Pria Ini Campur Spermanya dengan Sperma Ayah untuk Hamili Pasangannya, Siapa Bapak Biologis Si Bayi?
Senin, 26 Februari 2024 - 12:25 WIB
LONDON - Seorang pria di Inggris telah membuat pasangannya hamil. Namun dia melakukannya dengan mencampur spermanya dengan sperma ayahnya.
Bayi yang dikandung wanita tersebut telah lahir dan sekarang sudah berusia lima tahun.
Itu terjadi di Kota Barnsley, Inggris. Masalah muncul ketika orangtua anak itu meminta sertifikat resmi kelahirannya dengan memberitahu proses kehamilan si ibu anak tersebut.
Dewan Kota Barnsley kemudian mengajukan saran hukum ke Pengadilan Tinggi.
Anehnya, Hakim Poole dari Pengadilan Tinggi memutuskan tes panternitas untuk mengetahui ayah biologis anak tersebut tidak perlu dilakukan.
Hakim Poole mengakui bahwa ketika dia memberikan keputusan tersebut ada kemungkinan besar orang yang dianggap kakek oleh anak itu sebenarnya adalah ayah kandungnya.
Jika itu yang terjadi, itu berarti pria yang dianggap ayah oleh si anak kecil itu sebenarnya adalah saudara tirinya.
Hakim Poole mengatakan anak lima tahun, yang hanya dikenal sebagai D, bisa "menderita dampak emosional" jika dia mengetahui bagaimana dia dikandung. Lantaran itulah, dia memutuskan tidak perlu dilakukan tes paternitas.
Kasus unik ini bermula ketika seorang pria, yang hanya disebut sebagai PQ, dan pasangannya saat itu, JK, setuju untuk mencampurkan spermanya dengan sperma ayahnya dan menyuntikkannya ke wanita tersebut. Menurut pengadilan, itu dilakukan setelah PQ mengalami masalah kesuburan dan tidak mampu membayar biaya perawatan IVF.
Hakim Poole diberitahu bahwa proses tersebut selalu dimaksudkan untuk dirahasiakan dan mengakibatkan kelahiran anak laki-laki tersebut.
Dewan Kota Barnsley meminta Pengadilan Tinggi di Sheffield memerintahkan agar tes paternitas atau tes DNA dilakukan untuk menentukan siapa pria yang merupakan ayah biologis dari D.
Namun dalam keputusannya pengadilan mengejutkan. Mengutip Sky News, Senin (26/2/2024), Hakim Poole menolak permintaan tersebut dan menyatakan bahwa Dewan Kota Barnsley "tidak mempunyai kepentingan dalam hasilnya".
Hakim mengatakan keluarga tersebut telah "menciptakan ladang ranjau kesejahteraan".
"Saya tidak percaya JK, PQ dan (ayahnya) RS sudah memikirkan dengan matang konsekuensi dari rencana mereka agar JK hamil, jika tidak maka kecil kemungkinan mereka akan melakukannya," katanya.
"Anak laki-laki tersebut adalah seorang anak unik yang tidak akan ada jika tidak ada pengaturan yang tidak biasa yang dibuat untuk konsepsinya, namun pengaturan tersebut juga menciptakan potensi baginya untuk menderita kerugian emosional jika dia mengetahui hal tersebut," lanjut hakim.
Hakim Poole mengatakan pria tersebut memiliki hubungan baik antara ayah dan anak dengan si anak tersebut dan terserah pada dia dan ibu anak tersebut untuk mengelola risiko laten terhadap kesejahteraannya.
“Harus diakui bahwa keadaan konsepsi D sekarang tidak dapat dibatalkan," imbuh hakim.
“Tanpa tes, ayah biologisnya masih belum pasti, namun ada kemungkinan besar, setidaknya, bahwa orang yang dia anggap sebagai kakeknya adalah ayah kandungnya, dan bahwa orang yang dia anggap sebagai ayah adalah saudara tiri biologisnya."
Menolak tawaran dewan tersebut, hakim mengatakan bahwa dewan tidak memiliki tanggung jawab sebagai orang tua atau kepentingan pribadi terhadap orang tua biologis anak tersebut.
“Mereka mungkin ingin tahu siapa ayah kandung D, tapi mereka tidak punya kepentingan dalam hasil penerapannya," ujarnya.
“Keinginan untuk menjunjung tinggi kepentingan publik dalam memelihara catatan kelahiran yang akurat tidak memberikan kepentingan pribadi dalam penentuan permohonan tersebut.”
