Mohammed bin Salman Disebut Tak Suka Kamala Harris Jadi Presiden AS, Ini Alasannya

Kamis, 25 Juli 2024 - 08:34 WIB
Gedung Putih Biden akhirnya mencapai semacam kesepakatan dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dengan fokus menentang Iran dan mencari stabilitas di Timur Tengah.

Burrows mengatakan Harris dapat memperumit hal ini. Calon presiden yang lebih konfrontatif itu dapat menjadi hambatan bagi tujuan AS dalam menormalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, sekutu penting AS di kawasan Timur Tengah.

AS telah berupaya untuk menjadi perantara hubungan yang lebih baik antara negara-negara Arab dan Israel, sebagian untuk menjadi penyeimbang terhadap pengaruh regional Iran.

Harris juga merupakan pendukung utama hak-hak perempuan dan kelompok LGBTQ+, yang semuanya secara hukum lebih rendah dibandingkan laki-laki dalam hukum Arab Saudi.

Hubungan sesama jenis di Arab Saudi adalah ilegal, semua perempuan diharuskan memiliki wali sah laki-laki, dan perempuan Saudi yang memperjuangkan lebih banyak hak dapat dihukum berat.

Burrows juga mengatakan Putra Mahkota Mohammed bin Salman mungkin enggan mengandalkan Harris setelah melihat bagaimana seorang pemimpin AS dapat dipaksa mundur karena tekanan dari dalam partainya sendiri.

Fawaz Gerges, Profesor Hubungan Internasional di London School of Economics, juga menyampaikan pendapat serupa.

“Mundurnya Biden mungkin merupakan kejutan bagi para penguasa Timur Tengah yang tidak terbiasa menyerahkan kekuasaan dengan mudah,” kata Gerges kepada Business Insider.

"Motto mereka adalah 'sampai maut memisahkan kita'," paparnya.

Namun, kedua pakar tersebut mengatakan para pejabat Saudi kemungkinan akan mengharapkan banyak kesinambungan dari kepresidenan Harris, sehingga memperluas pendekatan Biden ke Timur Tengah.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More