Netanyahu Tolak Tuntutan Hamas agar Israel Tarik Pasukan dari Perbatasan Gaza-Mesir
Selasa, 06 Agustus 2024 - 00:01 WIB
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menuduh Hamas pada Minggu (4/8/2024) menghalangi gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran sandera dengan bersikeras agar pasukan Israel ditarik dari Koridor Philadelphia di perbatasan antara Gaza dan Mesir.
"Kami belum menambahkan tuntutan apa pun ke dalam draf tersebut," klaim Netanyahu dalam rapat Kabinet. "Hamas adalah pihak yang menuntut untuk memasukkan lusinan perubahan."
Laporan media Israel baru-baru ini, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, menyalahkan Netanyahu karena menggagalkan perundingan gencatan senjata Gaza dengan Hamas dengan bersikeras pada persyaratan yang tidak termasuk dalam rencana awal.
"Mereka (rumor) menciptakan suasana yang salah seolah-olah Hamas telah menyetujui kesepakatan, dan pemerintah Israel-lah yang menentangnya," klaim Netanyahu.
"Saya bersedia melakukan apa saja untuk membebaskan semua tawanan kami, sambil menjaga keamanan Israel," ungkap perdana menteri Israel.
“Kebocoran informasi dari pejabat senior Israel di tim negosiasi dan dinas keamanan tentang negosiasi tersebut merusak negosiasi," papar dia.
"Hamas menuntut agar kami menarik diri dari Koridor Philadelphia dan penyeberangan Rafah," ungkap dia. "Kami tidak akan meninggalkan tempat itu. Siapa pun yang, seperti kami, menginginkan pembebasan tawanan kami harus mengarahkan tekanan pada Hamas, bukan pada pemerintah Israel."
Pada Sabtu malam, delegasi keamanan Israel yang dipimpin Kepala Mossad David Barnea kembali dari Mesir setelah bernegosiasi dengan pejabat keamanan Mesir mengenai kesepakatan pertukaran sandera dengan Hamas.
Menurut situs berita Israel Walla, perjalanan delegasi tersebut ke Kairo adalah "hasil dari tekanan Amerika yang kuat pada Israel dalam beberapa hari terakhir untuk melanjutkan negosiasi."
Nitzan Alon, kepala berkas sandera militer, tidak bergabung dengan delegasi Israel, menurut Walla, karena "keyakinannya bahwa sikap garis keras Netanyahu tidak akan menghasilkan kemajuan nyata."
Nada menantang Netanyahu muncul di tengah kekhawatiran eskalasi regional karena Iran dan Hizbullah telah bersumpah untuk memberikan "tanggapan keras" terhadap pembunuhan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, dan pembunuhan Pemimpin Hizbullah Fuad Shukr di Beirut pekan lalu.
"Israel tengah berperang melawan poros kejahatan Iran," ungkap Netanyahu. "Kami menyerang dengan keras di setiap cabang kekuasaannya. Kami siap menghadapi setiap skenario, baik dalam bertahan maupun menyerang. Saya tegaskan kepada musuh-musuh kami: Kami akan menanggapi dan menuntut harga yang mahal untuk setiap tindakan agresi terhadap kami, dari front mana pun."
Pembicaraan tidak langsung antara Israel dan Hamas yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir telah gagal menyepakati gencatan senjata permanen yang memungkinkan pertukaran tahanan antara Israel dan Palestina.
Sejauh ini, upaya memediasi kesepakatan antara Israel dan Hamas telah terhambat oleh penolakan Netanyahu terhadap seruan gerakan perlawanan untuk mengakhiri permusuhan.
Pada awal Juni, Presiden AS Joe Biden mengungkap usulan Israel "untuk menghentikan pertempuran dan membebaskan semua sandera," yang diterima Hamas saat itu, menurut media Israel.
Namun, Netanyahu menambahkan syarat-syarat baru yang menurut Barnea dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant akan menghalangi kesepakatan apa pun.
Seorang pejabat AS mengatakan pada Sabtu bahwa Netanyahu "tidak tahu terima kasih" kepada AS dan telah berbohong tentang kesepakatan penyanderaan Gaza.
"Biden menyadari bahwa Netanyahu berbohong kepadanya tentang para sandera," ujar pejabat itu kepada Haaretz.
"Kami belum menambahkan tuntutan apa pun ke dalam draf tersebut," klaim Netanyahu dalam rapat Kabinet. "Hamas adalah pihak yang menuntut untuk memasukkan lusinan perubahan."
Laporan media Israel baru-baru ini, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, menyalahkan Netanyahu karena menggagalkan perundingan gencatan senjata Gaza dengan Hamas dengan bersikeras pada persyaratan yang tidak termasuk dalam rencana awal.
"Mereka (rumor) menciptakan suasana yang salah seolah-olah Hamas telah menyetujui kesepakatan, dan pemerintah Israel-lah yang menentangnya," klaim Netanyahu.
"Saya bersedia melakukan apa saja untuk membebaskan semua tawanan kami, sambil menjaga keamanan Israel," ungkap perdana menteri Israel.
“Kebocoran informasi dari pejabat senior Israel di tim negosiasi dan dinas keamanan tentang negosiasi tersebut merusak negosiasi," papar dia.
"Hamas menuntut agar kami menarik diri dari Koridor Philadelphia dan penyeberangan Rafah," ungkap dia. "Kami tidak akan meninggalkan tempat itu. Siapa pun yang, seperti kami, menginginkan pembebasan tawanan kami harus mengarahkan tekanan pada Hamas, bukan pada pemerintah Israel."
Pada Sabtu malam, delegasi keamanan Israel yang dipimpin Kepala Mossad David Barnea kembali dari Mesir setelah bernegosiasi dengan pejabat keamanan Mesir mengenai kesepakatan pertukaran sandera dengan Hamas.
Menurut situs berita Israel Walla, perjalanan delegasi tersebut ke Kairo adalah "hasil dari tekanan Amerika yang kuat pada Israel dalam beberapa hari terakhir untuk melanjutkan negosiasi."
Nitzan Alon, kepala berkas sandera militer, tidak bergabung dengan delegasi Israel, menurut Walla, karena "keyakinannya bahwa sikap garis keras Netanyahu tidak akan menghasilkan kemajuan nyata."
Nada menantang Netanyahu muncul di tengah kekhawatiran eskalasi regional karena Iran dan Hizbullah telah bersumpah untuk memberikan "tanggapan keras" terhadap pembunuhan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, dan pembunuhan Pemimpin Hizbullah Fuad Shukr di Beirut pekan lalu.
"Israel tengah berperang melawan poros kejahatan Iran," ungkap Netanyahu. "Kami menyerang dengan keras di setiap cabang kekuasaannya. Kami siap menghadapi setiap skenario, baik dalam bertahan maupun menyerang. Saya tegaskan kepada musuh-musuh kami: Kami akan menanggapi dan menuntut harga yang mahal untuk setiap tindakan agresi terhadap kami, dari front mana pun."
Pembicaraan tidak langsung antara Israel dan Hamas yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir telah gagal menyepakati gencatan senjata permanen yang memungkinkan pertukaran tahanan antara Israel dan Palestina.
Sejauh ini, upaya memediasi kesepakatan antara Israel dan Hamas telah terhambat oleh penolakan Netanyahu terhadap seruan gerakan perlawanan untuk mengakhiri permusuhan.
Pada awal Juni, Presiden AS Joe Biden mengungkap usulan Israel "untuk menghentikan pertempuran dan membebaskan semua sandera," yang diterima Hamas saat itu, menurut media Israel.
Namun, Netanyahu menambahkan syarat-syarat baru yang menurut Barnea dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant akan menghalangi kesepakatan apa pun.
Seorang pejabat AS mengatakan pada Sabtu bahwa Netanyahu "tidak tahu terima kasih" kepada AS dan telah berbohong tentang kesepakatan penyanderaan Gaza.
"Biden menyadari bahwa Netanyahu berbohong kepadanya tentang para sandera," ujar pejabat itu kepada Haaretz.
(sya)
tulis komentar anda