Hakim Poole menyimpulkan bahwa keluarga tersebut mungkin ingin menjalani tes paternitas untuk memberi tahu anak tersebut di kemudian hari. "Tetapi itu adalah urusan mereka," katanya.
Bayi yang dikandung wanita tersebut telah lahir dan sekarang sudah berusia lima tahun.
Itu terjadi di Kota Barnsley, Inggris. Masalah muncul ketika orangtua anak itu meminta sertifikat resmi kelahirannya dengan memberitahu proses kehamilan si ibu anak tersebut.
Dewan Kota Barnsley kemudian mengajukan saran hukum ke Pengadilan Tinggi.
Anehnya, Hakim Poole dari Pengadilan Tinggi memutuskan tes panternitas untuk mengetahui ayah biologis anak tersebut tidak perlu dilakukan.
Hakim Poole mengakui bahwa ketika dia memberikan keputusan tersebut ada kemungkinan besar orang yang dianggap kakek oleh anak itu sebenarnya adalah ayah kandungnya.
Jika itu yang terjadi, itu berarti pria yang dianggap ayah oleh si anak kecil itu sebenarnya adalah saudara tirinya.
Hakim Poole mengatakan anak lima tahun, yang hanya dikenal sebagai D, bisa "menderita dampak emosional" jika dia mengetahui bagaimana dia dikandung. Lantaran itulah, dia memutuskan tidak perlu dilakukan tes paternitas.
Kasus unik ini bermula ketika seorang pria, yang hanya disebut sebagai PQ, dan pasangannya saat itu, JK, setuju untuk mencampurkan spermanya dengan sperma ayahnya dan menyuntikkannya ke wanita tersebut. Menurut pengadilan, itu dilakukan setelah PQ mengalami masalah kesuburan dan tidak mampu membayar biaya perawatan IVF.
Hakim Poole diberitahu bahwa proses tersebut selalu dimaksudkan untuk dirahasiakan dan mengakibatkan kelahiran anak laki-laki tersebut.
Dewan Kota Barnsley meminta Pengadilan Tinggi di Sheffield memerintahkan agar tes paternitas atau tes DNA dilakukan untuk menentukan siapa pria yang merupakan ayah biologis dari D.
Namun dalam keputusannya pengadilan mengejutkan. Mengutip Sky News, Senin (26/2/2024), Hakim Poole menolak permintaan tersebut dan menyatakan bahwa Dewan Kota Barnsley "tidak mempunyai kepentingan dalam hasilnya".
Hakim mengatakan keluarga tersebut telah "menciptakan ladang ranjau kesejahteraan".
"Saya tidak percaya JK, PQ dan (ayahnya) RS sudah memikirkan dengan matang konsekuensi dari rencana mereka agar JK hamil, jika tidak maka kecil kemungkinan mereka akan melakukannya," katanya.
"Anak laki-laki tersebut adalah seorang anak unik yang tidak akan ada jika tidak ada pengaturan yang tidak biasa yang dibuat untuk konsepsinya, namun pengaturan tersebut juga menciptakan potensi baginya untuk menderita kerugian emosional jika dia mengetahui hal tersebut," lanjut hakim.
Hakim Poole mengatakan pria tersebut memiliki hubungan baik antara ayah dan anak dengan si anak tersebut dan terserah pada dia dan ibu anak tersebut untuk mengelola risiko laten terhadap kesejahteraannya.
“Harus diakui bahwa keadaan konsepsi D sekarang tidak dapat dibatalkan," imbuh hakim.
“Tanpa tes, ayah biologisnya masih belum pasti, namun ada kemungkinan besar, setidaknya, bahwa orang yang dia anggap sebagai kakeknya adalah ayah kandungnya, dan bahwa orang yang dia anggap sebagai ayah adalah saudara tiri biologisnya."
Menolak tawaran dewan tersebut, hakim mengatakan bahwa dewan tidak memiliki tanggung jawab sebagai orang tua atau kepentingan pribadi terhadap orang tua biologis anak tersebut.
“Mereka mungkin ingin tahu siapa ayah kandung D, tapi mereka tidak punya kepentingan dalam hasil penerapannya," ujarnya.
“Keinginan untuk menjunjung tinggi kepentingan publik dalam memelihara catatan kelahiran yang akurat tidak memberikan kepentingan pribadi dalam penentuan permohonan tersebut.”
Hakim Poole menyimpulkan bahwa keluarga tersebut mungkin ingin menjalani tes paternitas untuk memberi tahu anak tersebut di kemudian hari. "Tetapi itu adalah urusan mereka," katanya.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda