Kantor Penghubung Israel di Maroko Diam-diam Kembali Beroperasi

Sabtu, 17 Agustus 2024 - 09:15 WIB
Para demonstran mengambil bagian dalam unjuk rasa untuk mendukung warga Palestina di Gaza, di Rabat, Maroko, 3 Agustus 2024. Foto/AP
TEL AVIV - Kantor penghubung Israel di Rabat, Maroko, telah melanjutkan operasinya setelah jeda selama 10 bulan dalam upaya merevitalisasi hubungan antara kedua negara.

Seorang sumber di kantor penghubung Israel mengonfirmasi kepada situs berita Maroko, Hespress, bahwa kantor tersebut telah dibuka kembali setelah operasinya ditangguhkan karena pecahnya perang genosida Israel di Gaza.

Israel dilaporkan telah melarang pejabat diplomatiknya melakukan kontak dengan media Maroko, karena khawatir akan keresahan sosial dan penentangan yang meluas terhadap pembukaan kembali kantor tersebut.



Langkah tersebut dilakukan setelah penunjukan Hassan Kaabia, wakil juru bicara kementerian luar negeri Israel untuk media Arab, sebagai wakil kepala kantor penghubung di Rabat bulan lalu.

Kantor tersebut dipimpin David Govrin, yang pada tahun 2022 dipanggil kembali selama beberapa bulan setelah tuduhan pelanggaran seksual dan korupsi.

Setelah serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober dan dimulainya genosida Israel di Gaza, delegasi Israel meninggalkan Maroko karena masalah keamanan.

Kantor tersebut resmi ditutup pada bulan April tahun ini.

Menurut Hespress, kantor penghubung Israel baru-baru ini kembali muncul di jejaring sosial, mengunggah pesan yang memberi selamat kepada Maroko atas berbagai acara nasional, seperti Hari Tahta dan keberhasilannya dalam Olimpiade di Paris.

Penunjukan Kaabia memicu protes pada Kamis di depan gedung parlemen di Rabat, yang dipimpin Front Maroko untuk Mendukung Palestina dan Menentang Normalisasi, media lokal melaporkan.

Para pengunjuk rasa menuntut Maroko memutuskan hubungannya dengan Israel dan menyerukan pengusiran perwakilan Israel dari kerajaan tersebut.

Abdelilah Benabdeslam, pemimpin kelompok protes tersebut, mengatakan kepada Hespress bahwa "memalukan" bagi Maroko untuk mempertahankan hubungan dengan "negara kriminal" dan mendesak "pengusiran segera Hassan Kaabia dan timnya".

Benabdeslam juga mengatakan demonstrasi akan terus berlanjut di seluruh Maroko.

Penentangan terhadap Normalisasi



Israel dan Maroko secara resmi menjalin hubungan diplomatik pada Desember 2020 dengan menandatangani perjanjian tripartit Maroko-AS-Israel.

Kesepakatan yang ditengahi Amerika Serikat (AS) tersebut mencakup pengakuan klaim kedaulatan Rabat atas wilayah Sahara Barat yang disengketakan, bekas koloni Spanyol yang sebagian besar dikuasai Maroko tetapi diklaim Front Polisario, gerakan kemerdekaan Sahrawi yang didukung Aljazair.

Meskipun Maroko dan Israel memiliki sejarah kerja sama selama 60 tahun dalam masalah militer dan intelijen, hubungan mereka semakin erat secara signifikan setelah perjanjian ini.

Setelah kesepakatan tersebut, Maroko mengamankan kesepakatan membeli sistem pertahanan rudal Barak 8 milik Israel yang sangat didambakan, pesawat nirawak Elbit Hermes, dan sistem satelit mata-matanya untuk digunakan dalam perang yang sedang berlangsung dengan Front Polisario di Sahara Barat.

Pada tahun 2023, perdagangan antara Maroko dan Israel meningkat dua kali lipat, mencapai USD116,7 juta dibandingkan dengan USD56,2 juta pada tahun 2022.

Peningkatan ini menandai pertumbuhan tercepat di antara negara-negara Arab yang juga menjalin hubungan dengan Israel pada tahun 2020: Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan.

Pada Juli, media Maroko melaporkan kerajaan tersebut membeli dua satelit mata-mata Ofek-13 dari Israel Aerospace Industries (IAI) dalam kesepakatan senilai USD1 miliar.

IAI dikenal karena memproduksi beberapa drone dan sistem pertahanan rudal tercanggih yang digunakan tentara Israel di Gaza.

Meskipun perang Israel yang sedang berlangsung tampaknya tidak berdampak signifikan pada aspek inti hubungan Israel-Maroko, termasuk perdagangan bilateral dan kemitraan keamanan, hal itu telah mengintensifkan penentangan populer yang meluas terhadap hubungan ini dan menyoroti perbedaan antara pandangan pemerintah dan publik tentang Israel.

Ketika media melaporkan bahwa INS Komemiyut, kapal pendarat yang baru-baru ini diperoleh Israel dari Amerika Serikat, singgah di kota pelabuhan Tangier di Maroko utara pada awal Juni dalam perjalanan menuju Haifa untuk dikirim ke Angkatan Laut Israel, peristiwa tersebut memicu kemarahan di negara tersebut.

Kapal perang Israel, yang dilaporkan membawa peralatan dan senjata militer AS, diizinkan singgah di Tangier untuk mengisi bahan bakar dan memasok kembali.

Meskipun pejabat Maroko secara teratur mengeluarkan pernyataan yang mengutuk kekerasan Israel di Gaza dan kerajaan yang memberikan bantuan kemanusiaan ke daerah kantong Palestina tersebut, opini publik tetap menentang keras kebijakan pemerintah terhadap Israel.

Jajak pendapat Arab Barometer yang diterbitkan pada Juni menunjukkan dukungan populer untuk normalisasi antara Israel dan negara-negara Arab, termasuk Maroko, turun dari 31% pada tahun 2022 menjadi hanya 13%.

(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More