Pemimpin Baru Hamas Yahya Sinwar, Sosok Keras Kepala yang Dicap Orang Mati Berjalan
Kamis, 08 Agustus 2024 - 10:12 WIB
GAZA - Banyak misteri menyelimuti sosok pemimpin baru Hamas, Yahya Sinwar.
Bagi anggota Hamas, Sinwar merupakan perencana keamanan yang hebat dan keras kepala. Namun, bagi rezim Zionis Israel, dia telah dicap sebagai "orang mati berjalan".
Bos baru Hamas pengganti Ismail Haniyeh itu telah berkarier di balik bayang-bayang dan pernah menghabiskan waktu cukup lama di penjara Israel.
"Dengan memilihnya sebagai pemimpin, Hamas mengirim pesan yang kuat kepada pendudukan [Israel] bahwa Hamas melanjutkan jalur perlawanannya," kata seorang pejabat senior Hamas kepada AFP.
Sinwar dituduh mendalangi serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang terburuk dalam sejarah Israel, yang menewaskan 1.198 orang dan menyandera 251 orang.
Setelah serangan itu, militer Israel bersikeras bahwa Sinwar adalah "orang mati berjalan", meskipun sosoknya tidak terlihat lagi sejak itu.
Cap "orang mati berjalan" yang disematkan militer Israel pada Sinwar artinya adalah seseorang yang sudah tinggal menunggu waktu untuk mengalami hal yang sangat buruk.
Serangan 7 Oktober yang dikenal sebagai Operasi Badai al-Aqsa mungkin direncanakan selama satu atau dua tahun. "Mengejutkan semua orang dan mengubah keseimbangan kekuatan di lapangan," kata Leila Seurat, pakar dari Arab Centre for Research and Political Studies (CAREP) di Paris, yang dilansir Kamis (8/8/2024).
Menurut Abu Abdallah, seorang anggota Hamas yang menghabiskan waktu bertahun-tahun bersamanya di penjara-penjara Israel, pria pertapa berusia 61 tahun itu adalah seorang operator keamanan yang "sangat hebat".
"Dia membuat keputusan dengan sangat tenang, tetapi keras kepala dalam hal membela kepentingan Hamas," kata Abu Abdallah kepada AFP pada tahun 2017, setelah mantan rekan tahanannya terpilih sebagai pemimpin lapangan Hamas di Gaza.
Setelah 7 Oktober, juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht menyebut Sinwar sebagai "wajah kejahatan" dan menyatakannya sebagai "orang mati yang berjalan".
Lahir di kamp pengungsi Khan Younis di Gaza selatan, Sinwar bergabung dengan Hamas ketika Sheikh Ahmad Yassin mendirikan kelompok tersebut sekitar waktu Intifada Pertama dimulai pada tahun 1987.
Sinwar mendirikan aparat keamanan internal kelompok tersebut pada tahun berikutnya dan kemudian memimpin unit intelijen yang didedikasikan untuk mengusir dan menghukum tanpa ampun—terkadang membunuh—warga Palestina yang dituduh memberikan informasi kepada Israel.
Menurut transkrip interogasi dengan pejabat keamanan yang dipublikasikan di media Israel, Sinwar mengaku telah mencekik seorang yang diduga kolaborator dengan syal keffiyeh di pemakaman Khan Younis.
Lulusan Universitas Islam di Gaza ini mempelajari bahasa Ibrani dengan sempurna selama 23 tahun di penjara Israel dan dikatakan memiliki pemahaman yang mendalam tentang budaya dan masyarakat Israel.
Dia menjalani empat hukuman seumur hidup atas pembunuhan dua tentara Israel ketika dia menjadi yang paling senior dari 1.027 warga Palestina yang dibebaskan sebagai ganti tentara Israel Gilad Shalit pada tahun 2011.
Sinwar kemudian menjadi komandan senior di Brigade Izzudin al-Qassam, sayap militer Hamas, sebelum mengambil alih kepemimpinan keseluruhan gerakan di Gaza.
Sementara pendahulunya, Ismail Haniyeh, telah mendorong upaya Hamas untuk menampilkan wajah moderat kepada dunia, Sinwar lebih suka memaksakan masalah Palestina ke depan dengan cara yang lebih keras.
Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan serangan udara dan darat Israel yang dilancarkan sebagai respons terhadap serangan 7 Oktober telah menewaskan sedikitnya 39.653 orang di wilayah Palestina.
Sinwar memimpikan satu Negara Palestina yang menyatukan Jalur Gaza, Tepi Barat—wilayah yang diduduki Israel dan dikendalikan oleh partai Fatah pimpinan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas—dan Yerusalem Timur.
Menurut lembaga think tank Amerika Serikat, Council on Foreign Relations, Sinwar telah berjanji untuk menghukum siapa pun yang menghalangi rekonsiliasi dengan Fatah, gerakan politik saingan yang terlibat dalam pertikaian faksional dengan Hamas setelah pemilihan umum tahun 2006.
Kesepakatan itu masih sulit dicapai, tetapi pembebasan tahanan yang dihasilkan dari perjanjian gencatan senjata singkat November dengan Israel telah membuat popularitas Hamas melambung di Tepi Barat.
"Sinwar telah menempuh jalan menjadi radikal dalam perencanaan militer dan pragmatis dalam politik," kata Seurat.
"Dia tidak menganjurkan kekerasan demi kekerasan, tetapi untuk mewujudkan negosiasi dengan Israel," ujarnya.
Pimpinan Hamas itu dimasukkan ke dalam daftar "teroris internasional" paling dicari AS pada tahun 2015.
Sumber keamanan di luar Gaza mengatakan bahwa Sinwar telah berlindung di jaringan terowongan yang dibangun di bawah wilayah itu untuk menahan bom Israel.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, yang berjanji pada bulan November untuk "menemukan dan melenyapkan" Sinwar, mendesak warga Gaza untuk menyerahkan Sinwar, seraya menambahkan "jika Anda berhasil menangkapnya sebelum kami, itu akan memperpendek perang".
Bagi anggota Hamas, Sinwar merupakan perencana keamanan yang hebat dan keras kepala. Namun, bagi rezim Zionis Israel, dia telah dicap sebagai "orang mati berjalan".
Bos baru Hamas pengganti Ismail Haniyeh itu telah berkarier di balik bayang-bayang dan pernah menghabiskan waktu cukup lama di penjara Israel.
"Dengan memilihnya sebagai pemimpin, Hamas mengirim pesan yang kuat kepada pendudukan [Israel] bahwa Hamas melanjutkan jalur perlawanannya," kata seorang pejabat senior Hamas kepada AFP.
Sinwar dituduh mendalangi serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang terburuk dalam sejarah Israel, yang menewaskan 1.198 orang dan menyandera 251 orang.
Setelah serangan itu, militer Israel bersikeras bahwa Sinwar adalah "orang mati berjalan", meskipun sosoknya tidak terlihat lagi sejak itu.
Cap "orang mati berjalan" yang disematkan militer Israel pada Sinwar artinya adalah seseorang yang sudah tinggal menunggu waktu untuk mengalami hal yang sangat buruk.
Serangan 7 Oktober yang dikenal sebagai Operasi Badai al-Aqsa mungkin direncanakan selama satu atau dua tahun. "Mengejutkan semua orang dan mengubah keseimbangan kekuatan di lapangan," kata Leila Seurat, pakar dari Arab Centre for Research and Political Studies (CAREP) di Paris, yang dilansir Kamis (8/8/2024).
Menurut Abu Abdallah, seorang anggota Hamas yang menghabiskan waktu bertahun-tahun bersamanya di penjara-penjara Israel, pria pertapa berusia 61 tahun itu adalah seorang operator keamanan yang "sangat hebat".
