Bos Pentagon: NATO Perang dengan Rusia Jika Ukraina Kalah!
Jum'at, 01 Maret 2024 - 10:51 WIB
WASHINGTON - Bos Pentagon atau Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin memperingatkan bahwa NATO akan terlibat perang jika Ukraina dikalahkan oleh invasi Rusia.
Berbicara pada sidang Komite Angkatan Bersenjata Parlemen yang dipimpin Partai Republik untuk membahas ketidakhadirannya baru-baru ini saat dirawat di rumah sakit karena komplikasi dari operasi kanker prostat, Austin meramalkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan berhenti jika Moskow memenangkan perang di Ukraina.
Austin melontarkan pernyataan tersebut setelah ditanya tentang Kongres yang gagal menyetujui paket bantuan militer senilai USD60 miliar untuk Ukraina, seperti yang diminta oleh Presiden Joe Biden.
Meskipun ada dukungan bipartisan yang signifikan terhadap bantuan Ukraina, langkah tersebut terhenti di tengah serangkaian perselisihan partisan mengenai keamanan perbatasan dan masalah lainnya.
“Kami tahu jika Putin sukses di sini, dia tidak akan berhenti,” kata Austin pada hari Kamis waktu Washington.
“Dia akan terus mengambil tindakan yang lebih agresif di kawasan ini. Dan para pemimpin lain di seluruh dunia, para otokrat lainnya, akan melihat hal ini dan mereka akan terdorong oleh fakta bahwa ini terjadi dan kita gagal mendukung demokrasi," paparnya, yang dilansir Newsweek, Jumat (1/3/2024).
Austin kemudian mengatakan bahwa negara-negara Baltik—Latvia, Lithuania, dan Estonia—sangat rentan terhadap ambisi ekspansionis Putin di masa depan.
Ketiga negara tersebut adalah anggota NATO, yang berarti bahwa Rusia pada dasarnya akan menyatakan perang terhadap seluruh aliansi strategis tersebut dengan menyerang satu negara saja.
“Jika Anda berasal dari negara Baltik, Anda benar-benar khawatir apakah Anda akan menjadi negara berikutnya atau tidak,” katanya.
"Mereka mengenal Putin, mereka tahu kemampuannya...Dan sejujurnya, jika Ukraina jatuh, saya sangat yakin NATO akan berperang melawan Rusia," papar bos Pentagon tersebut.
Ketegangan antara Rusia dan NATO telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dengan penumpukan kekuatan militer yang terjadi di sepanjang perbatasan aliansi tersebut dengan Rusia.
Para pejabat dari Rusia dan negara-negara anggota NATO semakin menyatakan keprihatinannya mengenai perang Ukraina yang semakin melibatkan aliansi tersebut.
Putin menyebut kekhawatiran mengenai ekaspansi NATO sebagai salah satu alasan awalnya menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022. Terlepas dari itu, aliansi tersebut terus berkembang selama perang.
Finlandia bergabung pada April 2023, sementara negara tetangganya; Swedia, akan mengikuti jejaknya pada akhir tahun ini setelah mendapatkan persetujuan dari seluruh anggota NATO.
Masuknya Swedia ke dalam aliansi tersebut akan menyelesaikan transformasi Laut Baltik menjadi apa yang oleh sebagian orang dijuluki sebagai "danau NATO", karena negara-negara lain di perairan tersebut adalah anggotanya.
Satu-satunya pengecualian adalah eksklave Kaliningrad Rusia, yang berada di Baltik antara Lithuania dan Polandia.
Ukraina telah berjuang di medan perang dalam beberapa pekan terakhir sambil menghadapi kekurangan amunisi dan peralatan yang berpotensi diatasi dengan lebih banyak bantuan.
Kemenangan Rusia selama dua minggu terakhir termasuk merebut kota Avdiivka di Donetsk pada 17 Februari dan tiga pemukiman tambahan di dekat kota itu awal pekan ini.
Sebelumnya dalam sidang Parlemen pada hari Kamis, Austin mengatakan bahwa kegagalan AS untuk memberikan lebih banyak bantuan kepada Ukraina telah mengirimkan sinyal buruk kepada dunia dan menghambat kepercayaan diri dan tujuan militer Ukraina.
“Sekutu kami merasa terganggu dengan pesan yang kami kirimkan,” kata Austin.
“Tentu saja, hal ini berdampak pada moral pasukan Ukraina. Jika kami terus melakukan hal ini, ini akan menjadi hadiah bagi Putin, dan kami tentu tidak ingin hal itu terjadi.”
“Ketika pihak lain melihat hal ini, mereka akan mempertanyakan apakah kami merupakan sekutu atau mitra yang dapat diandalkan,” imbuh dia. "Dan itu juga sangat meresahkan kami."
Berbicara pada sidang Komite Angkatan Bersenjata Parlemen yang dipimpin Partai Republik untuk membahas ketidakhadirannya baru-baru ini saat dirawat di rumah sakit karena komplikasi dari operasi kanker prostat, Austin meramalkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan berhenti jika Moskow memenangkan perang di Ukraina.
Austin melontarkan pernyataan tersebut setelah ditanya tentang Kongres yang gagal menyetujui paket bantuan militer senilai USD60 miliar untuk Ukraina, seperti yang diminta oleh Presiden Joe Biden.
Meskipun ada dukungan bipartisan yang signifikan terhadap bantuan Ukraina, langkah tersebut terhenti di tengah serangkaian perselisihan partisan mengenai keamanan perbatasan dan masalah lainnya.
“Kami tahu jika Putin sukses di sini, dia tidak akan berhenti,” kata Austin pada hari Kamis waktu Washington.
“Dia akan terus mengambil tindakan yang lebih agresif di kawasan ini. Dan para pemimpin lain di seluruh dunia, para otokrat lainnya, akan melihat hal ini dan mereka akan terdorong oleh fakta bahwa ini terjadi dan kita gagal mendukung demokrasi," paparnya, yang dilansir Newsweek, Jumat (1/3/2024).
Austin kemudian mengatakan bahwa negara-negara Baltik—Latvia, Lithuania, dan Estonia—sangat rentan terhadap ambisi ekspansionis Putin di masa depan.
Ketiga negara tersebut adalah anggota NATO, yang berarti bahwa Rusia pada dasarnya akan menyatakan perang terhadap seluruh aliansi strategis tersebut dengan menyerang satu negara saja.
“Jika Anda berasal dari negara Baltik, Anda benar-benar khawatir apakah Anda akan menjadi negara berikutnya atau tidak,” katanya.
"Mereka mengenal Putin, mereka tahu kemampuannya...Dan sejujurnya, jika Ukraina jatuh, saya sangat yakin NATO akan berperang melawan Rusia," papar bos Pentagon tersebut.
Ketegangan antara Rusia dan NATO telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dengan penumpukan kekuatan militer yang terjadi di sepanjang perbatasan aliansi tersebut dengan Rusia.
Para pejabat dari Rusia dan negara-negara anggota NATO semakin menyatakan keprihatinannya mengenai perang Ukraina yang semakin melibatkan aliansi tersebut.
Putin menyebut kekhawatiran mengenai ekaspansi NATO sebagai salah satu alasan awalnya menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022. Terlepas dari itu, aliansi tersebut terus berkembang selama perang.
Finlandia bergabung pada April 2023, sementara negara tetangganya; Swedia, akan mengikuti jejaknya pada akhir tahun ini setelah mendapatkan persetujuan dari seluruh anggota NATO.
Masuknya Swedia ke dalam aliansi tersebut akan menyelesaikan transformasi Laut Baltik menjadi apa yang oleh sebagian orang dijuluki sebagai "danau NATO", karena negara-negara lain di perairan tersebut adalah anggotanya.
Satu-satunya pengecualian adalah eksklave Kaliningrad Rusia, yang berada di Baltik antara Lithuania dan Polandia.
Ukraina telah berjuang di medan perang dalam beberapa pekan terakhir sambil menghadapi kekurangan amunisi dan peralatan yang berpotensi diatasi dengan lebih banyak bantuan.
Kemenangan Rusia selama dua minggu terakhir termasuk merebut kota Avdiivka di Donetsk pada 17 Februari dan tiga pemukiman tambahan di dekat kota itu awal pekan ini.
Sebelumnya dalam sidang Parlemen pada hari Kamis, Austin mengatakan bahwa kegagalan AS untuk memberikan lebih banyak bantuan kepada Ukraina telah mengirimkan sinyal buruk kepada dunia dan menghambat kepercayaan diri dan tujuan militer Ukraina.
“Sekutu kami merasa terganggu dengan pesan yang kami kirimkan,” kata Austin.
“Tentu saja, hal ini berdampak pada moral pasukan Ukraina. Jika kami terus melakukan hal ini, ini akan menjadi hadiah bagi Putin, dan kami tentu tidak ingin hal itu terjadi.”
“Ketika pihak lain melihat hal ini, mereka akan mempertanyakan apakah kami merupakan sekutu atau mitra yang dapat diandalkan,” imbuh dia. "Dan itu juga sangat meresahkan kami."
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda