Tradisi Mudik di Beberapa Negara Tetangga Indonesia
Kamis, 11 April 2024 - 16:28 WIB
Masyarakat Malaysia, yang mayoritas memeluk agama Islam, memanfaatkan momen ini untuk pulang ke kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga.
Meski memiliki banyak kesamaan dengan tradisi mudik di Indonesia, ada beberapa perbedaan, seperti waktu dan cara pelaksanaannya.
Brunei Darussalam, sebagai negara serumpun, memiliki banyak tradisi Lebaran yang mirip dengan Indonesia.
Salah satunya adalah tradisi “Malam Tujuh Likur” di mana masyarakat mengunjungi keluarga dan kerabat untuk saling bermaafan.
Meski tidak disebut sebagai mudik, tradisi ini memiliki esensi yang sama, yaitu berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat.
Tradisi ini adalah bagian dari perayaan Lebaran dan biasanya dilakukan pada tanggal 27 Ramadan. Pada malam ini, masyarakat biasanya mengunjungi keluarga dan kerabat untuk saling bermaafan.
Pada malam Tujuh Likur, rumah-rumah menjadi hidup dengan cahaya hangat dari lampu minyak tradisional yang disebut 'pelita’.
Jumlah pelita terus bertambah setiap malam, hingga mencapai puncaknya pada malam ke-27, inti dari tradisi ini.
Tradisi ini bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga menandakan peningkatan rasa refleksi spiritual selama minggu terakhir Ramadan, waktu yang diyakini penuh berkah.
Meski memiliki banyak kesamaan dengan tradisi mudik di Indonesia, ada beberapa perbedaan, seperti waktu dan cara pelaksanaannya.
2. Brunei Darussalam
Brunei Darussalam, sebagai negara serumpun, memiliki banyak tradisi Lebaran yang mirip dengan Indonesia.
Salah satunya adalah tradisi “Malam Tujuh Likur” di mana masyarakat mengunjungi keluarga dan kerabat untuk saling bermaafan.
Meski tidak disebut sebagai mudik, tradisi ini memiliki esensi yang sama, yaitu berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat.
Tradisi ini adalah bagian dari perayaan Lebaran dan biasanya dilakukan pada tanggal 27 Ramadan. Pada malam ini, masyarakat biasanya mengunjungi keluarga dan kerabat untuk saling bermaafan.
Pada malam Tujuh Likur, rumah-rumah menjadi hidup dengan cahaya hangat dari lampu minyak tradisional yang disebut 'pelita’.
Jumlah pelita terus bertambah setiap malam, hingga mencapai puncaknya pada malam ke-27, inti dari tradisi ini.
Tradisi ini bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga menandakan peningkatan rasa refleksi spiritual selama minggu terakhir Ramadan, waktu yang diyakini penuh berkah.
Lihat Juga :
tulis komentar anda