Tentara AS di Irak Diminta Siap Perang di Gaza
Kamis, 01 Februari 2024 - 21:30 WIB
BAGHDAD - Personel Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) di Irak telah diperintahkan tetap bersiaga jika terjadi “keterlibatan AS dalam perang Israel Hamas.”
The Intercept melaporkan hal itu pada Selasa (30/1/2024), mengutip memo Pentagon.
“Disebarkan awal bulan ini, memo tersebut menginstruksikan sejumlah tentara yang tidak diketahui jumlahnya untuk ditempatkan siaga untuk dikerahkan ke garis depan guna mendukung pasukan jika ada keterlibatan AS di lapangan dalam perang Israel Hamas,” ungkap laporan tersebut.
Perintah siaga tersebut berlaku bagi pasukan yang ditempatkan di Irak sejak tahun lalu, menurut dokumen Pentagon terpisah yang dilihat The Intercept.
“Dokumen-dokumen yang diperoleh The Intercept memberikan pengingat yang jelas akan kehadiran militer AS yang meluas di Timur Tengah, dengan personel yang dikerahkan ke lokasi-lokasi yang menurut banyak orang Amerika misinya telah berakhir sejak lama, dan seberapa cepat perintah tersebut dapat digunakan kembali untuk konflik-konflik baru,” papar laporan The Intercept.
Gedung Putih telah menyatakan dalam beberapa kesempatan sejak Oktober bahwa dukungannya terhadap Israel tidak akan melibatkan tentara Amerika yang berperang bersama rekan-rekan Israel.
Namun beragam laporan berita dan kebocoran mengindikasikan AS mungkin terlibat dalam berbagai hal, meskipun kapasitasnya tidak ditentukan.
AS merespons Operasi Badai Al-Aqsa yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober dengan segera mengirimkan dua kapal induk ke wilayah tersebut dan menyiapkan 2.000 tentara tambahan untuk dikerahkan ke Timur Tengah.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan kepada wartawan pada 10 Oktober bahwa “tidak ada niat untuk mengerahkan pasukan AS” di Israel atau Gaza.
Namun, pasukan khusus AS telah aktif di Israel sejak bulan Oktober, dan pejabat senior Christopher Maier mengatakan kepada wartawan pada saat itu bahwa, “Pasukan komando Amerika secara aktif membantu Israel melakukan sejumlah hal.”
Pentagon juga mengakui menerbangkan drone mata-mata di Gaza “untuk mendukung upaya pemulihan sandera.”
Sejak perang dimulai, pasukan AS di Irak, Suriah, dan Yordania telah mendapat serangan lebih dari 150 kali, dari berbagai kelompok Perlawanan Arab yang menggunakan serangan drone dan roket secara rutin.
Salah satu serangan terhadap satu pos terdepan di Yordania pada hari Minggu menewaskan tiga tentara AS dan melukai beberapa lusin lainnya.
Kapal dan pesawat tempur Amerika Serikat juga telah melancarkan beberapa serangan terhadap pejuang Ansarallah Houthi di Yaman.
Langkah AS ini untuk mematahkan blokade kelompok Houthi terhadap kapal dagang terkait Israel yang melewati Laut Merah.
Ansarallah Houthi menanggapinya dengan menargetkan kapal komersial dan militer AS di wilayah tersebut.
Pada Rabu, para pejuang mengumumkan mereka telah menembakkan beberapa rudal ke kapal perusak USS Gravely.
Komando Pusat AS, yang mengawasi operasi militer Amerika di Timur Tengah, mengklaim Graveley menembak jatuh satu rudal yang masuk, dan tidak mengalami kerusakan atau korban jiwa.
The Intercept melaporkan hal itu pada Selasa (30/1/2024), mengutip memo Pentagon.
“Disebarkan awal bulan ini, memo tersebut menginstruksikan sejumlah tentara yang tidak diketahui jumlahnya untuk ditempatkan siaga untuk dikerahkan ke garis depan guna mendukung pasukan jika ada keterlibatan AS di lapangan dalam perang Israel Hamas,” ungkap laporan tersebut.
Perintah siaga tersebut berlaku bagi pasukan yang ditempatkan di Irak sejak tahun lalu, menurut dokumen Pentagon terpisah yang dilihat The Intercept.
“Dokumen-dokumen yang diperoleh The Intercept memberikan pengingat yang jelas akan kehadiran militer AS yang meluas di Timur Tengah, dengan personel yang dikerahkan ke lokasi-lokasi yang menurut banyak orang Amerika misinya telah berakhir sejak lama, dan seberapa cepat perintah tersebut dapat digunakan kembali untuk konflik-konflik baru,” papar laporan The Intercept.
Pesan Campuran
Gedung Putih telah menyatakan dalam beberapa kesempatan sejak Oktober bahwa dukungannya terhadap Israel tidak akan melibatkan tentara Amerika yang berperang bersama rekan-rekan Israel.
Namun beragam laporan berita dan kebocoran mengindikasikan AS mungkin terlibat dalam berbagai hal, meskipun kapasitasnya tidak ditentukan.
AS merespons Operasi Badai Al-Aqsa yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober dengan segera mengirimkan dua kapal induk ke wilayah tersebut dan menyiapkan 2.000 tentara tambahan untuk dikerahkan ke Timur Tengah.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan kepada wartawan pada 10 Oktober bahwa “tidak ada niat untuk mengerahkan pasukan AS” di Israel atau Gaza.
Namun, pasukan khusus AS telah aktif di Israel sejak bulan Oktober, dan pejabat senior Christopher Maier mengatakan kepada wartawan pada saat itu bahwa, “Pasukan komando Amerika secara aktif membantu Israel melakukan sejumlah hal.”
Pentagon juga mengakui menerbangkan drone mata-mata di Gaza “untuk mendukung upaya pemulihan sandera.”
Perlawanan Arab
Sejak perang dimulai, pasukan AS di Irak, Suriah, dan Yordania telah mendapat serangan lebih dari 150 kali, dari berbagai kelompok Perlawanan Arab yang menggunakan serangan drone dan roket secara rutin.
Salah satu serangan terhadap satu pos terdepan di Yordania pada hari Minggu menewaskan tiga tentara AS dan melukai beberapa lusin lainnya.
Kapal dan pesawat tempur Amerika Serikat juga telah melancarkan beberapa serangan terhadap pejuang Ansarallah Houthi di Yaman.
Langkah AS ini untuk mematahkan blokade kelompok Houthi terhadap kapal dagang terkait Israel yang melewati Laut Merah.
Ansarallah Houthi menanggapinya dengan menargetkan kapal komersial dan militer AS di wilayah tersebut.
Pada Rabu, para pejuang mengumumkan mereka telah menembakkan beberapa rudal ke kapal perusak USS Gravely.
Komando Pusat AS, yang mengawasi operasi militer Amerika di Timur Tengah, mengklaim Graveley menembak jatuh satu rudal yang masuk, dan tidak mengalami kerusakan atau korban jiwa.
(sya)
tulis komentar anda