Keluarga Korban Tragedi Lion Air Minta Boeing Didenda Rp406,8 Triliun
Kamis, 20 Juni 2024 - 10:56 WIB
WASHINGTON - Keluarga korban kecelakaan Boeing 737 MAX pada hari Rabu meminta pihak berwenang Amerika Serikat (AS) untuk mengenakan denda hingga UD24,7 miliar (lebih dari Rp406,8 triliun) pada raksasa penerbangan tersebut dan melanjutkan tuntutan pidana.
Keluarga korban itu mencakup keluarga dari korban kecelakaan Lion Air di perairan Karawang pada Oktober 2018.
Langkah keluarga para korban itu dilakukan sehari setelah CEO Boeing Dave Calhoun mengakui "gawatnya" masalah keselamatan perusahaannya dan meyakinkan panel Kongres AS bahwa pihaknya membuat kemajuan dalam masalah ini.
Duduk di belakangnya di antara penonton adalah kerabat korban jatuhnya Boeing 737 MAX 8 pada tahun 2018 dan 2019, yang mengacungkan foto para korban.
“Karena kejahatan Boeing adalah kejahatan korporasi paling mematikan dalam sejarah AS, denda maksimum lebih dari USD24 miliar dibenarkan secara hukum dan jelas pantas,” tulis Paul Cassell, pengacara para keluarga korban, dalam dokumen yang disampaikan kepada Departemen Kehakiman AS, seperti dikutip AFP, Kamis (20/6/2024).
Dokumen setebal 32 halaman tersebut menjelaskan perhitungan di balik jumlah yang diminta, dengan mengatakan; "Boeing harus didenda maksimum—USD24.780.000.000—dengan kemungkinan USD14.000.000.000 hingga USD22.000.0000.000 dari denda yang ditangguhkan dengan syarat Boeing menggunakan dana yang ditangguhkan tersebut untuk pemantauan perusahaan independen dan peningkatan terkait dalam program kepatuhan dan keselamatan seperti yang diidentifikasi di bawah ini."
Dokumen itu menambahkan: "Dan Dewan Direksi Boeing harus diperintahkan untuk bertemu dengan keluarga korban."
Keluarga korban juga percaya bahwa pemerintah AS harus segera melakukan penuntutan pidana terhadap pejabat perusahaan yang bertanggung jawab di Boeing pada saat terjadinya dua kecelakaan tersebut.
Kasus ini berkaitan dengan kecelakaan pada tahun 2018 dan 2019 di Indonesia dan Ethiopia.
Pada Oktober 2018, seluruh penumpang Lion Air rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang 13 menit setelah lepas landas dari Jakarta. Sebanyak 189 orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, 5 kru dinyatakan meninggal dunia.
Pada Maret 2019, sebuah penerbangan Ethiopian Airlines jatuh enam menit setelah lepas landas dari Ibu Kota Ethiopia, Addis Ababa. Sebanyak 157 penumpang dilaporkan tewas.
Kedua kecelakaan pesawat Boeing itu terkait dengan sistem kontrol penerbangan yang rusak.
Boeing kembali menjadi sorotan publik sejak insiden 5 Januari di mana sebuah 737 MAX yang dioperasikan oleh Alaska Airlines terpaksa melakukan pendaratan darurat setelah panel badan pesawat meledak di tengah penerbangan.
Keluarga korban itu mencakup keluarga dari korban kecelakaan Lion Air di perairan Karawang pada Oktober 2018.
Langkah keluarga para korban itu dilakukan sehari setelah CEO Boeing Dave Calhoun mengakui "gawatnya" masalah keselamatan perusahaannya dan meyakinkan panel Kongres AS bahwa pihaknya membuat kemajuan dalam masalah ini.
Duduk di belakangnya di antara penonton adalah kerabat korban jatuhnya Boeing 737 MAX 8 pada tahun 2018 dan 2019, yang mengacungkan foto para korban.
Baca Juga
“Karena kejahatan Boeing adalah kejahatan korporasi paling mematikan dalam sejarah AS, denda maksimum lebih dari USD24 miliar dibenarkan secara hukum dan jelas pantas,” tulis Paul Cassell, pengacara para keluarga korban, dalam dokumen yang disampaikan kepada Departemen Kehakiman AS, seperti dikutip AFP, Kamis (20/6/2024).
Dokumen setebal 32 halaman tersebut menjelaskan perhitungan di balik jumlah yang diminta, dengan mengatakan; "Boeing harus didenda maksimum—USD24.780.000.000—dengan kemungkinan USD14.000.000.000 hingga USD22.000.0000.000 dari denda yang ditangguhkan dengan syarat Boeing menggunakan dana yang ditangguhkan tersebut untuk pemantauan perusahaan independen dan peningkatan terkait dalam program kepatuhan dan keselamatan seperti yang diidentifikasi di bawah ini."
Dokumen itu menambahkan: "Dan Dewan Direksi Boeing harus diperintahkan untuk bertemu dengan keluarga korban."
Keluarga korban juga percaya bahwa pemerintah AS harus segera melakukan penuntutan pidana terhadap pejabat perusahaan yang bertanggung jawab di Boeing pada saat terjadinya dua kecelakaan tersebut.
Kasus ini berkaitan dengan kecelakaan pada tahun 2018 dan 2019 di Indonesia dan Ethiopia.
Pada Oktober 2018, seluruh penumpang Lion Air rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang 13 menit setelah lepas landas dari Jakarta. Sebanyak 189 orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, 5 kru dinyatakan meninggal dunia.
Pada Maret 2019, sebuah penerbangan Ethiopian Airlines jatuh enam menit setelah lepas landas dari Ibu Kota Ethiopia, Addis Ababa. Sebanyak 157 penumpang dilaporkan tewas.
Kedua kecelakaan pesawat Boeing itu terkait dengan sistem kontrol penerbangan yang rusak.
Boeing kembali menjadi sorotan publik sejak insiden 5 Januari di mana sebuah 737 MAX yang dioperasikan oleh Alaska Airlines terpaksa melakukan pendaratan darurat setelah panel badan pesawat meledak di tengah penerbangan.
(mas)
tulis komentar anda