Hamas Akui Ada Kesalahan dalam Serangan 7 Oktober ke Israel, tapi....
Senin, 22 Januari 2024 - 09:59 WIB
GAZA - Kelompok Hamas mengakui ada kesalahan dalam serangan 7 Oktober ke Israel, di mana warga sipil ikut menjadi korban. Serangan itu dikenal sebagai Operasi Badai al-Aqsa yang memicu perang besar di Gaza sekarang ini.
Tapi kelompok itu menegaskan bahwa banyak warga sipil yang dibunuh tentara dan polisi Israel karena kebingungan akibat kacauanya situasi.
Pengakuan Hamas muncul dalam laporan setebal 16 halaman yang dirilis hari Minggu."Beberapa kesalahan terjadi...," kata kelompok perlawanan Palestina yang berbasis di Gaza tersebut, seperti dikutip AFP, Senin (22/1/2024).
"Karena runtuhnya sistem keamanan dan militer Israel dengan cepat, dan kekacauan yang terjadi di sepanjang wilayah perbatasan dengan Gaza," lanjut Hamas.
Dokumen 16 halaman tersebut merupakan laporan publik pertama yang dikeluarkan Hamas dalam bahasa Inggris dan Arab—yang menjelaskan latar belakang Operasi Badai al-Aqsa.
Pada akhir hari libur Yahudi pada 7 Oktober 2023, ratusan milisi Hamas menyeberang ke Israel melalui darat, udara dan laut dan membunuh orang-orang.
Serangan itu mengakibatkan kematian sekitar 1.140 orang, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.
Sekitar 700 warga sipil Israel dan 76 orang asing termasuk di antara korban tewas, dan satu warga Israel masih hilang, menurut data jaminan sosial Israel.
Selama serangan itu, orang-orang bersenjata dari Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya menyandera sekitar 250 orang, menurut angka terbaru Israel.
Para pejabat Israel mengatakan sekitar 132 tawanan masih berada di Gaza, sedikitnya 27 orang di antaranya diyakini telah terbunuh.
“Jika ada kasus yang menargetkan warga sipil, hal itu terjadi secara tidak sengaja dan selama konfrontasi dengan pasukan pendudukan,” kata Hamas dalam laporan tersebut.
“Banyak warga Israel yang dibunuh oleh tentara dan polisi Israel karena kebingungan mereka.”
Israel membalas serangan Hamas dengan menyatakan perang untuk menghancurkannya, menggempur Jalur Gaza dalam kampanye pengeboman paling mematikan yang pernah dihadapi wilayah Palestina tersebut.
Israel mengerahkan puluhan ribu tentara di sepanjang perbatasan Gaza dan di perbatasan utara dengan Lebanon.
Mereka menyatakan pengepungan total terhadap Gaza, memutus pasokan air, listrik dan makanan, sebuah keputusan yang dikecam oleh PBB.
Pembalasan Israel telah menewaskan sebanyak 25.105 orang di Gaza, sebagian besar perempuan, anak-anak dan remaja, menurut kementerian kesehatan di Gaza.
Para pejabat Israel telah berulang kali menuduh para milisi Hamas melakukan pemerkosaan berkelompok, mutilasi alat kelamin dan melakukan tindakan seksual dengan anak-anak dan mayat selama serangan itu.
Hamas menolak tuduhan tersebut, dan mengatakan bahwa tuduhan tersebut dimaksudkan untuk menjelekkan-menjelekkan kelompoknya sebagai propaganda perang.
Kelompok Hamas tersebut mengatakan serangan 7 Oktober adalah langkah yang perlu. "Dan respons normal untuk menghadapi semua konspirasi Israel terhadap rakyat Palestina," katanya.
Pada hari Minggu, Hamas mendesak penghentian segera agresi Israel di Gaza, kejahatan dan pembersihan etnis yang dilakukan terhadap seluruh penduduk Gaza.
Kelompok itu juga mengatakan bahwa mereka menolak segala upaya internasional dan Israel untuk menentukan masa depan Gaza pascaperang.
“Kami menekankan bahwa rakyat Palestina mempunyai kapasitas untuk memutuskan masa depan mereka dan mengatur urusan dalam negeri mereka,” imbuh Hamas.
"Tidak ada pihak di dunia ini yang berhak mengambil keputusan atas nama rakyat Palestina."
Hamas menunjuk asal mula sejarah konflik tersebut, dengan mengatakan pertempuran rakyat Palestina melawan pendudukan dan kolonialisme tidak dimulai pada tanggal 7 Oktober, namun dimulai 105 tahun yang lalu, termasuk 30 tahun kolonialisme Inggris dan 75 tahun pendudukan Zionis.
Kelompok tersebut ingin meminta pertanggungjawaban pendudukan Israel secara hukum atas penderitaan yang ditimbulkannya terhadap rakyat Palestina.
Tapi kelompok itu menegaskan bahwa banyak warga sipil yang dibunuh tentara dan polisi Israel karena kebingungan akibat kacauanya situasi.
Pengakuan Hamas muncul dalam laporan setebal 16 halaman yang dirilis hari Minggu."Beberapa kesalahan terjadi...," kata kelompok perlawanan Palestina yang berbasis di Gaza tersebut, seperti dikutip AFP, Senin (22/1/2024).
"Karena runtuhnya sistem keamanan dan militer Israel dengan cepat, dan kekacauan yang terjadi di sepanjang wilayah perbatasan dengan Gaza," lanjut Hamas.
Dokumen 16 halaman tersebut merupakan laporan publik pertama yang dikeluarkan Hamas dalam bahasa Inggris dan Arab—yang menjelaskan latar belakang Operasi Badai al-Aqsa.
Pada akhir hari libur Yahudi pada 7 Oktober 2023, ratusan milisi Hamas menyeberang ke Israel melalui darat, udara dan laut dan membunuh orang-orang.
Serangan itu mengakibatkan kematian sekitar 1.140 orang, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.
Sekitar 700 warga sipil Israel dan 76 orang asing termasuk di antara korban tewas, dan satu warga Israel masih hilang, menurut data jaminan sosial Israel.
Selama serangan itu, orang-orang bersenjata dari Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya menyandera sekitar 250 orang, menurut angka terbaru Israel.
Para pejabat Israel mengatakan sekitar 132 tawanan masih berada di Gaza, sedikitnya 27 orang di antaranya diyakini telah terbunuh.
“Jika ada kasus yang menargetkan warga sipil, hal itu terjadi secara tidak sengaja dan selama konfrontasi dengan pasukan pendudukan,” kata Hamas dalam laporan tersebut.
“Banyak warga Israel yang dibunuh oleh tentara dan polisi Israel karena kebingungan mereka.”
Israel membalas serangan Hamas dengan menyatakan perang untuk menghancurkannya, menggempur Jalur Gaza dalam kampanye pengeboman paling mematikan yang pernah dihadapi wilayah Palestina tersebut.
Israel mengerahkan puluhan ribu tentara di sepanjang perbatasan Gaza dan di perbatasan utara dengan Lebanon.
Mereka menyatakan pengepungan total terhadap Gaza, memutus pasokan air, listrik dan makanan, sebuah keputusan yang dikecam oleh PBB.
Pembalasan Israel telah menewaskan sebanyak 25.105 orang di Gaza, sebagian besar perempuan, anak-anak dan remaja, menurut kementerian kesehatan di Gaza.
Para pejabat Israel telah berulang kali menuduh para milisi Hamas melakukan pemerkosaan berkelompok, mutilasi alat kelamin dan melakukan tindakan seksual dengan anak-anak dan mayat selama serangan itu.
Hamas menolak tuduhan tersebut, dan mengatakan bahwa tuduhan tersebut dimaksudkan untuk menjelekkan-menjelekkan kelompoknya sebagai propaganda perang.
Kelompok Hamas tersebut mengatakan serangan 7 Oktober adalah langkah yang perlu. "Dan respons normal untuk menghadapi semua konspirasi Israel terhadap rakyat Palestina," katanya.
Pada hari Minggu, Hamas mendesak penghentian segera agresi Israel di Gaza, kejahatan dan pembersihan etnis yang dilakukan terhadap seluruh penduduk Gaza.
Kelompok itu juga mengatakan bahwa mereka menolak segala upaya internasional dan Israel untuk menentukan masa depan Gaza pascaperang.
“Kami menekankan bahwa rakyat Palestina mempunyai kapasitas untuk memutuskan masa depan mereka dan mengatur urusan dalam negeri mereka,” imbuh Hamas.
"Tidak ada pihak di dunia ini yang berhak mengambil keputusan atas nama rakyat Palestina."
Hamas menunjuk asal mula sejarah konflik tersebut, dengan mengatakan pertempuran rakyat Palestina melawan pendudukan dan kolonialisme tidak dimulai pada tanggal 7 Oktober, namun dimulai 105 tahun yang lalu, termasuk 30 tahun kolonialisme Inggris dan 75 tahun pendudukan Zionis.
Kelompok tersebut ingin meminta pertanggungjawaban pendudukan Israel secara hukum atas penderitaan yang ditimbulkannya terhadap rakyat Palestina.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda