Mesir Ancam Israel Jika Nekat Luncurkan Invasi Darat ke Rafah
Minggu, 11 Februari 2024 - 11:45 WIB
KAIRO - Kairo telah mengancam Israel jika militer Zionis nekat meluncurkan invasi darat ke Rafah, wilayah Gaza selatan yang berbatasan dengan Mesir.
Ancaman itu berupa penangguhan perjanjian damai kedua negara yang telah berlaku sejak 1979.
The Wall Street Journal (WSJ), mengutip diplomat Barat, melaporkan perjanjian damai akan ditangguhkan jika militer Israel memasuki Rafah atau jika pengungsi Palestina terpaksa menuju Semenanjung Sinai di Mesir.
Ancaman itu disampaikan setelah pasukan darat Zionis berencana menyerbu Rafah. Mejelang invasi darat, militer Zionis meluncurkan serangan udara ke wilayah yang penuh pengungsi itu, menewaskan puluhan orang.
Sekutu Israel di Barat dan negara-negara Arab memperingatkan Tel Aviv akan terjadinya bencana kemanusiaan jika invasi darat benar-benar terjadi di Rafah.
Menurut laporan WSJ, para pejabat Mesir telah memberi tahu rekan-rekan mereka di Israel melalui perantara Barat bahwa segala upaya untuk mendorong warga Palestina ke Sinai akan secara efektif menangguhkan perjanjian damai tahun 1979.
"Serangan darat Israel di Rafah akan menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan,” kata Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry pada hari Sabtu, yang dilansir The Guardian, Minggu (11/2/2024).
Menurutnya, tujuan Israel pada akhirnya adalah memaksa warga Palestina meninggalkan tanah mereka.
Seorang pejabat Mesir lainnya mengatakan kepada The Guardian bahwa warga Palestina yang melarikan diri tidak akan diizinkan melintasi perbatasan ke semenanjung Sinai, dan setiap upaya untuk merelokasi mereka ke tanah Mesir akan menggagalkan perjanjian perdamaian antara Mesir dan Israel.
Perkembangan ini terjadi ketika muncul laporan bahwa Mesir berupaya meningkatkan ketinggian tembok beton perbatasan dengan Gaza dan memasang kawat berduri dalam upaya untuk mencegah warga Palestina mencoba menyeberang ke Sinai.
Para pejabat Israel juga telah mempertimbangkan untuk memperkuat tembok tersebut dengan membangun "smart border" antara Jalur Gaza dan Mesir, sebuah rencana yang dengan cepat ditolak oleh pihak Kairo.
Mesir adalah negara Arab pertama yang menormalisasi hubungan dengan Israel, meski mendapat tentangan luas dari masyarakatnya sendiri.
Namun ketegangan meningkat antara kedua negara sejak dimulainya perang Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 28.000 orang sejak 7 Oktober 2023.
Selain pernyataan pejabat Israel tentang pengusiran warga Palestina dari Gaza, Israel juga menyatakan niatnya untuk memasuki kawasan Koridor Philadelphi, jalur sepanjang 14 kilometer yang membentang di sepanjang perbatasan selatan Gaza dengan Mesir.
Kairo sejauh ini menolak mengizinkan Israel menguasai koridor darat.
Mesir, bersama dengan Qatar dan Amerika Serikat, berusaha menengahi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Ancaman itu berupa penangguhan perjanjian damai kedua negara yang telah berlaku sejak 1979.
The Wall Street Journal (WSJ), mengutip diplomat Barat, melaporkan perjanjian damai akan ditangguhkan jika militer Israel memasuki Rafah atau jika pengungsi Palestina terpaksa menuju Semenanjung Sinai di Mesir.
Ancaman itu disampaikan setelah pasukan darat Zionis berencana menyerbu Rafah. Mejelang invasi darat, militer Zionis meluncurkan serangan udara ke wilayah yang penuh pengungsi itu, menewaskan puluhan orang.
Baca Juga
Sekutu Israel di Barat dan negara-negara Arab memperingatkan Tel Aviv akan terjadinya bencana kemanusiaan jika invasi darat benar-benar terjadi di Rafah.
Menurut laporan WSJ, para pejabat Mesir telah memberi tahu rekan-rekan mereka di Israel melalui perantara Barat bahwa segala upaya untuk mendorong warga Palestina ke Sinai akan secara efektif menangguhkan perjanjian damai tahun 1979.
"Serangan darat Israel di Rafah akan menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan,” kata Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry pada hari Sabtu, yang dilansir The Guardian, Minggu (11/2/2024).
Menurutnya, tujuan Israel pada akhirnya adalah memaksa warga Palestina meninggalkan tanah mereka.
Seorang pejabat Mesir lainnya mengatakan kepada The Guardian bahwa warga Palestina yang melarikan diri tidak akan diizinkan melintasi perbatasan ke semenanjung Sinai, dan setiap upaya untuk merelokasi mereka ke tanah Mesir akan menggagalkan perjanjian perdamaian antara Mesir dan Israel.
Perkembangan ini terjadi ketika muncul laporan bahwa Mesir berupaya meningkatkan ketinggian tembok beton perbatasan dengan Gaza dan memasang kawat berduri dalam upaya untuk mencegah warga Palestina mencoba menyeberang ke Sinai.
Para pejabat Israel juga telah mempertimbangkan untuk memperkuat tembok tersebut dengan membangun "smart border" antara Jalur Gaza dan Mesir, sebuah rencana yang dengan cepat ditolak oleh pihak Kairo.
Mesir adalah negara Arab pertama yang menormalisasi hubungan dengan Israel, meski mendapat tentangan luas dari masyarakatnya sendiri.
Namun ketegangan meningkat antara kedua negara sejak dimulainya perang Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 28.000 orang sejak 7 Oktober 2023.
Selain pernyataan pejabat Israel tentang pengusiran warga Palestina dari Gaza, Israel juga menyatakan niatnya untuk memasuki kawasan Koridor Philadelphi, jalur sepanjang 14 kilometer yang membentang di sepanjang perbatasan selatan Gaza dengan Mesir.
Kairo sejauh ini menolak mengizinkan Israel menguasai koridor darat.
Mesir, bersama dengan Qatar dan Amerika Serikat, berusaha menengahi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
(mas)
tulis komentar anda