Terungkap, Jenderal Tertinggi Ukraina Serang Kursk Rusia agar Tak Dipecat

Selasa, 20 Agustus 2024 - 14:46 WIB
Panglima Militer Ukraina Kolonel Jenderal Oleksandr Syrsky memerintahkan serangan terhadap wilayah Kursk, Rusia, untuk menghindari pemecatan. Foto/Office of the President of Ukraine
KYIV - Panglima Militer Ukraina Kolonel Jenderal Oleksandr Syrsky merencanakan dan memerintahkan serangan terhadap wilayah Kursk, Rusia, sebagai upaya terakhir untuk menghindari pemecatan.

Itu diungkap The Economist, mengutip sumber Ukraina yang mengetahui masalah tersebut.

Kyiv juga dilaporkan tidak memberi tahu pendukung Barat-nya tentang rencana serangan itu karena takut mereka akan memerintahkan operasi tersebut dibatalkan, atau rinciannya akan bocor.

Menurut sumber tersebut, Syrsky hampir dipecat hanya beberapa minggu sebelum operasi dimulai karena garis depan yang runtuh di Donbas.





The Economist mencatat bahwa Syrsky, yang memangku jabatan sebagai jenderal tertinggi Ukraina pada bulan Februari, berjuang dengan warisan yang kurang ideal dari pendahulunya, Jenderal Valery Zaluzhny, serta keterlambatan dalam dukungan Barat.

Selain itu, dia dilaporkan berada di bawah tekanan dari kepala staf Presiden Volodymyr Zelensky yang berpengaruh, Andrey Yermak.

Ketika ketegangan meningkat, Syrsky merancang apa yang The Economist gambarkan sebagai "pertaruhan berani yang lahir dari keputusasaan", dengan beberapa skenario di atas meja.

Itu termasuk serangan terhadap wilayah perbatasan Kursk atau Bryansk, atau kombinasi keduanya.

"Tujuan utamanya adalah untuk menarik pasukan [Rusia] menjauh dari cengkeraman Donbas, dan untuk menciptakan alat tawar-menawar untuk setiap negosiasi di masa mendatang," tulis The Economist dalam laporannya, yang dilansir Senin (19/8/2024).

Komandan tersebut juga dilaporkan sangat menjaga kerahasiaan, membahas rencana hanya dengan sekelompok pejabat tertentu dan memberi tahu Presiden Zelensky tentang kemajuan hanya secara pribadi.

"Ini juga berarti bahwa sekutu Barat sengaja dibiarkan dalam kegelapan," lanjut laporan The Economist.

"Syrsky memiliki dua operasi sebelumnya yang digagalkan oleh Barat. Satu dibocorkan ke Rusia, dan pada kesempatan lain, kami diperintahkan untuk membatalkannya," kata sumber Ukraina kepada The Economist.

Mengenai dugaan kebocoran tersebut, ini mungkin merujuk pada serangan balik musim panas 2023 yang berakhir dengan kegagalan bagi pasukan Ukraina.

Zelensky mengeklaim pada bulan Februari bahwa rencana untuk operasi tersebut telah "ada di meja Kremlin bahkan sebelum operasi dimulai."

The Economist mencatat bahwa ketika dihadapkan dengan kenyataan yang sudah terjadi, Barat tidak keberatan. Banyak pejabat Barat yang menyuarakan dukungan atas serangan terhadap Rusia, dengan alasan bahwa Kyiv memiliki hak untuk membela diri.

AS bersikeras bahwa mereka tidak terlibat dalam persiapan serangan Kursk. Namun, mantan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolay Patrushev berpendapat bahwa Kyiv tidak akan pernah berani melancarkan operasi semacam itu tanpa dukungan Washington, seraya menambahkan bahwa NATO memasok Ukraina dengan senjata, instruktur militer, dan intelijen.

Saat pertempuran berkecamuk di Wilayah Kursk, The Economist mengutip pernyataan militer Ukraina yang mengatakan bahwa mereka sudah mulai melihat tingkat perlawanan yang berbeda, dengan korban yang terus bertambah.

Sementara pasukan Kyiv telah menduduki sebagian wilayah perbatasan, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa kemajuan telah dihentikan.

Menurut Moskow, Ukraina telah kehilangan lebih dari 3.400 anggota angkatan bersenjata dan sekitar 400 kendaraan lapis baja dalam serangan tersebut.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More