"Dia membuat keputusan dengan sangat tenang, tetapi keras kepala dalam hal membela kepentingan Hamas," kata Abu Abdallah kepada AFP pada tahun 2017, setelah mantan rekan tahanannya terpilih sebagai pemimpin lapangan Hamas di Gaza.
Setelah 7 Oktober, juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht menyebut Sinwar sebagai "wajah kejahatan" dan menyatakannya sebagai "orang mati yang berjalan".
Lahir di kamp pengungsi Khan Younis di Gaza selatan, Sinwar bergabung dengan Hamas ketika Sheikh Ahmad Yassin mendirikan kelompok tersebut sekitar waktu Intifada Pertama dimulai pada tahun 1987.
Sinwar mendirikan aparat keamanan internal kelompok tersebut pada tahun berikutnya dan kemudian memimpin unit intelijen yang didedikasikan untuk mengusir dan menghukum tanpa ampun—terkadang membunuh—warga Palestina yang dituduh memberikan informasi kepada Israel.
Menurut transkrip interogasi dengan pejabat keamanan yang dipublikasikan di media Israel, Sinwar mengaku telah mencekik seorang yang diduga kolaborator dengan syal keffiyeh di pemakaman Khan Younis.
Lulusan Universitas Islam di Gaza ini mempelajari bahasa Ibrani dengan sempurna selama 23 tahun di penjara Israel dan dikatakan memiliki pemahaman yang mendalam tentang budaya dan masyarakat Israel.
Dia menjalani empat hukuman seumur hidup atas pembunuhan dua tentara Israel ketika dia menjadi yang paling senior dari 1.027 warga Palestina yang dibebaskan sebagai ganti tentara Israel Gilad Shalit pada tahun 2011.
Sinwar kemudian menjadi komandan senior di Brigade Izzudin al-Qassam, sayap militer Hamas, sebelum mengambil alih kepemimpinan keseluruhan gerakan di Gaza.
Sementara pendahulunya, Ismail Haniyeh, telah mendorong upaya Hamas untuk menampilkan wajah moderat kepada dunia, Sinwar lebih suka memaksakan masalah Palestina ke depan dengan cara yang lebih keras.
Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan serangan udara dan darat Israel yang dilancarkan sebagai respons terhadap serangan 7 Oktober telah menewaskan sedikitnya 39.653 orang di wilayah Palestina.
Radikal dan Pragmatis
Sinwar memimpikan satu Negara Palestina yang menyatukan Jalur Gaza, Tepi Barat—wilayah yang diduduki Israel dan dikendalikan oleh partai Fatah pimpinan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas—dan Yerusalem Timur.
Menurut lembaga think tank Amerika Serikat, Council on Foreign Relations, Sinwar telah berjanji untuk menghukum siapa pun yang menghalangi rekonsiliasi dengan Fatah, gerakan politik saingan yang terlibat dalam pertikaian faksional dengan Hamas setelah pemilihan umum tahun 2006.
Kesepakatan itu masih sulit dicapai, tetapi pembebasan tahanan yang dihasilkan dari perjanjian gencatan senjata singkat November dengan Israel telah membuat popularitas Hamas melambung di Tepi Barat.
"Sinwar telah menempuh jalan menjadi radikal dalam perencanaan militer dan pragmatis dalam politik," kata Seurat.
"Dia tidak menganjurkan kekerasan demi kekerasan, tetapi untuk mewujudkan negosiasi dengan Israel," ujarnya.
Pimpinan Hamas itu dimasukkan ke dalam daftar "teroris internasional" paling dicari AS pada tahun 2015.
Sumber keamanan di luar Gaza mengatakan bahwa Sinwar telah berlindung di jaringan terowongan yang dibangun di bawah wilayah itu untuk menahan bom Israel.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, yang berjanji pada bulan November untuk "menemukan dan melenyapkan" Sinwar, mendesak warga Gaza untuk menyerahkan Sinwar, seraya menambahkan "jika Anda berhasil menangkapnya sebelum kami, itu akan memperpendek perang".
(mas)
tulis komentar anda