Hamas Tiba-tiba Melunak, Setuju Solusi 2 Negara untuk Akhiri Konflik Israel-Palestina
Jum'at, 26 April 2024 - 08:32 WIB
GAZA - Sikap Hamas tiba-tiba melunak dengan bersedia meletakkan senjata dengan imbalan solusi dua negara Israel dan Palestina dengan perbatasan sebelum tahun 1967.
Sikap itu disampaikan pejabat politik penting Hamas, Khalil al-Hayya, kepada AP. Menurutnya, Hamas setuju solusi dua negara untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.
Perubahan sikap ini mengejutkan karena Hamas, yang menyatakan tujuannya adalah menghancurkan Israel, sebelumnya menolak mentah-mentah kemungkinan solusi dua negara.
Dalam sebuah wawancara pada hari Kamis (25/4/2024), al-Hayya mengatakan Hamas ingin bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) untuk membentuk pemerintahan bersatu yang akan mengendalikan Gaza dan Tepi Barat.
"Hamas akan menyetujui Negara Palestina yang berdaulat penuh di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan pemulangan pengungsi Palestina sesuai dengan resolusi internasional di sepanjang perbatasan Israel sebelum tahun 1967," katanya.
Akibat Perang Enam Hari antara Israel dan koalisi negara-negara Arab, negara Yahudi menduduki Tepi Barat, Gaza, Dataran Tinggi Golan di Suriah, dan wilayah lainnya.
Menurut al-Hayya, jika solusi dua negara tercapai, sayap militer Hamas; Brigade al-Qassam, akan bubar.
Al-Hayya selama ini mewakili Hamas dalam gencatan senjata dan perundingan pertukaran tahanan dengan Israel yang kini terhenti.
“Semua pengalaman orang-orang yang melawan penjajah, ketika mereka merdeka dan memperoleh hak-hak dan negaranya, apa yang dilakukan kekuatan-kekuatan ini? Mereka berubah menjadi partai politik dan kekuatan tempur mereka berubah menjadi tentara nasional,” jelas al-Hayya menguraikan nasib Hamas dan sayap militernya ke depan jika solusi dua negara tercapai.
Menurut laporan AP, tidak mungkin Israel akan mempertimbangkan skenario seperti itu karena Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk terus memerangi Hamas sampai Hamas benar-benar musnah. Netanyahu juga telah berulang kali menentang berdirinya Negara Palestina yang berdaulat.
Pada bulan Januari, pejabat senior Hamas lainnya; Khaled Mashal, mengatakan kepada podcaster Kuwait; Amar Taki: “Kami tidak ada hubungannya dengan solusi dua negara.”
"Anggota kelompok ini menolak gagasan tersebut, karena ini berarti Anda akan mendapatkan janji untuk sebuah negara [Palestina], namun Anda diharuskan untuk mengakui legitimasi negara lain, yaitu entitas Zionis,” katanya.
Mashal menegaskan bahwa serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sedikitnya 1.200 orang dan 250 orang disandera, merupakan tanda bahwa Palestina dapat merebut kembali seluruh tanah mereka.
“Saya yakin mimpi dan harapan Palestina mulai dari sungai hingga laut dan dari utara hingga selatan telah diperbarui,” ujarnya.
Jumlah korban tewas akibat serangan udara dan serangan darat Israel di Gaza, yang dilancarkan sebagai tanggapan terhadap serangan Hamas, telah melampaui 34.305 orang, dengan 77.293 lainnya terluka, menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza.
Lihat Juga: Demonstran Anti-NATO dan Pro-Palestina Mengamuk di Kanada, Bakar Mobil hingga Obrak-abrik Toko
Sikap itu disampaikan pejabat politik penting Hamas, Khalil al-Hayya, kepada AP. Menurutnya, Hamas setuju solusi dua negara untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.
Perubahan sikap ini mengejutkan karena Hamas, yang menyatakan tujuannya adalah menghancurkan Israel, sebelumnya menolak mentah-mentah kemungkinan solusi dua negara.
Dalam sebuah wawancara pada hari Kamis (25/4/2024), al-Hayya mengatakan Hamas ingin bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) untuk membentuk pemerintahan bersatu yang akan mengendalikan Gaza dan Tepi Barat.
"Hamas akan menyetujui Negara Palestina yang berdaulat penuh di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan pemulangan pengungsi Palestina sesuai dengan resolusi internasional di sepanjang perbatasan Israel sebelum tahun 1967," katanya.
Akibat Perang Enam Hari antara Israel dan koalisi negara-negara Arab, negara Yahudi menduduki Tepi Barat, Gaza, Dataran Tinggi Golan di Suriah, dan wilayah lainnya.
Menurut al-Hayya, jika solusi dua negara tercapai, sayap militer Hamas; Brigade al-Qassam, akan bubar.
Al-Hayya selama ini mewakili Hamas dalam gencatan senjata dan perundingan pertukaran tahanan dengan Israel yang kini terhenti.
“Semua pengalaman orang-orang yang melawan penjajah, ketika mereka merdeka dan memperoleh hak-hak dan negaranya, apa yang dilakukan kekuatan-kekuatan ini? Mereka berubah menjadi partai politik dan kekuatan tempur mereka berubah menjadi tentara nasional,” jelas al-Hayya menguraikan nasib Hamas dan sayap militernya ke depan jika solusi dua negara tercapai.
Menurut laporan AP, tidak mungkin Israel akan mempertimbangkan skenario seperti itu karena Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk terus memerangi Hamas sampai Hamas benar-benar musnah. Netanyahu juga telah berulang kali menentang berdirinya Negara Palestina yang berdaulat.
Pada bulan Januari, pejabat senior Hamas lainnya; Khaled Mashal, mengatakan kepada podcaster Kuwait; Amar Taki: “Kami tidak ada hubungannya dengan solusi dua negara.”
"Anggota kelompok ini menolak gagasan tersebut, karena ini berarti Anda akan mendapatkan janji untuk sebuah negara [Palestina], namun Anda diharuskan untuk mengakui legitimasi negara lain, yaitu entitas Zionis,” katanya.
Mashal menegaskan bahwa serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sedikitnya 1.200 orang dan 250 orang disandera, merupakan tanda bahwa Palestina dapat merebut kembali seluruh tanah mereka.
“Saya yakin mimpi dan harapan Palestina mulai dari sungai hingga laut dan dari utara hingga selatan telah diperbarui,” ujarnya.
Jumlah korban tewas akibat serangan udara dan serangan darat Israel di Gaza, yang dilancarkan sebagai tanggapan terhadap serangan Hamas, telah melampaui 34.305 orang, dengan 77.293 lainnya terluka, menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza.
Lihat Juga: Demonstran Anti-NATO dan Pro-Palestina Mengamuk di Kanada, Bakar Mobil hingga Obrak-abrik Toko
(mas)
tulis komentar anda