Tentara Israel Perkosa Para Wanita untuk Hina Pria Palestina

Selasa, 26 Maret 2024 - 15:01 WIB
Seorang wanita memasak di masjid yang dibom Israel di Khan Younis, Gaza, seiring kekurangan pasokan makanan dan bahan bakar. Foto/Ibrahim Abu Mustafa/REUTERS
LONDON - Aktivis Inggris Hussain Shafiei mengungkapkan kemarahannya atas laporan perempuan yang diperkosa dan dibunuh di Rumah Sakit Al-Shifa, Jalur Gaza.

Dia menyatakan, “Kelaparan, jumlah kematian melebihi 32.000, dan kehancuran yang meluas tidak cukup untuk segera mengambil tindakan.”

Dia mempertanyakan apa lagi yang perlu dilakukan agar Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak dan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berhenti mempersenjatai Israel dan mencegah kekejaman ini.

Wanita Palestina Jamila al-Hissi, yang terjebak di gedung dekat Rumah Sakit Al-Shifa, menceritakan kepada Al Jazeera bahwa pasukan Israel memperkosa dan membunuh para wanita selama tujuh hari pengepungan di rumah sakit terbesar di Gaza.

Al-Hissi, yang menghabiskan enam hari di dalam gedung yang terkepung, menjelaskan, “Mereka memperkosa perempuan, menculik perempuan, mengeksekusi perempuan, dan menarik mayat dari bawah reruntuhan untuk melepaskan anjing mereka ke arah mereka. Apakah ada yang lebih buruk dari ini? Apakah ada yang lebih mengerikan daripada mendengar perempuan meminta bantuan, dan ketika kami mencoba menghubungi mereka untuk memberikan bantuan, mereka menembak kami?”

Direktur Eksekutif Perempuan PBB Sima Bahous menyoroti tantangan yang dihadapi para perempuan di Jalur Gaza yang terkepung.

“Perempuan di Gaza melahirkan tanpa air. Mereka tidak punya makanan, tidak ada tenda, tidak ada toilet. Mereka menjalani hal yang tak terbayangkan,” ujar Bahous di X pada Minggu (24/3/2024).



“Yang dibutuhkan perempuan di Gaza saat ini adalah gencatan senjata dan bantuan,” papar dia.

Bahous merujuk pada artikel oleh UN Women yang dia bagikan di postingannya.

Artikel tersebut mengutip Rana Khalil, koordinator proyek Masyarakat Perempuan Pekerja Palestina untuk Pembangunan (PWWSD), yang berbasis di Tepi Barat yang mengatakan, “Perempuan di Gaza adalah pahlawan super.”

“Dia menggambarkan percakapan telepon baru-baru ini dengan bibinya di Gaza, yang mengatakan air mengalir kadang-kadang tersedia selama dua jam sehari, dan di waktu lain hanya dua jam per minggu,” ungkap laporan itu.

Menurut laporan Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC) yang didukung PBB, produksi air di Gaza pada Februari telah turun menjadi hanya 5,7% dari tingkat sebelum tanggal 7 Oktober.

“Karena tidak ada air, mereka tidak bisa mandi. Mereka tidak bisa mencuci rambut mereka. Jadi sekarang banyak sekali kutunya. Mereka mencukur rambutnya,” papar Khalil.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More