Pangeran Arab Saudi: Situasi Gaza Adalah Malapetaka dalam Segala Hal
Senin, 29 April 2024 - 07:49 WIB
RIYADH - Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengkritik keras kegagalan dunia internasional dalam mencegah krisis Gaza, Palestina.
"Situasi di Gaza adalah malapetaka dalam segala hal, yang menyoroti kegagalan mekanisme keamanan internasional," kata Pangeran Faisal pada hari Minggu.
Pangeran Arab Saudi tersebut menyampaikan kritiknya dalam diskusi panel pada pertemuan khusus Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Riyadh.
Dia mengatakan Kerajaan Arab Saudi berharap adanya gencatan senjata sebelum kemungkinan perluasan konflik ke Rafah—sebuah langkah Israel yang menurut Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dapat terjadi dalam beberapa hari ke depan.
Sebuah langkah militer ke Rafah sekali lagi dapat membuat ratusan ribu warga Gaza terpaksa mengungsi ke wilayah lain di Gaza. Sebelumnya, mereka mengungsi ke Rafah ketika pasukan Zionis Israel menghancurkan sebagian besar wilayah utara Jalur Gaza sebagai bagian dari perang melawan kelompok Hamas.
Saat ini, sebagian besar wilayah Gaza telah hancur menjadi puing-puing, dan lebih dari 34.000 orang—sebagian besar perempuan dan anak-anak—tewas dalam perang yang dipicu oleh serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023.
Serangan Hamas saat itu menyebabkan kematian sekitar 1.200 orang di Israel dan lebih dari 100 orang lainnya masih disandera di Gaza, menurut hitungan pemerintah Zionis Israel. Namun, investigasi Haaretz mengungkap bahwa ribuan kematian di Israel itu justru diakibatkan oleh insiden "friendly-fire" oleh helikopter dan tank tempur pasukan Zionis ketika merespons serangan Hamas.
“Salah satu rasa frustrasi yang kita alami adalah bahwa mekanisme keamanan internasional tidak berfungsi bahkan pada hal mendasar seperti akses kemanusiaan,” kata Pangeran Faisal, mengacu pada diskusi yang tiada henti mengenai apakah truk bantuan yang diterima cukup atau tidak ke Gaza.
“Situasinya mengerikan dan ada potensi menjadi lebih buruk,” imbuh diplomat terkemuka Arab Saudi tersebut, seperti dikutip dari Al Arabiya, Senin (29/4/2024).
Pangeran Faisal menegaskan kembali perlunya solusi dua negara, dan menyebutnya sebagai “satu-satunya solusi yang masuk akal dan kredibel” yang menjamin krisis tidak akan terulang kembali.
Kerajaan Arab Saudi dilaporkan sedang melakukan pembicaraan dengan “mitra”, termasuk Eropa, untuk beralih dari pembicaraan ke tindakan menuju langkah-langkah nyata.
“Hal ini tidak bisa diserahkan kepada pihak-pihak yang bertikai,” ujar Pangeran Faisal.
“Adalah demi kepentingan semua orang di kawasan ini—kepentingan kita, kepentingan Palestina, kepentingan Israel, kepentingan komunitas global—maka kita menemukan jalan untuk menyelesaikan masalah ini untuk selamanya,” paparnya.
"Kerajaan Arab Saudi akan melakukan apa saja untuk mendorong ke arah itu,” tutupnya.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell, yang berada di panel yang sama dengan Pangeran Faisal, menyebut redistribusi kekuatan global sebagai alasan di balik semua konflik baru-baru ini.
“Lebih banyak aktor [independen], lebih sedikit aturan, lebih banyak kekacauan,” kata Borrell.
Pejabat Uni Eropa tersebut juga memperingatkan akan meningkatnya “perang narasi” mengenai perang yang menggunakan senjata dalam pengertian tradisional.
"Namun, dalam kasus-kasus terakhir, satu-satunya solusi adalah berbagi tanah,” kata Borrell, mengenai perang di Gaza.
Dia juga mengklarifikasi bahwa Eropa tidak memblokir inisiatif yang terkait dengan perang Israel di Jalur Gaza.
Uni Eropa secara rutin menyerukan lebih banyak bantuan kemanusiaan, mendorong pembentukan Negara Palestina, dan mendukung beberapa penyelidikan atas laporan kesalahan Israel.
Perang Gaza adalah topik yang sangat dibahas di KTT WEF, bahkan ketika negosiasi resmi sedang berlangsung antara Israel, Qatar dan Mesir.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken diperkirakan akan tiba di Riyadh seiring pemerintahan Presiden AS Joe Biden melanjutkan upayanya untuk menyelesaikan krisis ini.
