Nilai Dolar AS Melonjak, Yuan Kehilangan Kilaunya di Kalangan Eksportir China
Jum'at, 03 Mei 2024 - 14:27 WIB
BEIJING - China telah lama mempromosikan yuan sebagai mata uang global yang dapat diperdagangkan. Namun belakangan ini, yuan belum mampu menandingi melonjaknya nilai dolar Amerika Serikat (AS).
Volatilitas, imbal hasil yang rendah, dan perubahan tak terduga dalam permintaan eksternal terhadap yuan telah mendorong eksportir China untuk mengalihkan loyalitas mereka ke dolar AS.
Trader China telah membaca kondisi pasar dengan baik dan yakin akan depresiasi yuan terhadap dolar. Sementara dolar AS telah menunjukkan kinerja baik di tingkat global, dan Bank Sentral AS telah menetapkan ekspektasinya serta menahan diri untuk tidak menurunkan suku bunga karena ancaman inflasi yang semakin besar.
Eksportir China menginvestasikan modalnya pada aset AS untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik. Hal ini mungkin merupakan tren negatif bagi China dan merupakan akibat dari berkurangnya jumlah ekspor baru-baru ini.
Mengutip dari Financial Post pada Jumat (3/5/2024), ekspor China telah menurun sebesar 7,5 persen pada Maret tahun ini dibandingkan pada 2023, tidak seperti yang diperkirakan. Tren pertumbuhan ekspor pada Januari dan Februari 2023 adalah sebesar 7,1 persen, yang mencerminkan kemajuan perdagangan.
Nilai yuan juga turun 2,1 persen terhadap dolar AS di awal tahun 2024, memberikan cukup alasan bagi eksportir China untuk memarkir modalnya dalam bentuk dolar dan menempatkan piutang dagang luar negerinya di Hong Kong.
Jika dibandingkan, perbedaan suku bunga yuan vs dolar juga terlihat sangat besar dan menjadi perhatian Beijing. Meski dolar memberi investor tingkat bunga sebesar 6 persen, yuan, di sisi lain, memiliki tingkat bunga rendah, yaitu 1,5 persen—cukup menjadi alasan bagi eksportir China untuk condong ke arah dolar AS.
Sebuah laporan oleh Bank of America (BOA) menunjukkan bahwa pengusaha China lebih memilih dolar daripada yuan untuk transaksi lintas batas. Di dalam negeri, para eksportir tetap mempertahankan investasi dolar mereka sejak bank sentral AS menaikkan suku bunganya di tahun 2022.
Volatilitas, imbal hasil yang rendah, dan perubahan tak terduga dalam permintaan eksternal terhadap yuan telah mendorong eksportir China untuk mengalihkan loyalitas mereka ke dolar AS.
Trader China telah membaca kondisi pasar dengan baik dan yakin akan depresiasi yuan terhadap dolar. Sementara dolar AS telah menunjukkan kinerja baik di tingkat global, dan Bank Sentral AS telah menetapkan ekspektasinya serta menahan diri untuk tidak menurunkan suku bunga karena ancaman inflasi yang semakin besar.
Eksportir China menginvestasikan modalnya pada aset AS untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik. Hal ini mungkin merupakan tren negatif bagi China dan merupakan akibat dari berkurangnya jumlah ekspor baru-baru ini.
Mengutip dari Financial Post pada Jumat (3/5/2024), ekspor China telah menurun sebesar 7,5 persen pada Maret tahun ini dibandingkan pada 2023, tidak seperti yang diperkirakan. Tren pertumbuhan ekspor pada Januari dan Februari 2023 adalah sebesar 7,1 persen, yang mencerminkan kemajuan perdagangan.
Nilai yuan juga turun 2,1 persen terhadap dolar AS di awal tahun 2024, memberikan cukup alasan bagi eksportir China untuk memarkir modalnya dalam bentuk dolar dan menempatkan piutang dagang luar negerinya di Hong Kong.
Jika dibandingkan, perbedaan suku bunga yuan vs dolar juga terlihat sangat besar dan menjadi perhatian Beijing. Meski dolar memberi investor tingkat bunga sebesar 6 persen, yuan, di sisi lain, memiliki tingkat bunga rendah, yaitu 1,5 persen—cukup menjadi alasan bagi eksportir China untuk condong ke arah dolar AS.
Sebuah laporan oleh Bank of America (BOA) menunjukkan bahwa pengusaha China lebih memilih dolar daripada yuan untuk transaksi lintas batas. Di dalam negeri, para eksportir tetap mempertahankan investasi dolar mereka sejak bank sentral AS menaikkan suku bunganya di tahun 2022.
Lihat Juga :
tulis komentar anda