Hamas Fleksibel dengan Masa Depan Gaza Pascaperang

Kamis, 30 Mei 2024 - 15:45 WIB
Pengungsi Palestina melarikan diri dari Rafah setelah serangan militer Israel di Khan Younis, selatan Gaza Strip 6 Mei 2024. Foto/REUTERS/Ramadhan Abed
GAZA - Hamas siap menunjukkan “fleksibilitas” mengenai pemerintahan masa depan Gaza, selama keputusan untuk memerintah daerah kantong itu disetujui faksi-faksi Palestina lainnya dan tidak dipaksakan oleh Amerika Serikat (AS) atau Israel.

Sikap tersebut diungkap sumber senior Palestina yang mengetahui kebijakan Hamas, mengatakan kepada Middle East Eye (MEE).

Sumber tersebut, yang tidak bersedia disebutkan namanya karena sifat topik yang sensitif, juga mengatakan Hamas merasa keseimbangan kekuatan "miring" hingga menguntungkannya ketika Israel bergulat dengan meningkatnya perpecahan politik mengenai masa depan Gaza pascaperang.

“Hamas yakin mereka sudah mengakar kuat di wilayah ini dan tidak ada yang bisa mengabaikannya,” tegas sumber tersebut kepada MEE.

Dia menjelaskan, “Meskipun demikian, Hamas memiliki fleksibilitas politik untuk menerima beberapa formula… demi masa depan Gaza. Hamas terbuka terhadap formula yang disepakati secara nasional demi kebaikan rakyatnya.”



“Tetapi penyelesaian apa pun yang memiliki peluang untuk disepakati secara nasional tidak boleh dipaksakan oleh Amerika atau Israel. Mereka tidak dapat melakukan tawar-menawar dengan negara Palestina yang lemah,” ungkap sumber itu.

Pembicaraan mengenai gencatan senjata akan dilanjutkan pekan ini, namun Hamas mengatakan kepada mediator internasional pada Selasa (28/5/2024) bahwa mereka mengakhiri partisipasinya setelah “pembantaian” hari Minggu di Rafah oleh Israel.

Sebanyak 45 orang tewas dan puluhan warga lainnya luka-luka, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, ketika Israel menyerang satu kamp yang menampung pengungsi Palestina di lingkungan Tel al-Sultan di Rafah barat.

Serangan udara tersebut, yang mengakibatkan sejumlah warga Palestina dibakar hidup-hidup, terjadi hanya dua hari setelah Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Israel "segera menghentikan serangan militernya di Rafah".

“Hamas tidak harus duduk diam untuk melakukan perundingan sementara Israel terus melakukan pembunuhan,” ungkap sumber kedua yang dekat dengan organisasi tersebut kepada MEE.

“Melanjutkan perundingan ketika pembantaian masih terjadi, akan menutupi pembantaian tersebut dan bahkan menyebabkan terbunuhnya seorang tentara Mesir. Hal ini tidak akan terjadi lagi,” papar dia.

Sumber tersebut mengatakan Hamas hanya akan melanjutkan perundingan jika Israel menghentikan pembantaian dan meninggalkan Rafah.

Penyeberangan Rafah harus kembali ke pemerintahan sebelumnya, menurut sumber itu, mengacu pada pengaturan sebelum 7 Oktober.

Negosiasi Menemui Jalan Buntu



Berbicara pada Sabtu sebelum serangan terhadap kamp-kamp pengungsi, sumber pertama mengatakan negosiasi telah menemui jalan buntu, setelah kegagalan putaran terakhir di Kairo dan Doha.

Dia mengatakan perundingan setelah serangan Israel di Rafah kini "menemui jalan buntu" dan AS perlu mengatasi masalah dengan Israel mengenai gencatan senjata permanen.

“Bagi Hamas, jelas bahwa AS harus menghadapi negosiasi ini. Mereka (Israel) harus menghormati dokumen yang diterima Hamas, tanpa melakukan permainan konyol dan mencoba mengabaikan tuntutan dasar Hamas,” tegas dia.

Awal bulan ini, Hamas secara terbuka menyatakan penerimaannya terhadap perjanjian gencatan senjata yang diajukan mediator Qatar dan Mesir, namun Israel mengatakan usulan tersebut tidak memenuhi tuntutan mereka.

Setelah gagalnya perundingan di Kairo, sumber-sumber AS menyalahkan Mesir karena mengubah tawaran kepada Hamas agar menguntungkan Mesir. Klaim tersebut disambut dengan kemarahan di Kairo.

Sumber Palestina mendukung versi Mesir mengenai kejadian tersebut. Dia mengatakan Mesir belum mengubah dokumen tersebut dan AS sepenuhnya mengetahui setiap dan semua amandemen tersebut, karena Kepala CIA Bill Burns hadir di Kairo dan Doha di mana dokumen tersebut sedang dibahas.

“Hamas mengumumkan amandemennya dan diterima para perunding,” papar sumber itu. “Pihak Amerika telah diberitahu dan menerima dokumen tersebut. Itu bukan kesalahan Mesir.

“Israel menarik diri dari perjanjian itu dan AS tidak memaksa mereka menerima sesuatu yang menguntungkan mereka,” ungkap dia.

Hamas Kecam Tindakan Otoritas Palestina



Ketika perang di Gaza berlangsung selama delapan bulan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah Israel akan mempertahankan kontrol keamanan atas Gaza dan telah dikritik AS karena gagal menghasilkan rencana pascaperang yang kredibel mengenai siapa yang memerintah Gaza.

Ketika terakhir kali berbicara tentang masalah ini pada Februari, Netanyahu menyarankan mengganti Hamas dengan perwakilan lokal.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More