Larang Atlet Berjilbab, Ini Daftar Kebijakan Rasis yang Terkenal di Prancis

Jum'at, 19 Juli 2024 - 15:31 WIB
Selain melarang atlet berjilbab dalam Olimpiade Paris 2024, Prancis sudah membuat sejumlah kebijakan yang rasis dari tahun ke tahun. Foto/Middle East Eye
JAKARTA - Pemerintah Prancis melarang atlet perempuannya mengenakan jilbab dalam Olimpiade Paris 2024. Ini adalah kebijakan rasis terbaru di negara sekuler Eropa tersebut.

Amnesty International mengecam larangan atlet berjilbab di Prancis dengan menyebutnya sebagai "kemunafikan diskriminatif".

"Ini juga kelemahan” Komite Olimpiade Internasional (IOC)," kata kelompok hak asasi manusia (HAM) itu dalam laporannya Selasa lalu.

Amnesty mengkaji dampak negatif larangan jilbab atau pun hijab terhadap perempuan dan anak perempuan Muslim di semua tingkat olahraga di Prancis.





Menurut laporan Middle East Eye, pada September tahun lalu, Menteri Olahraga Prancis Amelie Oudea-Castera mengumumkan bahwa tidak ada anggota delegasi Perancis yang diizinkan mengenakan jilbab selama Olimpiade, yang akan berlangsung di Prancis dari 26 Juli hingga 11 Agustus 2024.

“Perwakilan delegasi kami di tim Prancis tidak akan mengenakan cadar,” kata menteri tersebut, menekankan “keterikatan pemerintah pada rezim sekularisme, yang diterapkan secara ketat di bidang olahraga”.

Daftar Kebijakan Rasis yang Terkenal di Prancis

1. Kebijakan Pengusiran Romani Tahun 2010



Pada tahun 2010, pemerintah Prancis di bawah Presiden Nicolas Sarkozy mengeluarkan kebijakan untuk mengusir secara massal kaum Romani dari negara itu.

Kebijakan ini menuai kecaman luas dari berbagai pihak, termasuk Uni Eropa dan kelompok hak asasi manusia internasional, yang menganggapnya sebagai tindakan diskriminatif terhadap minoritas etnis.

Meskipun argumen yang digunakan adalah terkait keamanan dan legalitas tinggal, banyak yang menilai tindakan ini sebagai bentuk pemisahan dan diskriminasi rasial yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM.

2. Larangan Niqab Tahun 2011



Pada tahun 2011, Prancis mengeluarkan undang-undang yang melarang pemakaian penutup wajah di tempat umum, seperti cadar atau niqab Muslim.

Undang-undang ini secara spesifik mengarah kepada kaum Muslim, meskipun secara resmi didasarkan pada alasan keamanan dan integrasi sosial.

Kritikus menilai undang-undang tersebut sebagai tindakan yang menghambat kebebasan beragama dan menunjukkan sikap diskriminatif terhadap minoritas Muslim di Prancis.

3. Kebijakan Penegakan Identitas Nasional Tahun 2020



Pada tahun 2020, pemerintah Prancis mengusulkan undang-undang yang menargetkan organisasi non-pemerintah (NGO) yang menerima dana dari luar negeri, dengan persyaratan untuk menandatangani pernyataan yang menyatakan mereka tidak mempromosikan "nilai-nilai yang bertentangan dengan identitas nasional Prancis."

Kritikus menganggap itu sebagai upaya untuk membatasi kebebasan berbicara dan mengasumsikan bahwa nilai-nilai nasional harus ditetapkan secara eksklusif oleh pemerintah, yang dapat merugikan organisasi dan kelompok minoritas.

Timeline Larangan Jilbab di Prancis

Tahun 1989: Perdebatan Awal tentang Jilbab di Sekolah



Pada tahun 1989, kontroversi pertama seputar jilbab dimulai di Prancis ketika kasus seorang siswi SMA di Creil yang dilarang mengenakan jilbab ke sekolahnya mencuat.

Meskipun pada saat itu tidak ada undang-undang yang secara eksplisit melarang jilbab di sekolah-sekolah publik, insiden ini menandai awal dari perdebatan yang panjang tentang simbol-simbol agama di ruang pendidikan.

Tahun 2004: Undang-Undang Pelarangan Simbol Agama di Sekolah



Pada tahun 2004, Prancis mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan simbol-simbol agama yang mencolok, termasuk jilbab, di sekolah-sekolah publik.

Undang-undang ini dipandang sebagai upaya untuk menjaga netralitas agama dalam pendidikan publik Prancis dan menghormati prinsip-prinsip sekularisme yang dianggap sebagai pondasi dari Republik Prancis.

Tahun 2011: Pelarangan Burqa dan Niqab di Ruang Publik



Pada tahun 2011, Prancis mengeluarkan undang-undang yang melarang penggunaan burqa (penutup wajah yang meliputi seluruh tubuh) dan niqab (penutup wajah yang hanya memperlihatkan mata) di ruang publik.

Undang-undang ini memicu kontroversi besar dan dituduh oleh beberapa pihak sebagai bentuk diskriminasi terhadap Muslim Prancis serta pelanggaran terhadap kebebasan beragama individu.

Tahun 2014: Putusan Mahkamah Eropa soal Larangan Jilbab di Tempat Kerja



Pada tahun 2014, Mahkamah Eropa untuk Hak Asasi Manusia memutuskan bahwa larangan perusahaan-perusahaan swasta di Prancis terhadap penggunaan jilbab di tempat kerja tidak melanggar Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia.

Keputusan ini menegaskan bahwa hak perusahaan untuk menjaga netralitas dan keamanan di tempat kerja dapat melebihi hak individu untuk mengekspresikan kepercayaan agama mereka.

Tahun 2021: Perdebatan Lanjutan Larangan Jilbab dan Dampak Sosial



Meskipun kebijakan dan undang-undang terkait pelarangan jilbab telah ditetapkan, perdebatan seputar kebebasan beragama dan integrasi sosial terus berlanjut di Prancis.

Isu tersebut menjadi fokus utama dalam percakapan politik dan sosial, mencerminkan tantangan Prancis dalam menanggapi pluralitas agama dalam masyarakat yang semakin multikultural.

Tahun 2024: Larangan Atlet Berjilbab di Olimpiade Paris



Pemerintah Prancis melarang atlet perempuannya mengenakan jilbab dalam Olimpiade Paris 2024.

Larangan ini dikecam Amnesty International sebagai kebijakan diskriminatif.

Selain itu, lanjut Amnesty, larangan tersebut menjadi bukti kelemahan Komite Olimpiade Internasional (IOC).
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More