Uni Afrika Kembali Cegah Delegasi Israel Masuk Kantor Pusatnya
Kamis, 15 Februari 2024 - 20:15 WIB
ADDIS ABABA - Uni Afrika (UA) mencegah delegasi Israel memasuki kantor pusatnya di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa pada Rabu (14/2/2024).
Al-Jazeera melaporkan kejadian itu, mengutip sumber diplomatik Afrika. Delegasi Israel dilaporkan seharusnya menyampaikan pandangannya mengenai perang genosida yang sedang berlangsung di Gaza.
Sidang Biasa Dewan Eksekutif Uni Afrika ke-44 dimulai pada Rabu di kantor pusat UA di Addis Ababa.
Menurut Al-Jazeera, Uni Afrika menolak Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel untuk berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.
Ini bukan pertama kalinya delegasi Israel dilarang berpartisipasi dalam KTT Uni Afrika.
Israel diterima kembali sebagai negara pengamat di blok pan-Afrika pada tahun 2021. Namun, pada Januari 2022, diplomat Aljazair mengajukan mosi untuk mencabut kembali status pengawasan Israel.
Pada Februari 2023, delegasi Israel diusir dari upacara pembukaan setelah mendapat tekanan dari Aljazair dan Afrika Selatan.
Pada 29 Desember 2023, pemerintah Afrika Selatan membawa kasus terhadap Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ).
Afrika Selatan menuduh Israel melakukan “tindakan genosida” dalam kampanye militernya di Gaza.
Setelah dua sidang di Den Haag pada tanggal 11-12 Januari, Mahkamah Internasional memerintahkan Israel pada 26 Januari untuk mengambil tindakan guna mencegah dan menghukum hasutan langsung untuk melakukan genosida dalam perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, Israel telah membunuh 28.576 warga Palestina, dan 68.291 orang terluka di Gaza mulai 7 Oktober.
Selain itu, 8.000 orang masih belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
Agresi Israel juga mengakibatkan hampir dua juta orang terpaksa mengungsi dari seluruh Jalur Gaza, dengan sebagian besar pengungsi terpaksa mengungsi ke kota Rafah di bagian selatan yang padat penduduknya, dekat perbatasan dengan Mesir.
Pengungsian itu menjadi eksodus massal terbesar di Palestina sejak Nakba 1948.
Al-Jazeera melaporkan kejadian itu, mengutip sumber diplomatik Afrika. Delegasi Israel dilaporkan seharusnya menyampaikan pandangannya mengenai perang genosida yang sedang berlangsung di Gaza.
Sidang Biasa Dewan Eksekutif Uni Afrika ke-44 dimulai pada Rabu di kantor pusat UA di Addis Ababa.
Menurut Al-Jazeera, Uni Afrika menolak Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel untuk berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.
Ini bukan pertama kalinya delegasi Israel dilarang berpartisipasi dalam KTT Uni Afrika.
Israel diterima kembali sebagai negara pengamat di blok pan-Afrika pada tahun 2021. Namun, pada Januari 2022, diplomat Aljazair mengajukan mosi untuk mencabut kembali status pengawasan Israel.
Pada Februari 2023, delegasi Israel diusir dari upacara pembukaan setelah mendapat tekanan dari Aljazair dan Afrika Selatan.
Pada 29 Desember 2023, pemerintah Afrika Selatan membawa kasus terhadap Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ).
Afrika Selatan menuduh Israel melakukan “tindakan genosida” dalam kampanye militernya di Gaza.
Setelah dua sidang di Den Haag pada tanggal 11-12 Januari, Mahkamah Internasional memerintahkan Israel pada 26 Januari untuk mengambil tindakan guna mencegah dan menghukum hasutan langsung untuk melakukan genosida dalam perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, Israel telah membunuh 28.576 warga Palestina, dan 68.291 orang terluka di Gaza mulai 7 Oktober.
Selain itu, 8.000 orang masih belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
Agresi Israel juga mengakibatkan hampir dua juta orang terpaksa mengungsi dari seluruh Jalur Gaza, dengan sebagian besar pengungsi terpaksa mengungsi ke kota Rafah di bagian selatan yang padat penduduknya, dekat perbatasan dengan Mesir.
Pengungsian itu menjadi eksodus massal terbesar di Palestina sejak Nakba 1948.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda