Rusia-Korut Teken Pakta Pertahanan, Sekjen NATO Kesal
Kamis, 20 Juni 2024 - 08:19 WIB
OTTAWA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO Jens Stoltenberg kesal setelah Rusia dan Korea Utara (Korut) menandatangani pakta pertahanan bersama.
Menurutnya, pakta pertahanan baru itu menunjukkan peningkatan keselarasan di antara negara-negara otoriter.
Stoltenberg menggarisbawahi pentingnya negara-negara demokrasi menghadirkan front persatuan.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani perjanjian dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un yang mencakup pakta pertahanan bersama, sebuah langkah yang merombak kebijakan Moskow terhadap Pyongyang.
Stoltenberg mengatakan Korea Utara telah memberikan amunisi dalam jumlah besar kepada Rusia sementara China dan Iran mendukung Moskow secara militer dalam perang melawan Ukraina.
“Kita perlu menyadari bahwa kekuatan otoriter semakin selaras. Mereka saling mendukung dengan cara yang belum pernah kita lihat sebelumnya,” katanya dalam diskusi panel saat kunjungan resmi ke Ottawa, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (20/6/2024).
“Ketika mereka semakin selaras—rezim otoriter seperti Korea Utara dan Tiongkok, Iran, Rusia—maka menjadi lebih penting lagi bahwa kita selaras sebagai negara yang percaya pada kebebasan dan demokrasi,” lanjut bos NATO tersebut.
Menurutnya, meningkatnya kedekatan antara Rusia dan negara-negara Asia lainnya berarti semakin penting bagi NATO untuk bekerja sama dengan sekutunya di Asia-Pasifik.
Dia menambahkan bahwa inilah alasan mengapa para pemimpin dari Australia, Jepang, Selandia Baru dan Korea Selatan diundang ke KTT NATO di Washington bulan depan.
Lebih lanjut, Stoltenberg berharap Kanada memenuhi target NATO untuk membelanjakan 2 persen produk domestik bruto untuk pertahanan.
Pemerintahan Liberal Kanada, yang telah menggelontorkan miliaran dolar untuk program sosial, hanya menghabiskan 1,37 persen PDB untuk militernya. Pada bulan April mereka mengeluarkan rencana untuk mencapai 1,76 persen pada tahun 2030.
"Anggota NATO lainnya prihatin dengan keseimbangan fiskal, mereka ingin membelanjakan uangnya untuk kesehatan (dan) pendidikan," katanya.
"Jika kita tidak mampu menjaga perdamaian, lalu apa yang kita lakukan di bidang kesehatan, perubahan iklim, dan pendidikan...akan gagal," paparnya.
Menurutnya, pakta pertahanan baru itu menunjukkan peningkatan keselarasan di antara negara-negara otoriter.
Stoltenberg menggarisbawahi pentingnya negara-negara demokrasi menghadirkan front persatuan.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani perjanjian dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un yang mencakup pakta pertahanan bersama, sebuah langkah yang merombak kebijakan Moskow terhadap Pyongyang.
Stoltenberg mengatakan Korea Utara telah memberikan amunisi dalam jumlah besar kepada Rusia sementara China dan Iran mendukung Moskow secara militer dalam perang melawan Ukraina.
“Kita perlu menyadari bahwa kekuatan otoriter semakin selaras. Mereka saling mendukung dengan cara yang belum pernah kita lihat sebelumnya,” katanya dalam diskusi panel saat kunjungan resmi ke Ottawa, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (20/6/2024).
“Ketika mereka semakin selaras—rezim otoriter seperti Korea Utara dan Tiongkok, Iran, Rusia—maka menjadi lebih penting lagi bahwa kita selaras sebagai negara yang percaya pada kebebasan dan demokrasi,” lanjut bos NATO tersebut.
Menurutnya, meningkatnya kedekatan antara Rusia dan negara-negara Asia lainnya berarti semakin penting bagi NATO untuk bekerja sama dengan sekutunya di Asia-Pasifik.
Dia menambahkan bahwa inilah alasan mengapa para pemimpin dari Australia, Jepang, Selandia Baru dan Korea Selatan diundang ke KTT NATO di Washington bulan depan.
Lebih lanjut, Stoltenberg berharap Kanada memenuhi target NATO untuk membelanjakan 2 persen produk domestik bruto untuk pertahanan.
Pemerintahan Liberal Kanada, yang telah menggelontorkan miliaran dolar untuk program sosial, hanya menghabiskan 1,37 persen PDB untuk militernya. Pada bulan April mereka mengeluarkan rencana untuk mencapai 1,76 persen pada tahun 2030.
"Anggota NATO lainnya prihatin dengan keseimbangan fiskal, mereka ingin membelanjakan uangnya untuk kesehatan (dan) pendidikan," katanya.
"Jika kita tidak mampu menjaga perdamaian, lalu apa yang kita lakukan di bidang kesehatan, perubahan iklim, dan pendidikan...akan gagal," paparnya.
(mas)
tulis komentar anda