika Anda tidak mau membawa mereka kembali, kami sendiri yang akan melakukannya. Pengabaian ini harus diakhiri, di sini dan sekarang,” tegas mereka.
Protes tersebut menyoroti meningkatnya rasa frustrasi terhadap penanganan situasi oleh Netanyahu, terutama setelah pernyataan terbarunya yang membela kehadiran militer Israel yang terus berlanjut di Koridor Philadelphia di perbatasan Gaza-Mesir.
Netanyahu telah berulang kali menekankan pencapaian tujuan militer di Gaza bergantung pada pengendalian Koridor ini, dengan menyatakan Israel "tidak akan pernah menarik diri" darinya.
Namun, para kritikus, termasuk keluarga para sandera, berpendapat desakan Netanyahu menghambat negosiasi untuk pertukaran tahanan-sandera potensial dengan Hamas.
Meskipun telah dikritik selama berbulan-bulan oleh keluarga para sandera, Netanyahu tidak mengalah dalam masalah ini.
Selama berbulan-bulan, Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir telah berusaha mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
Namun upaya mediasi telah terhenti karena penolakan Netanyahu memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.
Israel telah melanjutkan serangan brutalnya di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Hampir 40.900 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas dan lebih dari 94.400 orang lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang terus berlanjut di daerah kantong tersebut telah menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, sehingga sebagian besar wilayah tersebut hancur.
Israel menghadapi tuduhan genosida atas tindakannya di Gaza di Mahkamah Internasional.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda