3 Calon PM Jepang Paling Populer, Salah Satunya Politikus yang Lahir dari Politik Dinasti

TOKYO - Lebih dari puluhan politikus dari Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa di Jepang akan bersaing untuk memperebutkan jabatan perdana menteri akhir bulan ini setelah Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida mengumumkan keputusannya untuk mengundurkan diri pada tanggal 14 Agustus.

3 Calon PM Jepang Paling Populer, Salah Satunya Politikus yang Lahir dari Politik Dinasti

1. Shinjiro Koizumi

Foto/AP



Mantan Menteri Lingkungan Hidup Jepang Shinjiro Koizumi muncul sebagai pilihan paling populer untuk menggantikan Kishida dalam survei TV Tokyo minggu lalu. Pria berusia 43 tahun itu akan mengumumkan pencalonannya secara resmi pada tanggal 6 September.

Ia akan menjadi kandidat termuda dari partai tersebut. Shinjiro adalah putra mantan PM Jepang Junichiro Koizumi, yang terkenal karena kebijakannya yang pro-AS dan hubungan persaudaraannya dengan George W. Bush.

Shinjiro lulus dari Universitas Columbia di New York dan bekerja di Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berpusat di Washington. Ia dikenal sebagai pengunjung tetap Kuil Yasukuni, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai simbol militerisme Jepang. Ia memuji kemenangan Joe Biden pada tahun 2020. Diyakini Koizumi akan menegakkan kebijakan partai yang berkuasa untuk memberikan sanksi terhadap Rusia, dan mendukung Ukraina, jika terpilih.

2. Shigeru Ishiba

Foto/AP

Melansir Sputnik News, Mantan Menteri Pertahanan Shigeru Ishiba juga merupakan pilihan populer dalam survei media lokal. Pada bulan Juli, ia menduduki puncak daftar calon potensial dengan dukungan populer sebesar 21,1%.

Pada tanggal 24 Agustus, ia secara resmi mengumumkan pencalonannya sebagai perdana menteri. Ishiba adalah pendukung setia NATO Asia-Pasifik dan pendukung kuat pasukan pertahanan Jepang. Ia adalah pendukung "pencegahan" Rusia dan dukungan terhadap rezim Kiev.

3. Taro Kono

Melansir Sputnik News, [olitisi Jepang kawakan dan menteri digital saat ini, Taro Kono, mengumumkan pencalonannya pada tanggal 26 Agustus. Saat menjabat sebagai menteri luar negeri di kabinet Abe, ia memberi tahu pers Rusia pada tahun 2017 tentang "keterlibatan mendalam ayah dan kakeknya dalam pengembangan hubungan Jepang-Soviet dan Jepang-Rusia."

Namun, setelah dimulainya konflik Ukraina, ia sepenuhnya mendukung sanksi anti-Rusia sebagai sarana untuk "melindungi Jepang."