"Situasi di Gaza adalah malapetaka dalam segala hal, yang menyoroti kegagalan mekanisme keamanan internasional," kata Pangeran Faisal pada hari Minggu.
Pangeran Arab Saudi tersebut menyampaikan kritiknya dalam diskusi panel pada pertemuan khusus Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Riyadh.
Dia mengatakan Kerajaan Arab Saudi berharap adanya gencatan senjata sebelum kemungkinan perluasan konflik ke Rafah—sebuah langkah Israel yang menurut Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dapat terjadi dalam beberapa hari ke depan.
Sebuah langkah militer ke Rafah sekali lagi dapat membuat ratusan ribu warga Gaza terpaksa mengungsi ke wilayah lain di Gaza. Sebelumnya, mereka mengungsi ke Rafah ketika pasukan Zionis Israel menghancurkan sebagian besar wilayah utara Jalur Gaza sebagai bagian dari perang melawan kelompok Hamas.
Saat ini, sebagian besar wilayah Gaza telah hancur menjadi puing-puing, dan lebih dari 34.000 orang—sebagian besar perempuan dan anak-anak—tewas dalam perang yang dipicu oleh serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023.
Serangan Hamas saat itu menyebabkan kematian sekitar 1.200 orang di Israel dan lebih dari 100 orang lainnya masih disandera di Gaza, menurut hitungan pemerintah Zionis Israel. Namun, investigasi Haaretz mengungkap bahwa ribuan kematian di Israel itu justru diakibatkan oleh insiden "friendly-fire" oleh helikopter dan tank tempur pasukan Zionis ketika merespons serangan Hamas.
“Salah satu rasa frustrasi yang kita alami adalah bahwa mekanisme keamanan internasional tidak berfungsi bahkan pada hal mendasar seperti akses kemanusiaan,” kata Pangeran Faisal, mengacu pada diskusi yang tiada henti mengenai apakah truk bantuan yang diterima cukup atau tidak ke Gaza.
“Situasinya mengerikan dan ada potensi menjadi lebih buruk,” imbuh diplomat terkemuka Arab Saudi tersebut, seperti dikutip dari Al Arabiya, Senin (29/4/2024).
Pangeran Faisal menegaskan kembali perlunya solusi dua negara, dan menyebutnya sebagai “satu-satunya solusi yang masuk akal dan kredibel” yang menjamin krisis tidak akan terulang kembali.
Kerajaan Arab Saudi dilaporkan sedang melakukan pembicaraan dengan “mitra”, termasuk Eropa, untuk beralih dari pembicaraan ke tindakan menuju langkah-langkah nyata.
“Hal ini tidak bisa diserahkan kepada pihak-pihak yang bertikai,” ujar Pangeran Faisal.
“Adalah demi kepentingan semua orang di kawasan ini—kepentingan kita, kepentingan Palestina, kepentingan Israel, kepentingan komunitas global—maka kita menemukan jalan untuk menyelesaikan masalah ini untuk selamanya,” paparnya.
"Kerajaan Arab Saudi akan melakukan apa saja untuk mendorong ke arah itu,” tutupnya.
Redistribusi Kekuatan Global
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell, yang berada di panel yang sama dengan Pangeran Faisal, menyebut redistribusi kekuatan global sebagai alasan di balik semua konflik baru-baru ini.
“Lebih banyak aktor [independen], lebih sedikit aturan, lebih banyak kekacauan,” kata Borrell.
Pejabat Uni Eropa tersebut juga memperingatkan akan meningkatnya “perang narasi” mengenai perang yang menggunakan senjata dalam pengertian tradisional.
"Namun, dalam kasus-kasus terakhir, satu-satunya solusi adalah berbagi tanah,” kata Borrell, mengenai perang di Gaza.
Dia juga mengklarifikasi bahwa Eropa tidak memblokir inisiatif yang terkait dengan perang Israel di Jalur Gaza.
Uni Eropa secara rutin menyerukan lebih banyak bantuan kemanusiaan, mendorong pembentukan Negara Palestina, dan mendukung beberapa penyelidikan atas laporan kesalahan Israel.
Perang Gaza adalah topik yang sangat dibahas di KTT WEF, bahkan ketika negosiasi resmi sedang berlangsung antara Israel, Qatar dan Mesir.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken diperkirakan akan tiba di Riyadh seiring pemerintahan Presiden AS Joe Biden melanjutkan upayanya untuk menyelesaikan krisis ini.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda