Dokter Gaza Amputasi Kaki Keponakannya di Rumah, Tanpa Obat Bius
Sabtu, 20 Januari 2024 - 10:52 WIB
GAZA - Dokter Palestina, Hani Bseiso, menghadapi keputusan yang menyakitkan ketika keponakan remajanya terluka akibat serangan udara Israel terhadap rumahnya di Kota Gaza.
Sang dokter terpaksa mengamputasi kaki keponakan perempuannya atau mengambil risiko dia mati kehabisan darah, menurut laporan Reuters.
Karena tidak dapat mencapai rumah sakit terdekat, dan dengan hanya menggunakan gunting dan kain kasa yang ada di tas medisnya, dia mengamputasi bagian bawah kaki kanan A'Hed Bseiso dalam operasi yang dilakukan di meja dapur, tanpa obat bius.
Rekaman video kasar yang menjadi viral di Instagram menunjukkan dia menyeka tunggul kaki kanannya yang berdarah saat keponakannya berbaring di atas meja.
Salah satu saudara laki-lakinya memeganginya, yang lain memegang dua ponsel untuk memberikan penerangan yang lebih baik.
Rumah tersebut hanya berjarak 1,1 mil (1,8 km) dari Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza, biasanya berjarak enam menit berkendara atau 25 menit berjalan kaki.
Namun Hani Bseiso mengatakan tembakan Israel yang hebat di daerah tersebut membuatnya terlalu berbahaya untuk mencoba sampai ke sana.
“Sayangnya, saya tidak punya pilihan lain. Pilihannya adalah saya membiarkan gadis itu mati atau mencoba semampu saya,” papar Hani Bseiso kepada Reuters pekan ini dalam wawancara di ruangan tempat dia mengamputasi kakinya pada 19 Desember 2023.
Reuters tidak dapat mengkonfirmasi secara independen apa yang menimpa rumahnya, mengapa rumahnya diserang dan kejadian apa yang mendahului serangan tersebut.
“Bisakah aku membawanya ke rumah sakit? Tentu saja tidak,” ujar Bseiso, menggambarkan daerah tersebut sebagai “dikepung”. “Tank-tank itu berada di pintu masuk rumah.”
A’hed Bseiso (18) adalah bagian dari generasi muda yang diamputasi akibat perang yang terjadi di Gaza sejak Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 253 orang, menurut penghitungan Israel.
Namun, sejak itu, Haaretz mengungkap helikopter dan tank tentara Israel, pada kenyataannya, telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim Israel dibunuh Perlawanan Palestina.
Para dokter mengatakan banyak dari mereka yang tewas di Jalur Gaza sejak saat itu mungkin bisa diselamatkan jika mereka bisa mencapai rumah sakit.
Terbaring di tempat tidur beberapa pekan setelah amputasi, A’hed Bseiso mengatakan kepada Reuters bahwa dia melihat satu tank Israel di dekat rumahnya ketika dia keluar sekitar pukul 10:30 pagi untuk mendapatkan sinyal agar bisa menelepon ayahnya, yang tinggal di luar negeri.
Dia dan saudara perempuannya masuk ke dalam rumah dan menutup tirai kalau-kalau rumah itu ditembaki. Tak lama setelah itu, gedung itu diserang dan dia terluka.
Dia menyadari kakinya tidak terasa sakit ketika anggota keluarganya mencoba membantunya mengeluarkan pecahan peluru.
“Mereka menempatkan saya di meja makan. Tidak ada peralatan medis. Paman saya melihat spons yang kami gunakan untuk membersihkan piring, kawat, cairan pembersih, dan klorin (desinfektan),” papar dia.
“Dia mengambilnya dan mulai menggosok kaki saya. Dia mengamputasi kaki saya tanpa anestesi dan tanpa apa pun di rumah,” ungkap dia.
Ditanya bagaimana dia menahan rasa sakit, dia berkata, “Saya hanya mengucapkan ‘Terima kasih kepada Tuhan’ dan membaca Alquran. Alhamdulillah, saya tidak merasakan apa-apa, tetapi tentu saja ada rasa sakit, ketegangan, dan keterkejutan.”
Gadis itu telah menjalani operasi lebih lanjut di rumah sakit untuk mengobati luka yang dialaminya.
Israel telah membunuh lebih dari 24.000 warga Palestina di Gaza sejak 7 Oktober 2023, menurut para pejabat Palestina.
Banyak warga lainnya, termasuk anak-anak, yang anggota tubuhnya diamputasi karena parahnya luka yang mereka alami selama serangan Israel.
Lebih dari 1.000 anak di Gaza telah menjalani amputasi kaki pada akhir November, menurut badan anak-anak PBB, UNICEF.
Kebersihan yang buruk dan kekurangan obat-obatan semakin membahayakan nyawa. Para dokter mengatakan pasokan ke rumah sakit terhambat karena kurangnya akses terhadap obat-obatan.
Sang dokter terpaksa mengamputasi kaki keponakan perempuannya atau mengambil risiko dia mati kehabisan darah, menurut laporan Reuters.
Karena tidak dapat mencapai rumah sakit terdekat, dan dengan hanya menggunakan gunting dan kain kasa yang ada di tas medisnya, dia mengamputasi bagian bawah kaki kanan A'Hed Bseiso dalam operasi yang dilakukan di meja dapur, tanpa obat bius.
Rekaman video kasar yang menjadi viral di Instagram menunjukkan dia menyeka tunggul kaki kanannya yang berdarah saat keponakannya berbaring di atas meja.
Salah satu saudara laki-lakinya memeganginya, yang lain memegang dua ponsel untuk memberikan penerangan yang lebih baik.
Rumah tersebut hanya berjarak 1,1 mil (1,8 km) dari Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza, biasanya berjarak enam menit berkendara atau 25 menit berjalan kaki.
Namun Hani Bseiso mengatakan tembakan Israel yang hebat di daerah tersebut membuatnya terlalu berbahaya untuk mencoba sampai ke sana.
“Sayangnya, saya tidak punya pilihan lain. Pilihannya adalah saya membiarkan gadis itu mati atau mencoba semampu saya,” papar Hani Bseiso kepada Reuters pekan ini dalam wawancara di ruangan tempat dia mengamputasi kakinya pada 19 Desember 2023.
Reuters tidak dapat mengkonfirmasi secara independen apa yang menimpa rumahnya, mengapa rumahnya diserang dan kejadian apa yang mendahului serangan tersebut.
“Bisakah aku membawanya ke rumah sakit? Tentu saja tidak,” ujar Bseiso, menggambarkan daerah tersebut sebagai “dikepung”. “Tank-tank itu berada di pintu masuk rumah.”
'Terimakasih Tuhan'
A’hed Bseiso (18) adalah bagian dari generasi muda yang diamputasi akibat perang yang terjadi di Gaza sejak Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 253 orang, menurut penghitungan Israel.
Namun, sejak itu, Haaretz mengungkap helikopter dan tank tentara Israel, pada kenyataannya, telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim Israel dibunuh Perlawanan Palestina.
Para dokter mengatakan banyak dari mereka yang tewas di Jalur Gaza sejak saat itu mungkin bisa diselamatkan jika mereka bisa mencapai rumah sakit.
Terbaring di tempat tidur beberapa pekan setelah amputasi, A’hed Bseiso mengatakan kepada Reuters bahwa dia melihat satu tank Israel di dekat rumahnya ketika dia keluar sekitar pukul 10:30 pagi untuk mendapatkan sinyal agar bisa menelepon ayahnya, yang tinggal di luar negeri.
Dia dan saudara perempuannya masuk ke dalam rumah dan menutup tirai kalau-kalau rumah itu ditembaki. Tak lama setelah itu, gedung itu diserang dan dia terluka.
Dia menyadari kakinya tidak terasa sakit ketika anggota keluarganya mencoba membantunya mengeluarkan pecahan peluru.
“Mereka menempatkan saya di meja makan. Tidak ada peralatan medis. Paman saya melihat spons yang kami gunakan untuk membersihkan piring, kawat, cairan pembersih, dan klorin (desinfektan),” papar dia.
“Dia mengambilnya dan mulai menggosok kaki saya. Dia mengamputasi kaki saya tanpa anestesi dan tanpa apa pun di rumah,” ungkap dia.
Ditanya bagaimana dia menahan rasa sakit, dia berkata, “Saya hanya mengucapkan ‘Terima kasih kepada Tuhan’ dan membaca Alquran. Alhamdulillah, saya tidak merasakan apa-apa, tetapi tentu saja ada rasa sakit, ketegangan, dan keterkejutan.”
Gadis itu telah menjalani operasi lebih lanjut di rumah sakit untuk mengobati luka yang dialaminya.
Israel telah membunuh lebih dari 24.000 warga Palestina di Gaza sejak 7 Oktober 2023, menurut para pejabat Palestina.
Banyak warga lainnya, termasuk anak-anak, yang anggota tubuhnya diamputasi karena parahnya luka yang mereka alami selama serangan Israel.
Lebih dari 1.000 anak di Gaza telah menjalani amputasi kaki pada akhir November, menurut badan anak-anak PBB, UNICEF.
Kebersihan yang buruk dan kekurangan obat-obatan semakin membahayakan nyawa. Para dokter mengatakan pasokan ke rumah sakit terhambat karena kurangnya akses terhadap obat-obatan.
(sya)
tulis komentar anda