Warga Palestina di AS Sebut Blinken Berperan sebagai Menlu Israel
Jum'at, 23 Agustus 2024 - 18:01 WIB
WASHINGTON - Komunitas Palestina di Amerika Serikat (AS) menuduh Menteri Luar Negeri (Menlu) Antony Blinken berperan sebagai menteri luar negeri Israel, dan bukan sebagai diplomat dan perwakilan utama Washington.
Situs berita Al-Resalah Net mengutip seorang anggota Jaringan Komunitas Palestina AS dan aktivis Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS), Rahef Lafi Awadallah, yang mengatakan posisi pemerintahan Presiden AS Joe Biden adalah "konfirmasi kemitraan penuh dan menyeluruhnya dalam perang pemusnahan yang telah menargetkan rakyat Palestina di Jalur Gaza selama sebelas bulan berturut-turut, serta menargetkan Tepi Barat dan Yerusalem."
Awadallah menekankan, “Pemerintah AS menggunakan perundingan gencatan senjata hanya sebagai kartu elektoral, memajukan atau menundanya sesuai dengan apa yang mencapai kepentingannya dalam pemilu dan dalam jajak pendapat yang dilakukan lembaga-lembaga Amerika.”
Dia menjelaskan, baik Partai Republik maupun Demokrat sama-sama menaruh darah Palestina pada “pasar pemilu”, dan menggunakannya dalam persaingan “siapa yang akan memberikan kepuasan lebih kepada lobi Israel”.
Awadallah menekankan posisi ini mencerminkan realitas panggung politik Amerika, yang sama sekali mengabaikan prinsip dan nilai yang diserukan Amerika, dan hanya berpegang pada apa yang dapat meraih keberhasilan dalam pemilu presiden.
Israel telah membunuh lebih dari 40.200 warga Palestina di Jalur Gaza. Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.
AS menjadi pemasok utama persenjataan yang digunakan Israel untuk membantai warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
Lihat Juga: Profil Susie Wiles, Manajer Kampanye Trump, Wanita Pertama yang Jadi Kepala Staf Gedung Putih
Situs berita Al-Resalah Net mengutip seorang anggota Jaringan Komunitas Palestina AS dan aktivis Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS), Rahef Lafi Awadallah, yang mengatakan posisi pemerintahan Presiden AS Joe Biden adalah "konfirmasi kemitraan penuh dan menyeluruhnya dalam perang pemusnahan yang telah menargetkan rakyat Palestina di Jalur Gaza selama sebelas bulan berturut-turut, serta menargetkan Tepi Barat dan Yerusalem."
Awadallah menekankan, “Pemerintah AS menggunakan perundingan gencatan senjata hanya sebagai kartu elektoral, memajukan atau menundanya sesuai dengan apa yang mencapai kepentingannya dalam pemilu dan dalam jajak pendapat yang dilakukan lembaga-lembaga Amerika.”
Dia menjelaskan, baik Partai Republik maupun Demokrat sama-sama menaruh darah Palestina pada “pasar pemilu”, dan menggunakannya dalam persaingan “siapa yang akan memberikan kepuasan lebih kepada lobi Israel”.
Awadallah menekankan posisi ini mencerminkan realitas panggung politik Amerika, yang sama sekali mengabaikan prinsip dan nilai yang diserukan Amerika, dan hanya berpegang pada apa yang dapat meraih keberhasilan dalam pemilu presiden.
Israel telah membunuh lebih dari 40.200 warga Palestina di Jalur Gaza. Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.
AS menjadi pemasok utama persenjataan yang digunakan Israel untuk membantai warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
Lihat Juga: Profil Susie Wiles, Manajer Kampanye Trump, Wanita Pertama yang Jadi Kepala Staf Gedung Putih
(sya)
tulis komentar anda